JAKARTA – Realisasi pendapatan negara hingga akhir kuartal I 2025 tercatat sebesar Rp516,1 triliun, masih tertinggal jauh dari belanja negara yang mencapai Rp620,3 triliun. Kondisi ini menjadi sorotan Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, yang menilai perlunya langkah-langkah masif untuk meningkatkan penerimaan negara, terutama dari sektor perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Menurut Anis, pencapaian penerimaan pajak per Maret 2025 baru mencapai 16,1 persen dari target APBN. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024 dan 2023 yang masing-masing mencapai lebih dari 20 persen dan 24,96 persen. “Kondisi ini tak lepas dari pengaruh ekonomi global, fluktuasi tarif, serta efektivitas sistem perpajakan seperti Coretax yang masih perlu diperbaiki,” ujarnya di Jakarta, Senin (22/4/2025).
Ia juga menyoroti perlambatan pada sektor komoditas sebagai salah satu penyebab menurunnya pendapatan negara. Penurunan harga komoditas global, menurutnya, sangat sensitif terhadap kinerja penerimaan negara, baik dari sisi pajak maupun PNBP. “Pemerintah seharusnya sudah mengantisipasi dampak ini lebih awal,” tegas Anis Byarwati.
Meski begitu, Anis mengapresiasi tren positif penerimaan pajak secara tahunan (year-on-year) per Maret 2025 yang mulai tumbuh. Ia menyebut bahwa hal ini patut dipertahankan dengan menjaga momentum dan meningkatkan efisiensi administrasi pajak. “Realisasi kumulatif dari Desember 2024 hingga Maret 2025 menunjukkan perbaikan yang layak diapresiasi,” katanya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya percepatan realisasi anggaran oleh berbagai kementerian dan lembaga. Menurut Anis, lambatnya penyerapan anggaran kerap menjadi hambatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. “Ketika ketidakpastian global terus meningkat, semua lini pemerintah harus bergerak cepat dan solid,” imbuhnya.
Anis juga menyarankan agar pemerintah lebih agresif dalam membuka akses pasar ekspor, khususnya ke Amerika Serikat. Ia mengungkapkan potensi tambahan pendapatan sebesar USD6,4 miliar jika Indonesia mampu mengambil 10% pangsa pasar dari negara-negara sejenis. “Penetrasi pasar ini akan berdampak langsung pada peningkatan lapangan kerja di sektor padat karya,” jelasnya.
Ia pun mengingatkan bahwa tren penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) selama tiga bulan berturut-turut sejak Januari 2025 harus menjadi perhatian serius. “Ini sinyal bahwa masyarakat mulai kehilangan optimisme terhadap kondisi ekonomi. Pemanfaatan APBN perlu diarahkan ke sektor-sektor dengan efek ganda tinggi agar daya beli masyarakat kembali meningkat,” pungkasnya./ JOURNEY OF INDONESIA | Ismed Nompo