Satu lagi sebuah film diangkat oleh sutradara Rizal Mantovani dari sebuah mitos yang berkembang di masyarakat tentang lagu ‘Lingsir Wengi’. Siapapun yang mendengar tembang ini apalagi di malam hari, pastinya membuat bulu kuduk merinding. Konon katanya, lagu Lingsir Wengi adalah sebuah tembang Jawa yang digunakan untuk memanggil sosok Kuntilanak. Nah, seram kan?
Sebagai sebuah tema film “Tembang Lingsir“, cerita disini memang cukup seram, apalagi dengan dukungan visual dan audio yang ditampilkan pastinya sebuah film akan memunculkan sebuah cerita mistis yang menguatkan mitos tersebut.
Film dimulai dengan sebuah sosok seorang wanita yang bernama Nawang (Erlyn) menyanyikan lagu Lingsir Wengi dengan mimik wajah ketakutan. Peristiwa aneh pun terjadi, muncul akar dengan cepat menjalar ke seantero rumah Nawang dan berusaha mengejar putrinya, Mala (Marsha Aruan).
Nawang yang tahu apa dan siapa dibalik akar itu berusaha melindungi Mala dengan melemparkan lampu minyak yang digantung di dinding rumahnya. Sekejap api membakar akar dan juga mulai membakar rumahnya yang terbuat dari kayu.
Nawang tahu saat itu adalah jelang kematiannya, sebelum api membakar tubuhnya Nawang membisikkan pesan ke Mala agar ketika tiba saatnya nanti selalu ingat untuk menyanyikan lagu Lingsir Wengi yang sudah diajarinya sejak kecil.
Namun bersamaan dengan itu, akar melepaskan diri dari kaki Mala. Tiba-tiba sebuah ujung akar mencapai kerongkongan Mala dan membuat suara Mala kini “terkunci“. Mala yang sudah yatim piatu dibawa adik Nawang, Gatot (Teuku Rifku Wikana) dan Gladys (Meisya Siregar), untuk tinggal bersama mereka. Pasangan ini mempunyai dua anak, Desi (Aisyah Aqila) dan Ronald (Farras Fatik), dua sepupu Mala yang sudah lama tidak bertemu.
Di rumah omnya tersebut, Mala menemukan banyak keanehan, seperti pintu bergerak-gerak, gamelan berbunyi sendiri, munculnya sosok perempuan seram di kamarnya yang selalu memanggil namanya, dan sesosok perempuan misterius di halaman yang selalu ada dibenak Mala. Di rumah itu juga dihuni oleh Mbak Rahma (Ida Zein), asisten rumah tangga yang tidak suka dengan kemunculan Mala di rumah itu. Anehnya, sosok perempuan yang selalu ada di benak Mala ternyata juga ada selalu dibenak Desi. Mereka berdua menggambarkannya ke dalam sebuah sketsa di buku gambar.
Suatu malam, sosok wanita yang selalu memanggil nama Mala menyodorkan sebuah sobekan kertas dengan tulisan yang sangat cocok dengan bagian yang hilang di salah satu halaman buku tebal milik Gatot. Belakangan diketahui bahwa sobekan kertas itu berisi lirik lagu Lingsir Wengi.
Perlahan teror demi terorpun dialami seisi rumah, namun latar belakang dibalik hilangnya suara Mala mulai terkuak. Mampukah Mala menghadapi teror demi teror di rumah itu? Bagaimana nasib keluarga Gatot?
Tembang Lingsir atau Lingsir Wengi bila orang awam yang mendengarnya bisa menimbulkan rasa takut karena bernuansa mistis dan menyeramkan. Apalagi Rizal Mantovani pernah menggunakan lagu ini di film Kuntilanak tahun 2006 lalu yang dipakai untuk menanggil sosok hantu tersebut.
Coba simak sebagian lirik dari lagu tersebut: “Lingsir wengi, sepi durung biso nendro, kagodho mring wewayang, kang ngreridhu ati. Kawitane mung sembrono njur kulino, ra ngiro yen bakal nuwuhke tresno” artinya:… Menjelang tengah malam, saat menjelang tengah malam, sepi tidak bisa tidur tergoda bayanganmu di dalam hatiku. Permulaannya hanya bercanda kemudian terjadi tidak mengira akan jadi cinta….
Ada beragam tafsir masyarakat terhadap Lingsir Wengi. Banyak yang meyakininya sebagai tembang pemanggil hantu (spesifik lagi, kuntilanak), ada yang menyebut sebagai pengusir hantu, dan ada juga yang berupaya meluruskan bahwa tembang Jawa ini tak ada sangkut pautnya dengan hantu. Seperti yang dilakukan Rizal Mantovani.
Penulis skenario Andhika Lazuardi mencoba untuk menafsirkan Lingsir Wengi dengan suasana yang berbeda dari film Rizal sebelumnya, lagu ini digunakan lebih kepada pengusiran tokoh jahat dalam film ini.
Dari sisi cerita sebetulnya film ini mempunyai cerita yang kuat, ditambah dengan akting para pemainnya yang cukup bagus. Sinematografi juga tidak mengecewakan dan cukup membawa penonton ke dalam suasana seram dan teror yang tidak terduga di film ini.
Namun ketika cerita sampai ke klimaksnya, film ini menjadi datar dan tidak ada kejutan lain selain dengan beberapa jump-scare yang disajikan.
Sayangnya tembang Lingsir Wengi yang menjadi kekuatan di film ini tidak disajikan dengan baik. Marsha Aruan kurang dapat membawakan lagu ini dengan baik, sehingga tembang yang seharusnya mempunya daya magis ini hanya terdengar datar dan biasa saja.
Film garapan Dee Cinema dan MD Pictures ini tayang pada 31 Januari 2019, namun pada hari pertama tayang film ini hanya mampu meraih penonton sebanyak 17.272 saja./ JOURNEY OF INDONESIA