MAGELANG — Di kaki megahnya Candi Borobudur, Taman Lumbini menjadi saksi lahirnya karya seni monumental yang menyatu dengan napas spiritualitas Nusantara. Sebuah lukisan raksasa berukuran 6 x 6 meter, bertajuk Pohon Mandala, menjulang di pelataran. Karya ini tak sekadar menyuguhkan visual artistik, tetapi memancarkan energi kontemplatif yang mendalam.
Lukisan tersebut merupakan karya Brawida Krisma Paweta, seniman asal Ubud, Bali, yang menyalurkan eksplorasi spiritual dan kulturalnya melalui simbolisme pohon dan mandala. Pohon Mandala hadir sebagai karya utama dalam rangkaian Festival Tridaya Mandala Borobudur 2025, perhelatan budaya yang mengangkat tema kesadaran semesta dan harmoni spiritual manusia dengan alam.
Menurut Brawida, pohon ini bukanlah pohon biasa. Ia adalah representasi dari “pohon kehidupan” yang universal, tak terikat oleh jenis, tetapi sarat makna. Dari akar hingga pucuk daun, setiap bagian mengandung filosofi mendalam: akar melambangkan leluhur dan masa lalu, batang mencerminkan perjalanan hidup manusia, dan buah serta daun merepresentasikan pencapaian dan kesadaran tertinggi.
“Akarnya adalah hubungan kita dengan asal-muasal, dengan leluhur. Ada sosok bayi dalam akar itu yang menandai kelahiran baru. Sementara cabangnya menjulang ke langit, menjadi penghubung antara dunia fana dan dunia spiritual,” ungkap Brawida dalam sesi pembukaan pameran.
Dalam tradisi spiritual Asia, mandala bukan hanya bentuk geometris, tetapi medan energi yang menyatukan mikrokosmos dengan makrokosmos. Ketika diwujudkan dalam wujud pohon, mandala menjadi simbol hidup yang tumbuh dan dinamis, menyerap dari tanah, menjulang ke langit, dan memberi manfaat ke sekeliling.
Pameran ini tidak hanya menampilkan lukisan sebagai objek estetika, melainkan sebagai sarana refleksi diri dan pencarian makna spiritual. Di tengah atmosfer sakral Candi Borobudur, lukisan Pohon Mandala seperti menyatu dengan filsafat candi yang menekankan keseimbangan batin dan pencapaian pencerahan.
“Mandala bukan sekadar lingkaran. Ia adalah kekuatan spiritual yang menghubungkan manusia dengan semesta. Dan pohon adalah bentuk paling alami untuk menerjemahkan kekuatan itu,” imbuh Brawida.
Tak hanya menyampaikan nilai spiritual, karya ini juga membawa pesan sosial yang kuat. Brawida berharap Indonesia bisa menumbuhkan mandala sosial—sebuah masyarakat yang berakar kuat pada nilai-nilai luhur, berdiri tegak dengan keberanian, dan berbuah dalam bentuk kebijaksanaan serta kebermanfaatan.
Kehadiran Pohon Mandala di Borobudur mengingatkan kembali pada pentingnya merawat hubungan manusia dengan alam, leluhur, dan kesadaran diri. Lebih dari sekadar seni, ia menjadi seruan untuk hidup yang lebih harmonis, spiritual, dan penuh makna di tengah dunia yang semakin berjarak dari nilai-nilai esensial kehidupan./ JOURNEY OF INDONESIA | Denny Nathanael Pohan