Dalam dekap malam yang dinginnya mencapai minus 5 derajat celcius, harus segera diputuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Sendang Drajat yang konon menurut penduduk sekitar merupakan tempatnya sumber air abadi, atau justru harus bertahan satu malam di Sumur Jalatundo yang menjadi bagian dari Pos V, jalur pendakian Gunung Lawu via Cemoro Sewu, Magetan, Jawa Timur.
Gunung Lawu yang memiliki puncak setinggi 3.265 meter di atas permukaan laut (mdpl), merupakan gunung tertinggi ketiga di Jawa Tengah, setelah Gunung Slamet (3.428 mdpl) dan Gunung Sumbing (3.371 mdpl). Untuk mencapai puncak tertinggi Lawu, Hargo Dumilah, umumnya pendaki harus memulai perjalanan dari Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah via Candi Cetho dan via Cemoro Kandang, atau melalui jalur Provinsi Jawa Timur yakni via Cemoro Sewu dan via Jogorogo, yang masuk wilayah Ngawi.
Rasa lelah setelah menempuh perjalanan panjang menggunakan jasa kereta api dari DKI Jakarta ke Jawa Tengah, bercampur aduk dengan kondisi badan yang letih kurang tidur dan perut keroncongan. Namun, waktu memang tak kenal kompromi. Sebelum matahari terbit menjulang, kami 1 regu yang terdiri dari 8 orang harus sepakat satu suara, guna memutuskan mendaki Gunung Lawu melalui jalur apa?
Setelah berdiskusi mantap, ada suatu keputusan untuk berangkat ke Pos Cemoro Sewu, dengan menggunakan jasa carter mobil elf kapasitas 12 orang bertarif Rp. 600 ribu dari Stasiun Solo Jebres, Surakarta untuk diantarkan ke perbatasan Jawa Timur.
Begitulah….., perjalanan menuju pos Cemoro Sewu yang berada di ketinggian 1.900 mdpl, mesti ditempuh lebih kurang 3 jam melalui jalur wisata Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Kini kawasan wisata Tawangmangu sudah jauh lebih ramai, villa tumbuh menjamur di dalam kawasan wisata pegunungan yang sekilas mirip dengan area Puncak, Bogor itu. Selain sebagai akses utama pendakian, tempat wisata di Tawangmangu yang paling sering disambangi traveler adalah Grojogan Sewu, atau air terjun Tawangmangu.
Setibanya di pos pendakian, diwajibkan membayar restribusi Rp.15.000/orang, serta mengisi daftar registrasi di base camp Cemoro Sewu. Setelah itu, pendaki sudah diperbolehkan memulai perjalanan menuju pos I yang dapat ditempuh dengan jalan konstan selama 1 jam. Menuju Pos I atau Wes-Wesan, pendaki akan melewati hutan yang didominasi pepohonan cemara.
Sebelum memasuki pos I atau Wes-Wesan, akan ada sebuah sumur yang menjadi sumber mata air bagi para pendaki maupun peziarah di Gunung Lawu. Selain itu, jangan terkejut apabila perjalanan Anda selalu diikuti, bahkan dituntun oleh burung Jalak Gading. Dalam mitos kejawen, burung Jalak Gading adalah jelmaan dari Ki Gading atau Dipa Manggala, yang merupakan pengikut setia dari Raja Brawijaya V, Raja Kerajaan Majapahit.
Sejatinya, perjalanan melelahkan baru tersaji saat naik menuju Pos II, Watu Gedeg. Di sana pendaki akan menemukan jalur menanjak yang kian curam, dengan lintasan jalan yang cukup panjang. Untuk mengobati rasa letih dan lapar, sama seperti di Pos Wes-Wesan, dalam area Pos II juga terdapat warung jajanan yang menjual berbagai makan serta minuman. Sepanjang perjalanan menuju Pos II ini, sudah dihiasi dengan melimpahnya bunga edelweiss atau disebut juga dengan bunga abadi yang dalam bahasa latin disebut anaphalis javanica.
Menuju Watu Gede atau Pos III, fisik makin terasa terkuras saat melintasi jalur yang kian ekstrem. Namun dari sisi pandangan, sudah jauh lebih baik. Pada latar belakang lanskap akan terlihat menjulang Gunung Jobolarangan (2.065 Mdpl) yang didekap oleh awan tebal.
Setelah itu, jalur pendakian menuju Pos IV atau Watu Kapur akan melewati anak tangga dengan jalur bebatuan yang makin terjal. Terdapat pembatas tiang besi di samping jalur, agar pendaki tidak menyentuh bibir jurang. Track menanjak akan usai setelah tiba di pos V, Sumur Jalatundo. Untuk bentang pemandangan di Pos IV hingga V, akan terlihat pemandangan kota Magetan, serta Telaga Sarangan.
Setelah itu, pendaki akan dihadapkan dengan jalur mendatar saat menuju sumber mata air Sendang Drajat. “Tempat yang disakralkan ini biasa menjadi tempat pertapaan, dan sangat ramai dikunjungi pada bulan 1 suro,” jelas Hadi yang sudah 15 tahun menjajakan dagangan di sekitar Sendang Drajat.
Dia melanjutkan, jika mata air Sendang Drajat memiliki sejarah panjang, dan merupakan tempat yang sangat dikeramatkan oleh penduduk sekitar. Ia menceritakan bahwa tempat tersebut menjadi tempat ritual-nya Raja Brawijaya V. “Mata air ini ampuh untuk mengobati berbagai penyakit kulit, dan barang siapa yang datang saat mata air sedang melimpah, maka rezekinya turut melimpah juga dalam satu tahun ke depan,” imbuhnya.
Puncak Hargo Dalem (3.171 Mdpl) dapat ditempuh dengan waktu 10 menit dari Sendang Drajat. Di sana pendaki akan menjumpai Mbok Yem yang tenar dengan menu lezat-nya, nasi pecel telor ceplok. Makanan favorit pendaki itu, dijual seharga Rp.12.000,- dan tergolong cukup murah, mengingat dibutuhkan perjalanan ekstra untuk mencicipi kuliner khas di warung tertinggi di Indonesia ini.
Untuk menggapai puncak tertinggi di Gunung Lawu yaitu Hargo Dumilah (3.265 Mdpl), dari warung Mbok Yem letaknya sudah tidak begitu jauh. Pendaki hanya perlu menaiki jalur menanjak ekstrem yang berada 100 meter dari warung Mbok Yem. Perlu diingat jika menanjak pada musim kemarau di jalur ini, harus menyiapkan buff, karena tanah yang diinjak sangat tandus hingga menjadi debu yang dapat menggangu jarak pandang. Sebaliknya, jika mendaki pada musim kemarau, maka jalur summit attack ini dapat dipastikan menjadi tanah berlumpur yang medannya licin.
Setelah berjalan konstan antara 30 hingga 60 menit, nantinya pendaki akan bertemu sebuah shelter kosong yang di belakang tempat tersebut berdiri tegap Tugu Puncak Hargo Dumilah, yang berada di antara perbatasan provinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah.
Dari Puncak tertinggi Lawu, pendaki dapat melihat lanskap Telaga Kuning dan Gunung Kukusan di sisi Selatan. Sementara di arah Barat, terpancar eksotisme si sunset merah yang akan meredup di belakang Gunung Slamet. Di depannya ada si kembar Sindoro – Sumbing dan samar terlihat Gunung Merbabu dan Gunung Merapi yang puncaknya selalu berselimut awan.
Namun inilah sebuah kepuasan tertinggi, mendaki Gunung Lawu via Cemoro Sewu disuguhkan panorama alam yang indah. Namun aura mistik yang cukup kuat, disarankan para pendaki menjaga lisan serta perilaku.
Tak mudah untuk menggapai beberapa puncaknya, diperlukan kegigihan serta tidak mengendurkan semangat juang, saling sinerji sesama rekan pendaki. Karena esensi naik gunung sejatinya adalah, tiba kembali di rumah dengan bahagia dan selamat, dan jangan lupa mengambil segala hikmah dari setiap kejadian di dalam perjalanan./ JOURNEY OF INDONESIA