YOGYAKARTA – Tepat pada tanggal 2 Desember kemarin, Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) dengan tema “Luminescence” resmi ditutup. Festival terbesar dan konsisten dilaksanakan selama 18 tahun di Indonesia dibuka pada 25 November lalu tersebut hingga hari terakhir ini tercatat dikunjungi oleh 20.444 penonton.
JAFF18 turut merayakan tidak hanya perkembangan sinema Asia yang semakin bercahaya tapi juga merayakan kemanusiaan Asia. Pencapaian yang menggembirakan ini sekaligus menjadi penanda industri film Asia yang terus memperlihatkan geliatnya selama setahun terakhir ini.
“Kedewasaan JAFF yang memasuki tahun ke-18 ikut terasa melalui antusiasme penonton dan semua pesertanya tahun ini. Semoga semangat yang ditunjukkan oleh semua yang hadir dan berpartisipasi ikut menjadi penggerak gairah perfilman kita di tahun ke depan,” ujar Ifa Isfansyah, Direktur Jogja-NETPAC Asian Film Festival.
Selama delapan hari jalannya festival, sebanyak lebih dari 3.000 peserta turut berpartisipasi dalam program-program non penayangan, baik itu public lecture, workshop, forum komunitas, maupun Film & Series Lab. Partisipasi yang besar menandai minat publik terhadap perkembangan seni budaya yang tidak hanya melibatkan praktisi dan akademisi tapi juga bakat-bakat baru dan publik secara umum.
Program-program baru seperti Nocturnal, penayangan film-film di jam menjelang tengah malam atau midnight show, dan Special Events, seperti Rimpang Dilayarkan dan Dirayakan, penayangan lima video musik dari album terbaru Efek Rumah Kaca, mendapatkan sambutan yang luar biasa dari penonton JAFF tahun ini. Penyelenggaraan bioskop bisik yang dimulai pada tahun lalu, kembali dihadirkan pada JAFF tahun ini dengan menayangkan sebuah film besar tahun ini, yaitu Petualangan Sherina 2 (Miles Films, 2023).
“Setiap tahun kami ingin selalu menjaga inklusivitas festival dan tahun ini kami kembali menghadirkan Bioskop Bisik untuk teman-teman buta dan tuli,” tutur Intan Nadya Maulida, Manajer JAFF.
“Special events seperti penayangan video musik dan penampilan Efek Rumah Kaca, serta Rapsodi: Fragments of Happiness adalah salah satu upaya kami untuk selalu beririsan dengan bentuk seni lain dan juga mendapatkan respon positif yang membuat kami semakin bersemangat. Semoga ke depannya dapat kami pertahankan dengan menghadirkan bentuk-bentuk baru yang semakin menyegarkan,” lanjut Ajish Dibyo, Direktur Eksekutif JAFF.
Pencapaian JAFF18 lainnya adalah mempertemukan para pemangku kepentingan industri film dalam sebuah Focused Group Discussion (FGD) untuk memperkuat rencana JAFF menyelenggarakan JAFF Market yang ditargetkan akan digelar pada JAFF berikutnya.
“Tahun depan akan menjadi tahun penting di mana kami akan mulai menggelar JAFF Market yang akan menjadi wadah yang mempertemukan bakat baru, project baru, cerita baru dengan para profesional dan seluruh ekosistem perfilman dengan lebih strategis dan terukur. Semoga FGD ini memperkuat rencana tersebut agar menjadi kepentingan bersama,” tutur Budi Irawanto, Presiden JAFF.
Konferensi pers pengumuman pemenang JAFF18 dilakukan di ARTOTEL Suites Bianti, Yogyakarta yang dihadiri para Komite JAFF, Dewan Juri, dan rekan-rekan media. JAFF18 menunjukkan bahwa perhelatan festival tidak hanya menjadi sebuah perayaan dan apresiasi bagi para pelaku sinema tapi juga sebuah bentuk karya dan kerja yang memiliki kontribusi pada masyarakat dan lingkungan. Semoga sinema bisa terus bertumbuh bersama masyarakatnya.
Sebagai hasil, JAFF18 mendapuk film “Monisme” dari Indonesia sebagai film terbaik JAFF18 dan mendapatkan Golden Hanoman. Sementara “Oasis of Now” karya sutradara Chia Chee Sum dan “Dreaming & Dying” karya sutradara Nelson Yeo masing-masing meraih Silver Hanoman dan Special Jury Mention.
Monisme adalah film Indonesia satu-satunya yang berkompetisi di program Kompetisi Utama. Film eksperimental yang disutradarai oleh Riar Rizaldi berkisah tentang beberapa aktor profesional dan non-aktor profesional yang menggambarkan dinamika hubungan manusia dan alam di salah satu gunung berapi paling aktif di dunia, Gunung Merapi. Film ini tayang perdana di Festival International de Cinéma de Marseille 2023 dan meraih Film Terbaik di Bucharest International Experimental Film Festival 2023./ JOURNEY OF INDONESIA