JAKARTA – Sebagai langkah signifikan menuju kelestarian lingkungan, Ciliwung River Waste Audit “One Step for Environmental Sustainability” berlangsung di Pintu Air Manggarai serta 5 titik wilayah lainnya. One-day Event dengan konsep pemeragaan Brand Audit Sampah ini merupakan kegiatan partisipatif kolaborasi tiga lembaga antara lain Center for Sustainability and Waste Management Universitas Indonesia (CSWM-UI), Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) dan Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC) yang berlangsung Minggu, 10 Desember 2023.
Dibantu relawan mahasiwa UI dan para pemangku kepentingan terkait di sepanjang aliran sungai Ciliwung dari hulu di Bogor hingga Jakarta, mereka mengumpulkan sampel sampah baik kuantitatif maupun kualitatif. Sampel tersebut utamanya diambil di 6 (enam) titik dari hulu ke hilir yang merepresentasikan segmentasi DAS sungai Ciliwung sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 298 Tahun 2017, yakni Jembatan Kedung Halang, Aliran Sungai Ciliwung di Wilayah Perumahan Gaperi, Jembatan Panus Sungai Ciliwung Depok, Pintu Air Manggarai, Kali PLTU Ancol dan Banjir Kanal Barat Mall Seasons City Kecamatan Tambora.
Pemilahan sampah Sungai Ciliwung dari hulu ke hilir sebagai salah bentuk edukasi peduli lingkungan, sekaligus identifikasi data sampah plastik yang mengancam lingkungan dan sumber daya air kita, disamping sampah dari produk sejumlah brand pabrikan yang ditemukan. Sekaligus menunjukkan jumlah dan komposisi jenis sampah dan brand secara kaidah ilmiah dari hulu ke hilir sungai.
“Dengan kegiatan ini, kami ingin meningkatkan kepedulian masyarakat dan pemangku kepentingan Ciliwung, serta membantu Pemerintah dalam melakukan monitoring dan evaluasi kebijakan terhadap beban cemaran sampah di Ciliwung,” jelas Adam Febriyanto, Wakil Kepala Center for Sustainability and Waste Management Universitas Indonesia.
Adam menyoroti bahwa Sungai Ciliwung menjadi sumber air baku yang krusial untuk berbagai kebutuhan masyarakat, seperti air minum, laundry, dan mata pencaharian. Namun, sungai tersebut telah tercemar berbagai jenis sampah, antara lain kantong plastik, kemasan sachet, styrofoam, tekstil, kayu, logam, kaca, karet/kulit, dan jenis sampah lainnya. Upaya kolaboratif sangat penting untuk memulihkan fungsi sungai dan mengurangi beban pencemaran limbah.
Adam menjelaskan, dalam 14 hari kerja ke depan, lembaga dan relawan akan melaporkan hasil pemilahan sampah, audit, dan rekomendasi berdasarkan metode akademik dan kajian kepada masyarakat umum dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Sementara itu, di Pintu Air Manggarai, Amalia S. Bendang, Ketua Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC), menyebutkan bahwa Sungai Ciliwung telah menjadi penampung sampah yang unik. Sungai sepanjang 117 kilometer ini menjadi cerminan tingkat pengetahuan, kesadaran, dan kepatuhan para pemangku kepentingan terkait isu sampah, khususnya limbah industri ritel.
“Kondisi sungai merupakan indikator utama bagaimana kita mengelola sampah. Apakah kebijakan pemerintah mengatasi masalah tersebut secara efektif? Melalui audit ini, kami akan mengidentifikasi jenis sampah yang dominan di sungai, sampah kemasan dari industri ritel, dan perusahaan industri mana yang terutama berkontribusi terhadap pencemaran Ciliwung,” katanya.
Patut dicatat bahwa pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan Peraturan No. 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen sebesar 30% pada akhir tahun 2029.
Komitmen produsen dan bisnis ritel melalui Extended Producer Responsibility (EPR) dan mekanisme Circular Economy, yang bertujuan untuk mengurangi limbah dengan memperbesar kemasan (up-sizing) dan mengambil kembali limbah kemasan sebagai bagian dari siklus rantai pasokan untuk bahan kemasan berikutnya (recycle) atau proses produksi terintegrasi lainnya, disorot.
“Dengan kata lain, upaya kolaboratif ini juga bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban negara dan produsen ritel atas peta jalan pengurangan sampah. Ini mempertanyakan sanksi bagi produsen yang tidak mematuhi program pengurangan sampah, sebagaimana diatur dalam Peraturan No. 75/2019, Peraturan Pemerintah No. 81/2012, dan UU No. 18/2008, mengingat sosialisasi dan bimbingan teknis selama empat tahun,” jelas Amalia lagi./ JOURNEY OF INDONESIA