JAKARTA – Kerja sama antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Pemerintah Jerman melalui program SUTRI NAMA & INDOBUS akan resmi berakhir pada tahun 2024. Program yang didukung oleh GIZ ini telah menghasilkan 76 studi, mendukung pembentukan 19 kerangka peraturan, melatih lebih dari 1.800 peserta dalam program pengembangan kapasitas, serta menghasilkan 36 produk pengetahuan.
Lebih dari 250 pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari berbagai tingkatan pemerintah dan komunitas internasional, turut hadir dalam simposium bertajuk “Diseminasi Capaian SUTRI NAMA & INDOBUS” untuk merayakan pencapaian tersebut.
Hans-Ludwig Bruns, Country Director GIZ Indonesia & ASEAN, menyampaikan apresiasinya terhadap kerja sama yang telah terjalin dengan Pemerintah RI. “Program ini dimulai dari ide sederhana untuk mentransformasi transportasi perkotaan di Indonesia menuju sistem rendah karbon yang berkelanjutan. Kami berharap keberhasilan ini akan mendorong percepatan implementasi sistem Bus Rapid Transit (BRT) di berbagai kota,” ucap Bruns.
Sejak dimulai pada 2017, SUTRI NAMA & INDOBUS, yang juga didukung oleh Mitigation Action Facility dan Pemerintah Swiss melalui Swiss State Secretariat for Economic Affairs (SECO), telah berhasil mendorong pengembangan sistem BRT di enam kota di Indonesia, yaitu Bandung, Surabaya, Semarang, Batam, Makassar, dan Pekanbaru.
Simposium ini bertujuan untuk menyoroti pencapaian program dan dampaknya terhadap mobilitas perkotaan serta keberlanjutan lingkungan. Muhammad Fahmi, Plt. Direktur Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan, menyatakan, “Kami sangat mengapresiasi dukungan dari SECO dan GIZ dalam pengembangan transportasi massal yang ramah lingkungan di Indonesia. Kami yakin pencapaian ini akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat di kota-kota yang menjadi percontohan.”
Fahmi juga menambahkan bahwa studi yang dilakukan dalam program ini mencakup aspek-aspek penting seperti penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dan pengembangan model bisnis yang berkelanjutan untuk BRT, termasuk di wilayah Bandung Basin Metropolitan Area (BBMA).
Sebagai salah satu kota prioritas, Bandung mendapat berbagai bentuk dukungan, termasuk studi kelayakan, penyusunan regulasi, serta pengaturan kelembagaan. Dukungan ini membantu Bandung dalam mempersiapkan cetak biru untuk pengembangan BRT di masa mendatang. Selain kajian teknis, pentingnya komunikasi antara pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan program ini. Kementerian Perhubungan bersama GIZ berkolaborasi dalam memberikan dukungan melalui bantuan teknis dan peningkatan kapasitas.
Deputy Head SECO di Indonesia, Martoni Ariadirja, menekankan pentingnya peran kerja sama Indonesia dan Swiss dalam mendorong solusi inovatif untuk transportasi perkotaan. “Kami berkomitmen melanjutkan kemitraan ini untuk mendukung pengembangan transportasi berkelanjutan, tata kelola perkotaan, dan energi terbarukan,” kata Ariadirja.
Salah satu contoh konkret dari hasil kajian program ini adalah lahirnya Peraturan Daerah Angkutan Umum Massal di Pekanbaru, yang mengalokasikan anggaran khusus untuk pengembangan transportasi publik. Aturan ini menjadi fondasi bagi sistem BRT yang andal dan terjangkau, sekaligus menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat.
Simposium ini juga mengundang berbagai tokoh, termasuk perwakilan dari kota-kota percontohan, lembaga konsultan pembangunan GOPA Infra, serta pelaksana teknis BRT seperti Trans Mamminasata dari Makassar, untuk berbagi pengalaman mereka dalam mengembangkan sistem transportasi berkelanjutan. Sesi-sesi monolog yang disampaikan oleh tim penasihat SUTRI NAMA & INDOBUS di tiap awal sesi menggarisbawahi pentingnya kolaborasi dalam mempercepat transformasi transportasi umum di Indonesia./ JOURNEY OF INDONESIA | Ismed Nompo