JAKARTA – Dalam rangka memperingati peristiwa Nakbah ke-75, Adara Relief International bekerja sama dengan Kajian Timur Tengah dan Islam (KTTI) SKSG Universitas Indonesia menyelenggarakan acara bertajuk Ongoing Nakba, “Reveal the Truth of Palestine”.
Acara tersebut berisi diskusi publik, ulasan film, dan pameran dengan mengambil tempat di Aula IASTH Universitas Indonesia, acara ini dihadiri oleh 200 peserta secara luring dan daring. Acara ini hadir sebagai upaya melanjutkan hubungan kebangsaan Indonesia-Palestina yang telah dimulai oleh para pendiri bangsa yang sejak awal memperjuangkan kemerdekaan Palestina.”
Acara dibuka dengan sambutan dari Maryam Rachmayani, S.Th.I, M.M, selaku Direktur Utama Adara Relief yang memaparkan bahwa Nakbah, adalah malapetaka yang menimpa bangsa Palestina masih berlanjut hingga detik ini.
“Pada hari ini kita kembali mengukuhkan dukungan bangsa Indonesia terhadap Palestina. Sebagaimana pesan Bung Karno untuk kita semua bahwa, “Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel,” ungkapnya.
Sebagai pembuka kegiatan diskusi publik Miko Peled seorang Yahudi Israel pro-Palestina menyampaikan keynote speech secara daring, “Seperti yang kita ketahui bersama pada bulan Mei ini kita memperingati peristiwa malapetaka (catastrophe) Nakbah. Ini adalah peristiwa besar terjadinya pembantaian, pembersihan etnis yang terjadi di kepada rakyat Palestina.
Saat negara Israel didirikan, Palestina hanyalah Palestina, setiap peta yang kita lihat adalah Palestina, namun sementara itu jutaan orang terusir, dan tak terhitung jumlahnya orang Palestina yang dibunuh, kota-kota diambil alih, gerakan zionis menjadi negara Israel. Lalu orang-orang melupakan Palestina. 75 tahun setelah peristiwa Nakbah, perilaku apartheid Israel di atas warga Palestina masih terus terjadi dan menjadi semakin buruk setiap waktu.
Selanjutnya Bagus Hendraning Kobarsyih, M.Si. selaku Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Indonesia turut memberikan keynote speech, beliau menyampaikan bahwa jalur diplomasi yang ditempuh oleh Indonesia turut memberi sumbangsih dalam mengangkat persoalan Palestina di pembahasan tingkat dunia. Melalui Amnesti Internasional, berbagai kejahatan yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina, telah dikategorikan sebagai perilaku apartheid.
Dalam agenda ini Bagus turut menyampaikan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), secara resmi memperingati Hari Nakbah pada Senin, 15 Mei 2023 lalu. Pada momen tersebut Presiden Joko Widodo juga menyatakan bahwa peringatan 75 tahun Nakbah harus menjadi momentum untuk menggelorakan kembali dukungan Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Sebelum pemaparan lebih jauh dalam diskusi publik tragedi Nakbah, seluruh peserta diajak mengulas bersama cuplikan film “Farha”, sebuah film terobosan sutradara Yordania yang menggambarkan penderitaan rakyat Palestina dalam tragedi Nakbah.
Pada kesempatan ini diskusi publik dibuka oleh Hasanah Ubaidillah, Lc., M.Phill selaku sekertaris Asia Pasific Women Coalition for Al-Quds and Palestine sekaligus Direktur Fundrising dan Program Adara Relief menyampaikan bahwa Nakbah tidak hanya terjadi pada tahun 1948, tetapi masih berlangsung hingga saat ini. Zionis hingga saat ini melakukan pembersihan etnis bangsa Palestina melalui tiga agenda besar peperangan, rekayasa tata kota dan penghilangan identitas. Dalam hal ini tentu saja anak dan perempuan menjadi korban yang paling terdampak dari usaha-usaha perilaku apartheid yang dilakukan Israel.
Diskusi kemudian dilanjutkan oleh Yon Machmudi, Ph D., Ketua KTTI, SKSG UI yang menyatakan bahwa, “Kemerdekaan Palestina menjadi solusi perbaikan ekonomi secara permanen, karena itu membangun Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi sangat penting.” Beliau juga berpesan bahwa bangsa Indonesia perlu menjadikan Palestina isu internasional, agar tidak responsif saat ada kejadian besar saja.
Selanjutnya Heru Susetyo, Ph.D. selaku Dosen Hukum Internasional Universitas Indonesia, memaparkan bahwa “Nakbah masih berlangsung hingga saat ini dan masih terus diperingati. Lambang Nakbah adalah kunci, kunci rumah mereka yang tidak bisa mereka tempati lagi. Dan kunci itu terus mereka pegang sebagai harapan, bahkan dari generasi ke generasi.” Ia juga berpesan bahwa bangsa Indonesia harus memperkuat dukungannya untuk mengembalikan Hak untuk Kembali (Right to Return) bagi pengungsi Palestina yang dijamin oleh hukum internasional.
Sebagai penutup, Hadi Nur Ramadhan dari Pusat Dokumentasi (Pusdok) Tamadun mengulas bagaimana peran para pendiri bangsa, baik dari kalangan nasionalis hingga agamis turut serta dalam mendukung kemerdekaan bangsa Palestina. “Aksi solidaritas untuk Palestina sudah ada setidaknya sejak tahun 1930, Prof. Abdul Kahar Muzakkir saat itu mengatakan bahwa memperjuangkan bangsa Palestina adalah mempercepat kemerdekaan Indonesia dan pesan ini bahkan dimuat dalam pers Palestina Sawt al-Sah’b”.
Bersamaan dengan diskusi dan review film, Adara juga menyelenggarakan pameran yang berisi gambaran Tragedi Nakba dan sejarah dukungan para pemimpin bangsa Indonesia terhadap Palestina. Sebagian dari buku-buku yang dipamerkan merupakan koleksi dari Pusdok Tamaddun.
Acara ini turut dihadiri oleh Koalisi Perempuan Peduli Al Aqsa (KPIPA), 21 komunitas Adara, ormas perempuan; PP Salimah, PB Wanita Al Irsyad, Wanita Islam, PUI, Mathlaul Anwar, Asia Pacific Community for Palestine (ASPAC) serta NGO pemerhati Palestina di Indonesia./ JOURNEY OF INDONESIA