JAKARTA – Suasana bergidik muncul silih berganti tatkala mengikuti pementasan teater bertajuk “Ariyah dari Jembatan Ancol” di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (26/7/2023) lalu. Mengadaptasi cerita legenda urban Si Manis dari Jembatan Ancol, yang merupakan cerita legenda masa silam yang sudah ada dari abad ke-19.
Kisah ini memiliki berbagai versi yang berkembang tentang awal kisah Si Manis Jembatan Ancol, namun satu kesamaan yang mencolok adalah tokoh utama dalam cerita, yaitu Ariyah.
Merupakan giat bersama dari Titimangsa dan Bakti Budaya Djarum Foundation yang juga menandakan sebagai produksi Titimangsa ke-63, berlangsung pada 27-28 Juli 2023. Dalam pertunjukan ini penonton diajak merasakan atmosfer yang mencekam dan mengenal lebih dekat sosok ikonik dari legenda urban yang telah dikenal luas oleh masyarakat.
Set panggung sederhana dengan permainan cahaya terasa sangat mendukung segala efek dan cerita yang ditampilkan di atas pentas. Cerita ini diawali tahun 1817-an di mana Ariyah, seorang wanita yang menjadi jaminan utang ibunya kepada Juragan Tambas. Namun, ketika mereka tidak bisa membayar utang, Ariyah terpaksa menjadi istri muda si Juragan.
Hal ini mendapat pemberontakan dari kekasihnya Karim yang akhirnya berujung pada tragedi dan kematian keduanya. Mayat Ariyah dibuang dari Jembatan Ancol, sedangkan mayat Karim tidak diketahui keberadaannya. Ariyah yang tidak pernah merasa dirinya mati akhirnya gentayangan mencari kekasihnya. Ia juga gentayangan karena tak sempat meminta maaf dan berpamitan pada ibunya setelah usulnya menjadi jaminan utang berakhir petaka.
Di masa kini, Ariyah yang gentayangan bertemu bersama dengan Yulia, Yudha, dan Tante Mus yang berusaha menghadapi mafia tanah bernama Bos Mintarjo yang mengancam rumah mereka. Dalam prosesnya, hubungan masa lalu dan aroma kayu manis menjadi kunci dalam memecahkan misteri yang melibatkan cinta, dendam, dan keberanian. Perjumpaan yang tak kunjung ada, perpisahan dengan orang-orang tercinta dan perasaan bersalah adalah hantu yang sesungguhnya.
Naskah yang ditulis oleh Kurnia Effendi ini ditampilkan di atas panggung dengan arahan sutradara Joned Suryatmoko dan Heliana Sinaga. “Pengalaman kita dengan cerita hantu sangat beragam dan semakin termediasi dalam budaya populer mulai dari komik, novel, film hingga video di media sosial. Berlimpahnya bahan tentang cerita ini seringkali menumpulkan kepekaan kita pada hantu itu sendiri,” ujar Joned Suryatmoko yang berperan sebagai Sutradara dan Direktur Artistik”
“Pementasan Ariyah ingin memunculkan kembali pengalaman bertemu dengan cerita hantu itu lewat medium langsung di atas panggung teater. Lebih dari pada itu, pementasan Ariyah memberi kita waktu untuk memikirkan ulang siapa dan apa sebenarnya hantu yang ada dalam kehidupan modern sekarang ini,” tambahnya
“Ariyah dari Jembatan Ancol merupakan pertunjukan yang berbasis legenda urban dilandasi oleh gagasan solidaritas/persaudaraan sesama perempuan. Teks dan pemanggungannya hilir mudik antara masa lalu dan masa kini, namun saling berkelindan membuat pertunjukan ini menjadi lebih dinamis dan intens. Kita merayakan kerja-kerja keaktoran yang memiliki latar belakang disiplin dan metode keaktoran yang berbeda: realis, tubuh, musikal dan komedi; berkolaborasi dengan seluruh tim yang terlibat,” tutur Heliana Sinaga sebagai Sutradara.
“Pertunjukan ini bukan hanya menggembirakan, namun juga menegangkan. Ini pertama kalinya kami membuat sebuah pertunjukan yang sangat berbeda dari sebelumnya. Kami ingin mencoba dan menawarkan sesuatu yang baru. Selama ini, sastra sering dimunculkan sebagai teks di atas panggung, kali ini sastra dihadirkan dengan kuat sebagai peristiwa. Kalau biasanya menonton film horor itu sangat menegangkan, bayangkan bagaimana hal itu diwujudkan di atas panggung,” ungkap Happy Salma yang berperan sebagai produser pementasan ini bersama dengan Pradetya Novitri.
Ia juga menambahkan bahwa cerita ini tidak hanya memberikan pengalaman batin, namun juga sensasi yang diterima oleh indera penglihatan, pendengaran, dan aroma yang dimunculkan di area pertunjukan. Selain itu, kita juga bisa melihat perspektif lain dari sejarah yang ada di Indonesia bahwa legenda urban itu sendiri bukan sesuatu untuk menakut-nakuti, namun itu adalah cerminan logis dan sosiologis masyarakat yang ada di sekitarnya.
“Ini adalah yang kedua kalinya saya terlibat dengan Titimangsa dan senang sekali rasanya bisa berkolaborasi kembali. Saya mengikuti perjalanan Titimangsa memproduksi pentas-pentas teater di tanah air. Kali ini cerita yang diangkat tidak biasa, cerita legenda urban yang dikemas tidak biasa,” ujar Melyana Tjahyadikarta sebagai Koproduser.
Dalam menampilkan cerita yang menghadirkan ragam emosi dan pengalaman hidup yang luar biasa dari para karakter, pementasan ini menghadirkan nama-nama besar di panggung teater dan dunia seni peran layar kaca. Kolaborasi Chelsea Islan, Mikha Tambayong, Ario Bayu, Gusty Pratama, Lucky Moniaga, Derry Oktami, Sarah Tjia, Rahayu Saraswati, Ririn Ekawati, Joind Bayuwinanda, Josh Marcy, dan Siko Setyanto, membawakan karakter-karakter kuat penuh emosi untuk menciptakan pengalaman panggung yang menarik dan memukau penonton./ JOURNEY OF INDONESIA