JAKARTA – Seniman sekaligus sutradara kenamaan, Garin Nugroho, menyampaikan tujuh pesan strategis untuk Presiden Prabowo guna memperkuat kebudayaan Indonesia. Pesan ini disampaikan Garin dalam Pidato Kebudayaan di Graha Bhakti Budaya (GBB), Taman Ismail Marzuki (TIM), pada Minggu, 10 November 2024.
Menurut Garin, Presiden Prabowo diharapkan mampu mengangkat seni dan budaya setara dengan hak politik dan ekonomi masyarakat. “Hak atas budaya dan seni adalah hak dasar yang mesti didukung, dilindungi, dan diberi ruang untuk berkembang dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa,” ungkap Garin penuh harap.
Garin juga menekankan perlunya kebijakan yang menciptakan ekosistem budaya yang sehat, dengan melindungi para seniman, komunitas, dan lembaga kebudayaan. “Kepemimpinan Presiden Prabowo seharusnya memastikan strategi ekonomi yang didukung kebijakan politik untuk merawat proses kreasi dan apresiasi seni budaya,” tambahnya.
Ia mengkritisi kegagalan revolusi digital di pemerintahan sebelumnya yang dinilainya kurang memanfaatkan teknologi untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat. “Di era digital, pemerintah Jokowi gagal menjadikan teknologi sebagai motor penggerak peningkatan kualitas bangsa,” ujarnya. Garin menganggap pemerintahan saat itu lebih berfungsi seperti organisasi hiburan digital daripada pemerintahan yang seharusnya, sehingga bangsa kehilangan arah.
Dalam rangka balas budi kepada rakyat, Garin menyarankan agar pemerintahan Prabowo membangun strategi budaya untuk merespons revolusi industri 4.0 dan 5.0 dengan fokus pada hak-hak warga negara sebagai pijakan kebangkitan bangsa.
Ia mengajak pemerintah untuk belajar dari industri kreatif negara lain, seperti drama Korea, yang berhasil bukan hanya karena pemasaran, tetapi juga melalui pembangunan sumber daya manusia yang unggul. “Gelombang industri kreatif seperti drama Korea dibangun dengan SDM profesional dan strategi pengembangan pasar yang matang,” ujarnya.
Garin juga mengingatkan tentang peran pemimpin dalam sejarah Nusantara, yang kadang hanya menjadi pengawas bagi korporasi besar asing. Menurutnya, pemimpin yang tidak siap menghadapi perubahan zaman akan menjadi seperti “mandor korporasi” yang memanfaatkan sumber daya alam dan tenaga kerja Indonesia. Kritik ini ditujukan kepada 10 tahun pemerintahan Joko Widodo, yang menurut Garin, cenderung melayani kepentingan oligarki.
Sebagai contoh, Garin menyoroti proses pengesahan Undang-Undang Tenaga Kerja yang dinilainya dilakukan tergesa-gesa tanpa sosialisasi yang layak, yang seharusnya menjadi standar dalam demokrasi. Kunjungan pemimpin ke daerah juga, menurutnya, kadang hanya memperlihatkan gaya “mandor daerah” yang bertujuan menarik investasi.
Pidato Kebudayaan yang diselenggarakan Dewan Kesenian Jakarta pertama kali digelar pada tahun 1969 dan menjadi tradisi tahunan setiap tanggal 10 November, bertepatan dengan ulang tahun Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Pidato ini adalah ruang untuk menampilkan pemikiran kritis tokoh-tokoh budaya, menjawab isu-isu aktual dengan perspektif kebudayaan yang jernih./ JOURNEY OF INDONESIA | iBonk