Membuka awal tahun 2019, sebuah film yang diadaptasi dari sebuah game DreadOut dirilis. Ini merupakan film bergenre horor pertama yang diangkat dari game horor karya developer Indonesia (Digital Happiness) yang telah sukses secara Internasional. Game ini sendiri memang berasal dari para creator game asal Bandung, Rachmat Imron.
Film garapan rumah produksi Goodhouse.id ini didukung oleh beberapa partner, yaitu CJ Entertainment, Sky Media, Nimpuna Sinema dan LytoGame. LytoGame merupakan perusahaan game terbesar di Indonesia yang mendukung diangkatnya game DreadOut ke layar lebar.
Kimo Stamboel sebagai sutradara memang ingin mempertahankan identitas dari game DreadOut yang berasal dari Jawa Barat. “Gue me-respect game aslinya dan bahasanya, ada bahasa Sunda dan juga mengambil latar belakang budaya Sunda. Penciptanya yang meng-create itu,” kata Kimo Stamboel di Grand Indonesia, Jakarta Selatan, Rabu (2/1/2019).
Film ini merupakan sebuah prekuel dari game yang menceritakan kelompok siswa SMA yang berharap mendapatkan popularitas di media sosial.
Film diawali oleh sebuah ritual yang diikuti oleh beberapa orang dewasa dan satu anak kecil. Dalam ritual tersebut ada seorang sosok yang terbujur kaku dengan ditutupi oleh kain batik yang meronta-ronta ingin terlepas dari pegangan beberapa orang pria. Sosok tersebut mengeluarkan bunyi seperti sebuah monster yang tidak suka kenyamanannya diusik.
Di sisi lain diperlihatkan bagaimana satu orang perempuan yang dipaksa untuk membacakan sebuah mantra. Belakangan diketahui mantra tersebut digunakan untuk mengambil sebuah keris dari dalam tubuh yang tertutup kain. Di ruangan itu juga ada seorang anak kecil yang ketakutan melihat ritual tersebut. Keris pun berhasil dikeluarkan, dan beberapa orang polisi tiba-tiba masuk membubarkan ritual tersebut. Sampai di sini penonton pun dibuat menerka-nerka kejadian selanjutnya.
Beberapa tahun kemudian, ada sekelompok siswa SMA ini pergi ke apartemen kosong, mereka sengaja mengunjungi apartemen tersebut dimalam hari untuk merekam kegiatan mereka selama di sana.
Namun karena rasa penasaran, salah seorang dari mereka Linda (Caithlin Halderman) tanpa sengaja membuka portal misterius dan menyeret mereka ke dalam petualangan menyeramkan dan mengancam jiwa mereka.
Dari awal cerita penonton disuguhkan dengan jumpscare yang naik turun. Meskipun terkadang penonton kecele dengan suasana tegang yang ditampilkan, DreadOut memberikan rasa berbeda ketika memperlihatkan sosok hantu yang kerap muncul di film-film horor. Efek suara tidak mengejutkan, sehingga adegan tetap dapat dinikmati penonton. Kimo cukup baik memainkan emosi penonton dengan efek dramatis yang ditampilkan.
Suasana berubah tegang ketika kelima remaja tersebut tanpa sengaja masuk ke lorong gaib di dalam apartemen. Ketiga orang berhasil kembali ke dunia nyata, namun Linda dan Jessica (Marsha Aruan) masih terperangkap di dunia lain dan mendapat teror dari makhluk yang mengerikan.
Dari sini adegan terasa lambat dan membosankan, jumpscare yang diperlihatkan ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi yang sudah dibayangkan sebelumnya. Sosok hantu yang muncul sedemikian mudahnya diusir hanya dengan bermodalkan sinar dari flash ponsel yang dibawa Linda dari dunia nyata. Lucu? Sah aja sih, namanya juga hantu millenial. Lucunya lagi ponselnya masih tetap hidup ketika berpindah ke dunia lain yang harus melalui sebuah putaran air.
Film ini bergenre horor survival, tapi horor yang ditampilkan tidak membuat penonton ngos-ngosan dari berbagai rintangan yang ditampilkan. Hantu yang muncul memang menyeramkan tetapi hanya ditampilkan sekedarnya saja. Kemunculan hantu berkebaya merahpun tak mampu membuat penonton ketakutan, dengan menggunakan bahasa Sunda sosok misteri ini agak tidak nyambung dengan diawal cerita.
Meskipun dia mencari keris yang entah dari mana datangnya tiba-tiba ada di tangan Linda. Sedikit nyambung dengan alur di awal cerita, tapi sama sekali tidak ditampilkan asal usul si Kebaya Merah. Kimo cukup berhasil menampilkan sebuah kolam berair di dalam apartemen sebagai pintu ke alam gaib. Tapi sepanjang scene DreadOut tidak bisa membawa penonton ke suasana yang mencekam.
Adegan hanya terpaku kedua lokasi apartemen dan alam gaib yang memperlihatkan sebuah hutan dan rumah adat Sunda. Keluar masuk, tanpa ada kejutan lain yang biasa ditampilkan di film horor survival. Jujur capek nontonnya.
Mungkin yang patut diapresiasi adalah dari sisi CGI, sang sutradara cukup apik menampilkan beberapa adegan ketika si Kebaya Merah (Rima Melati) melayang-layang di udara. Begitupun dengan kemunculan hantu yang muncul dari dalam tanah dan beberapa adegan seram lainnya. semuanya kelihatan natural. Dari salah satu scene, Kimo juga terlihat apik menempatkan camera sehingga adegan yang ditampilkan sangat mirip di dalam gamenya.
DreadOut sendiri tidak menampilkan adegan sadis yang berdarah-darah, hanya ada salah satu scene saja yang memperlihatkan satu karakter yang terpotong tangannya. Dari sisi cerita, DreadOut menampilkan alur yang kurang kuat. Akan tetapi plot twist pada akhir cerita disajikan dengan tidak terduga, meskipun masih bisa ditebak sih.
Pada film DreadOut, selain tiga nama diatas film ini masih diperkuat dengan kehadiran Erik (Jefri Nichol), Dian (Susan Sameeh), Beni (Iryadillah), Alex (Ciccio Manassero), dan Ira (Cathy Natafitria). Semuanya mampu membuat suasana menjadi hidup. Akting para pemain terutama Caitlin Halderman cukup baik, sehingga penonton tidak menduga kalau ini adalah film horor Caitlin pertama kalinya.
Satu hal yang membuat risih adalah dialog antar pemain, memang sih film ini ingin menampilkan latar belakang budaya Sunda. Alangkah baiknya jika para pemain yang terlibat mendalami dialog Sunda. Jadi yang disebut bukan hanya nama salah satu binatang saja (Anj****), cukup mengganggu dengarnya. Apa iya bahasa Sunda identik hanya dengan satu kata itu saja? Gak ada lucunya sama sekali.
DreadOut awalnya menyasar penonton usia remaja, tapi bagi yang belum berusia 17+ dilarang untuk menontonnya, meskipun tidak ada adegan romantis sedikitpun. Penasaran? DreadOut sudah mulai tayang sejak tanggal 3 Januari 2019 kemarin./ JOURNEY OF INDONESIA