Ambu dalam bahasa Sunda adalah panggilan halus bagi sosok seorang ibu. Film Ambu sendiri merangkum semua kata yang kerap terjadi pada hubungan manusia terhadap sosok ibu. Dimanapun dan kapanpun, ibu adalah sosok terakhir bagi anak manusia dari awal semesta sampai akhir kehidupan seorang anak manusia. Ibu pula yang menghadirkan cinta tanpa syarat apapun kondisi anaknya.
Tak akan habis definisi kata bila memfrasakan tentang sosok seorang ibu. Ibu yang tak akan pernah berhenti mencintai anak-anaknya, meski sang anak berulang kali melakukan kesalahan. Meski kesalahan itu adalah kesalahan yang besar bagi seorang anak manusia.
Hal inilah yang ingin diungkapkan pada film Ambu: Semesta Pertama dan Terakhirku. Film yang digarap oleh seorang sutradara pendatang baru Farid Dermawan ini akan diputar di seluruh bioskop tanah air pada tanggal 16 Mei 2019. “Ambu” adalah film komersial pertama yang berlatar belakang budaya Baduy. Menceritakan tentang kisah konflik keluarga antara anak dan ibu yang dibumbui dengan kisah yang mengharu biru.
Film yang diperankan oleh Widyawati sebagai Ambu Misnah dan Laudya Cynthia Bella yang mempunyai hubungan darah ini harus terpisah karena keinginan Fatma (Laudya Cynthia Bella) yang memilih cintanya dan menikah dengan pemuda Jakarta. Dalam adat istiadat suku Baduy, jika seseorang menikah dengan orang luar, maka orang tersebut keluar dari tanah kelahirannya, Baduy, Lebak, Banten dan tidak dianggap sebagai anggota suku mereka lagi. Inilah akhirnya yang membuat konflik berkepanjangan antara Ambu Misnah dan sang anak, Fatma.
Fatma pun hijrah ke Jakarta, meninggalkan Ambu hidup seorang diri. Tahun berlalu, Fatma pun telah memiliki anak perempuan milenial bernama Nona (Lutesha). Ternyata pernikahan Fatma dengan lelaki pilihannya tidak berlangsung mulus, hingga akhirnya merekapun berpisah.
Dari sinilah kemudian yang membuat Fatma dan Nona mudik ke kampung halamannya, Baduy, setelah rumah tangganya kandas dan bisnisnya sebagai pengusaha catering hancur.
Fatma yang kembali dan berusaha mengambil hati Ambu pun tidak semudah membalikan telapak tangan. Apalagi pulang ke desanya, Fatma membawa Nona yang terbiasa dengan kehidupan modern dan serba mudah. Nona yang merasa kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat menyalahkan Fatma atas keputusannya pindah ke rumah Ambu Misnah. Apalagi dengan sikap neneknya yang tak pernah ramah.
Belakangan, Fatma ternyata diketahui menderita penyakit kanker payudara. Fatma pun tetap berusaha bersabar dengan kondisinya, ditengah sikap kedua orang yang sangat dicintainya, anak dan ibunya ditambah dengan penyakit yang menggerogotinya. Kondisi Fatma pun semakin lemah.
Bagaimana kemudian kisah Fatma? Sanggupkah ia mengambil hati Ambu kembali karena kesalahannya yang tidak mungkin termaafkan. Lalu bagaimana dengan nasib Nona?
Hubungan seorang anak yang berhasil diterjemahkan oleh sang sutradara dan juga para pemainnya, makna yang tersirat dinarasikan dengan mengharu biru. Bukan hanya kisah drama yang membuat penonton siapapun meneteskan air mata, film ini juga menghadirkan suasana segar dari sosok Hapsah (Endhita Wibisono) yang sangat pas memerankan karakter wanita suku Baduy, lengkap dengan atributnya.
Hubungan berjenjang antara ibu dan anak, nenek dan cucu itulah yang dijajakan di film ini. Bagaimana sang cucu yang berasal dari anak kota akhirnya tertarik untuk menetap di sana, meninggalkan semua hingar bingar kehidupan kota.
Dari sini penonton akan disuguhi drama penolakan, amarah, tawa dan penerimaan dengan cara paling sederhana, tapi mengena. Tak mengherankan, banyak yang seakan malu untuk menyeka air mata, saat film berlangsung. Sosok ibu yang tak terpermaknai ini sangat berkelas dibawakan oleh aktris kawakan Widyawati.
Meskipun ini merupakan debut film pertamanya, Farid Dermawan cukup berhasil mamandu para pemainnya dalam memerankan masing-masing karakter. Sutradara yang juga merupakan suami dari eksekutif produser Skytree Pictures, Iti Octavia Jayabaya yang juga seorang Bupati Lebak ini mampu secara detail menampilkan budaya dan kehidupan suku Baduy. Farid cukup berhasil menerjemahkan cerita film Ambu bukan hanya dari sisi hubungan antara anak dan ibu, tetapi juga adat istiadat suku Baduy yang masih dipertahankan sampai sekarang. Walau tidak detail, Ambu juga memperlihatkan sebuah upacara penerimaan kembali seseorang yang sudah keluar dari kehidupan suku Baduy.
Ambu bukan hanya menampilkan cerita yang menarik tetapi juga keindahan pemandangan dan kecantikan alam Baduy dari setiap sudut daerah Baduy.
Di film yang baru pertama kalinya mempertontonkan budaya Baduy di layar lebar ini, dibintangi juga oleh nama lain seperti Baim Wong dan Andri Mashadi. Masing-masing karakter mampu memerankan tokoh yang ada di cerita. Begitupun dengan karakter yang memerankan masyarakat Baduy itu sendiri, baik secara dialog dan bentuk wajahpun cukup pas dibawakan.
“Wisata Baduy bukan hanya aset budaya Indonesia, tapi juga aset internasional. Warga Baduy terus memegang teguh prinsip adat budayanya untuk melestarikan alam dan mematuhi aturan,” kata Iti Octavia Jayabaya menutup acara press screening di Jakarta Selatan, pada Rabu (2/5/2019)./ JOURNEY OF INDONESIA