Sebuah catatan pinggir dari Gideon Momongan…..
JAKARTA – Well, seperti biasalah, seusai sebuah konser besar. Kesempatan emas untuk sebagian penonton menyerbu naik ke atas panggung, ngobrol-ngobrol dengan para artis. Selain itu juga para penonton mengajak artis berswafoto. Suasana panggungpun riuh.
Konser The Musical Journey of Dwiki Dharmawan itu, jadi sebuah reward yang setimpal untuk seorang musisi sekelas Dwiki. Ia kebetulan juga barui berulang tahun ke 59 tahun pada 19 Agustus 2025 silam. Perayaan kesuksesan, cuma “pesta ulang tahun” yang pantas untuk perjalanan lumayan panjang yang pada akhirnya, tak sekadar melulu soal musik.
Tapi menjadi lebih bak ke perjalanan spiritual, dan rangkaian momen demi momen perwujudan cintanya terhadap dunia musik. Sekaligus juga menggambarkan langkah-langkah kakinya, berikut dengan segenap karya-karya apik yang dilahirkannya. Dimana Sebagian karya-karya lagu yang ditulisnya, menghiasi kehidupan para penontonnya.
It’s all about The Long Time Journey of Dwiki Dharmawan, started from about year of 1984. Tentu saja, 40 tahun memang bukan waktu yang sebentar. Paling tidak, pastinya terkait erat dengan adanya ratusan karya yang dihasilkan. Lewat berbagai aktifitas bermusik bermacam-macam, dan catatan paling spesial yang tiada duanya adalah Dwiki telah bermain di sekitar 80 negara. Alamaaaak!
Main dengan grupnya, dengan orkestra juga. Atau tampil berkolaborasi dengan pelbagai musisi internasional. Ini memang tentang seorang bernama lengkap Muhammad Dwiki Dharmawan Sastrawidjaya. Pemain kibor, penulis lagu, aranjer, produser. Musisi yang dipandang banyak orang, mahir pula dalam melakukan lobbying.

Dwiki Dharmawan memang memiliki talenta luar biasa dalam bermusik, kudu diakui!. Sekaligus juga mempunyai anugerah dalam bermusik yang terbilang extra-ordinary. Iapun menjadi salah satu musisi bertaraf internasional, dengan jam terbang internasional yang sangat tinggi. Ia musisi paling menonjol, teratas, dalam soal jam terbang internasional.
Dengan catatan seperti itu, tak heran ketika perayaan perjalanan panjang karir bermusiknya sepanjang 40 tahun berlangsung padat. Juga meriah. Sarat ornamen-ornamen musik, sebagai topping. Melibatkan juga banyak bintang tamu penyanyi, juga musisi. Konser yang digelar pada Sabtu 23 Agustus kemarin, di Ciputra Artpreneur, kawasan Kuningan, Jakarta.
Mari kita tengok panggungnya! Di atas pentas, telah disediakan sebuah grand piano, serta electric piano untuk dimainkan Dwiki Dharmawan. Ditempatkan di sisi kiri depan areal panggung. Dan areal di belakangnya adalah tempat dari para pemain orkestra, World Peace Orchestra dengan 40 pemain orkestra yang tampil kali ini.
Untuk stage plot, di sisi belakang area panggung, space untuk rhythm-section plus backing-vocals. Sisi depan sebelah kanan, disediakan ruang untuk “pasukan” choir anak-anak, Kilau Vokalia Dian Didaktika. Alhasil, panggung terlihat lumayan padat. Sisi tengah panggung tentu saja bagi para kolaborator, terutama deretan penyanyi. Termasuk saxophonist tamu, Ivan Paulus.
Secara spesial pada malam kemarin itu, Dwiki “memperkenalkan” seorang bernama Ivan Paulus. Rasanya, informasi tentang Ivan Paulus terbilang minim. Cuma diinformasikan bahwa ia ikut tampil bermain saxophone, lumayan baik. Bermain di beberapa lagu, yang membuatnya naik dan turun panggung lalu naik lagi. So, who’s Ivan Paulus anyway?
Tercatat ada 30 repertoar lagu yang dimainkan. Jumlah yang terhitung lumayan “padat” juga. Ditambah “nomer pembuka singkat” sebagai overture, setelah permainan atraksi solo piano Dwiki Dharmawan. Dengan jumlah lagu sebanyak itu, penonton pasti terpuaskan harusnya. Banyak lagu dengan berbagai tema musik yang disajikan, mulai dari pop, jazz, world music bahkan hingga Rap.

Apalagi dipadatkan juga dengan tampilan beberapa tarian modern, yang melibatkan beberapa dancers. Variasi tontonan untuk dikonsumsi telinga dan mata tersebut terbilang cukup full. Kalau sudah begitu tinggallah kemampuan peracik konser. Bagaimana menempatkan lagu, artinya mengatur ritme pertunjukkan sedari awal hingga akhir. Artinya begini, ketika tensi pertunjukkan sudah disetel “tinggi” sejak awal, seolah sudah memaku penonton untuk menerima dengan sukacita semua hidangan lagu. Ditingkahi permainan visualisasi, baik tata lighting termasuk laser dan digital-imaging di backdrop.
Tentu saja akan sedap sekali rasanya ketika, sampai di penghujung konser dihadirkan penutup yang menyempurnakan kenikmatan menonton itu. Bener-bener bikin penonton pulang dan bisa tidur nyenyaklah…. Lantas, bangun pagi dengan segarrr!
Kariernya diawalai dengan menimba ilmu di Elfa Secioria Music Studio di awal 80-an. Lantas membangun Krakatau Band, yang “meletus” lewat ajang kompetisi bergengsi Light Music Contest 1985. Selanjutnya adalah catatan demi catatan kesuksesan langkah-langkah kakinya.
Album rekaman demi album rekaman, atau musik untuk satu demi satu film. Misal debut film sutradara kenamaan, Garin Nugroho, Cinta Dalam Sepotong Roti misalnya. Belum lagi sinetron-sinetron, sebut salah satu saja, “Hati Seluas Samudra”, lalu diisusul serial “Bella Vista”, dan lan lain-lainnya puluhan film serta sinetron yang musiknya ditulisnya.
Mencermati ratusan karya lagunya, yang dibawakan lewat grup-grupnya, lewat bermacam-macam penyanyi dan termasuk lagu untuk film-film layar lebar dan sinetron. Bisa jadi sekilas dianggap, 30-an lagu belumlah “sempurna” mewakili perjalanan karir musiknya. Harusnya lebih dong.
Tapi hati-hati kawan, konser dengan “kebanyakan” lagupun kadangkala malah justru jadi bumerang. Penonton mencapai peak kepuasannya, tapi masih ada lagu-lagu lain, alhasil berpotensi penonton lantas menjadi lelah. Ah sayang betul ya. Puncak kenikmatannya malah terlewat. Lalu bagaimana konser bertajuk The Musical Journey of Dwiki Dharmawan kemarin itu?
Overall, menyenangkan, para penonton mengaku terpuaskan. Sebagian malah mengaku terhibur juga karena sekaligus bernostalgia. Walaupun begini, kan tidak ada satupun yang sempurna di atas muka bumi ini. Betul kan ya? Nah, catatan masukannya adalah kalau saja penutupnya penampilan Krakatau, udah pas banget. Once Mekel yang ditaruh menjadi pengunci acara digeser sedikit ke tengah, kayaknya akan lebih bagus.

Jumlah lagu mencapai 30-an, memang padat betul. Kalau “hanya” disajikan 24-25 lagu, mungkin saja lebih menyenangkan. Tapi persoalannya memang begitu banyaknya karya Dwiki bukan? Akan lumayan repot nggak sih, memilih lagu-lagu yang paling pantas untuk dibawakan, dari ratusan lagu karyanya? Dilematis ya.
Tentu saja, penyelenggara yaitu Prestige Promotions yang dipimpin Untung Pranoto harus kerja keras. Bagaimana dengan sebaik mungkin mengemas tontonan konser yang secara contents, dalam hal ini song-list, pasti banyak. Karena mewakili perjalanan panjang seorang musisi kan?
Kembali ke atas panggung, konser kemarin memang seperti langsung “menggelegar”. Duo Andien dan Sandhy Sondoro menjadi pembuka. lewat 2 lagu, dimulai dengan “Gemilang”. Lagu yang ikut melejitkan nama Krakatau, yang notabene juga mencuatkan nama Dwiki Dharmawan. Disambung dengan “Malam Biru”, hits milik Sandhy Sondoro. Kemudian Andien secara solo membawakan, “Hati Seluas Samudra”, ditemani Ivan Paulus pada saxophone.
Berikutnya ada penyanyi muda nan cantik, Awdella, membawakan “Tiada Lagi Keraguan” dan “Aku Ingin”. Dilanjutkan penyanyi muda lainnya, yang tak kalah beningnya, Shanna Shannon, ditemani choir. Shanna membawakan, “Cintaku yang Terakhir” dan Bidadari yang Terluka.” Lantas giliran penyanyi muda lain, Jinan Laetitia, membawakan tembang syahdu, “Dengan Menyebut Nama Allah”.
Ada juga violis berjam terbang internasional, Iskandar Widjaya. Membawakan ballad karya Iwan Abdulrahman, “Melati dari Jayagiri” disambung dengan lagu karya Ismail Marzuki, “Sepasang Mata Bola”. Sebuah “sisipan” penampilan yang ekspresif dari pemain biola yang kini berdomisili di Eropa.
Dwiki dan World Peace Orchestra lalu menyajikan “The Spirit of Peace”. Diikuti penampilan istimewa, kelompok rap dari Papua, M.A.C menyanyikan, “Cuma Saya”. Berikutnya ada Dira Sugandi dengan 2 lagu, “Lamalera ‘s Dream” dan “Birdge Over Troubled Water”. Dari Dira ke Kris Dayanti, yang kebagian membawakan, “Cita Pasti” dan “You’ll be in My Heart”.

Selanjutnya ada Dirly Dave membawakan , “Melangkah di Atas Awan”. Lantas disambung penampilan nan apik dan melenakan, duo Dirly dan Ita Purnamasari membawakan,”Deru Debu”. Dari lagu duet itu, Ita Purnamasari melanjutkan dengan hits masa ke masanya, “Cintaku Padamu”. Pada momen itu, Ita ditemani Dwiki dan putra tunggal mereka, Fernanda Dharmawan yang memainkan gitar akustik.
Giliran berikut adalah, Ruth Sahanaya. Uthe, yang teman baik Dwiki sejak muda banget di Bandung, membawakan, “Imaji” dan “Here, There and Everywhere”. Disusul penampilan spesial dari Tony Wenas. Sang Ketua Umum PAPPRI, sekaligus petinggi nomer wahid Freeport Indonesia itu menyanyikan, “I Lef My Heart in Sanfransisco”. Berikutnya adalah Putri Ariani, dengan “Somewhere over The Rainbow” dan “Perfect Liar”.
Menjelang berakhir konser, barulah Krakatau dapat giliran. Mereka kebagian membawakan 4 lagu, “Haiti”. Disambung dengan “Terumbu Menangis” dan “Cerita Persahabatan”, dan “Kau Datang”. Penonton seperti dicolek untuk bergairah, menyambut hangat. Setelah Krakatau, Once Mekel hadir lewat 2 lagu, “Aku Mau”, hits balladnya yang “bikin hati berdarah-darah” itu. Lalu Once ditemani oleh Awdella dan Shanna Shannon membawakan,”Menaklukkan Dunia”.
Sebagai tembang pengunci acara, “Sekitar Kita”, yang menghadirkan seluruh pengisi acara ke atas panggung. Pada akhirnya, memang acara ditutup oleh para artis, musisi plus penonton yang hiruk-pikuk mengajak berfoto-foto. Selamat Ulang Tahun kang…/ JOURNEY OF INDONESIA | dM