JAKARTA – Memasuki tahun ke-17 penyelenggaraannya, Jazz Gunung kian menegaskan diri sebagai salah satu festival jazz paling unik di dunia. Digelar di kawasan pegunungan Bromo tepatnya di Amphitheatre Jiwa Jawa Resort Bromo, Sukapura, Probolinggo. Dengan ketinggian hampir 2.000 meter di atas permukaan laut, suasana merdu jazz berpadu dengan sejuknya udara, semilir angin, dan hamparan pemandangan hijau mempesona bakal menyihir jiwa setiap penonton yang hadir.
Tahun ini, Jazz Gunung bertransformasi menjadi BRI Jazz Gunung Series, yang akan diselenggarakan di tiga lokasi berbeda: Bromo (dua seri pada 19 dan 26 Juli), serta Ijen di Banyuwangi (9 Agustus). Format series ini diyakini membawa dampak ekonomi dan sosial lebih luas.
“Jazz Gunung kini menjadi rangkaian festival, bukan hanya di Bromo, tapi juga di Ijen bahkan akan berkembang ke Slamet. Format ini lebih menguntungkan secara komersial dan menyebarkan manfaat ekonomi ke masyarakat sekitar,” terang Sigit Pramono, Founder Jazz Gunung pada saat konferensi pers di Institut Francais Indonesie (IFI) di bilangan Thamrin, Jakarta.
Ia mencontohkan dari 2.000 penonton, hanya 80 kamar tersedia di sekitar venue. Selebihnya tersebar di Pasuruan, Probolinggo hingga Malang. “Artinya, hotel, homestay, penyedia jeep, kuda, hingga warung kecil ikut menikmati dampaknya,” tambahnya
BRI Jazz Gunung Series 1: BROMO akan dimeriahkan oleh musisi lintas genre dan generasi, mulai dari Emptyyy, Jamie Aditya, lalu kehadiran sekelompok musisi campursari bersuasana jazz kental, Kua Etnika akan tampil dengan sajian east-meet-west, yang menggelitik dan menghibur.

Selain itu, dua kelompok musik yang populer pada eranya masing-masing akan menciptakan sebuah rasa tersendiri. Sebagai grup muda di era 2000-an, RAN yang terdiri dari Rayi, Asta dan Nino akan hadir dengan hitsnya yang populer di kalangan muda negeri ini. Lalu berlanjut dengan kelompok legendaris, Karimata yang dengan pengalaman bermusik yang matang jadi sebuah ruang nostalgia sendiri.
Tak melulu musisi dalam negeri, satu nama lain hadir menghibur penonton adalah Chagall, seorang musisi wanita mengusung electronic-music dari Belanda. Chagall tengah meniti puncak tenar saat ini di belahan dunia Eropa. Sebuah tantangan tersendiri untuk dapat mengenalnya lebih jauh, terutama menyelami musiknya.
“Jazz Gunung adalah panggung bagi musik jazz dan beyond, termasuk etnik dan kontemporer. Tahun ini kami juga hadirkan Papermoon Puppet Theatre sebagai sajian teatrikal seni lintas medium,” ungkap Bagas Indyatmono, CEO Jazz Gunung Indonesia.
Papermoon Puppet Theatre, akan berpentas selama 2 hari pada tanggal 19 dan 20 Juli. Salah satu pertunjukannya akan digelar pada hari Minggu pagi, di kawasan pedesaan sekitar venue. Pertunjukan spesial ini dan tambahan special show istimewa lainnya dari salah satu nama populer yang telah dikenal luas, siapa dia? Coba nantikan saja.

Untuk BRI – JAZZ GUNUNG Series 2: BROMO, akan hadir Lorjhu’, musisi asal Madura yang menyanyi dalam bahasa daerah. Sebagai eorang film-maker sekaligus animator, Badrus Zeman atau Lorjhu’ telah melepaskan single, ‘Malem Pengghir Sareng’ (‘Malam di Pesisir’). Bertema dasar folk berbahasa Madura, ini akan menjadi sebuah daya tarik lain tentunya.
Nama-nama lain yang tak kalah menarik adalah tampilnya jazz-singer, Natasya Elvira yang akan ditemani para musisi session yang menghadiri Bromo Jazz Camp. Ada lagi Bintang Indrianto, yang hadir dalam format trio. Menghadirkan konsep yang melihat jazz dari “sisi yang berbeda”, Bintang Trio akan terasa lebih bebas dalam menyajikan jazz itu sendiri.
Masih ada Tohpati Ethnomission yang akan padukan gitar, bass, drums dengan kendang, gong, kenong dan suling. Lalu hadir Sal Priadi yang memiliki keistimewaan dengan lirik lagu yang dimulai dengan kata-kata unik sebagai judul lagu, serta narasi pilihan kata yang “tidak biasa”.
Lantas masih ada nama lain yang datang dari Perancis, Rouge, lewat tema musik yang cenderung sedikit folk, yang menebarkan kegembiraan dan energi positif di tengah udara dingin pegunungan.

BRI – JAZZ GUNUNG Series 2: BROMO ditutup dengan penyanyi cantik Monita Tahalea, yang sangat berpengalaman menjajaki panggung berbagai acara jazz. Monita Tahalea akan menjadi sajian khusus pada special show di tanggal 25 Juli 2025.
Selanjutnya, JAZZ GUNUNG SERIES akan berlanjut dengan BRI – JAZZ GUNUNG Series 3: IJEN pada bulan Agustus 2025, yang diselenggarakan di Amphitheatre, Taman Gandrung Terakota, Banyuwangi. Sederet musisi berpengalaman dengan penampilan unik, menarik, dan yang tentunya bakal mempesona penonton dipastikan akan tampil di BRI – JAZZ GUNUNG Series 3: IJEN.
Seperti yang disampaikan oleh Andy F. Noya selaku Advisor Jazz Gunung Indonesia bahwa dari event ini bisa melihat kolaborasi antara musik jazz dan genre lain yang menunjukkan bahwa musik jazz itu tidak ekslusif.
“Kita membuka diri untuk berkolaborasi dengan seni-seni lainnya. Jazz Gunung Indonesia juga mengundang musisi internasional untuk datang dengan ciri khas musik lokal mereka walaupun tadi disebutkan kalau sekarang lebih ke kontemporer, dan itu tidak apa-apa karena akarnya masih terasa bahwa ini masih Prancis, Irlandia, dan lain-lain misalnya.” tutup Andy./ JOURNEY OF INDONESIA | Nuhaa