JAKARTA – Dunia musik instrumental Indonesia kembali mendapatkan suntikan energi baru dari Timur Jawa. Setelah sempat menepi dalam masa hiatus selama satu tahun, gitaris muda asal Malang, Patrick Lesmana, kembali menampakkan taringnya lewat karya terbaru bertajuk ‘Yabai’. Single ini bukan sekadar unjuk kemahiran jemari di atas dawai, melainkan sebuah pernyataan estetika yang berani, menggabungkan liarnya genre progressive rock era 70-an dengan presisi Japanese contemporary fusion yang modern.
Istilah ‘Yabai’ dalam bahasa Jepang memang memiliki spektrum makna yang luas, mulai dari sesuatu yang berbahaya, gila, hingga sesuatu yang luar biasa keren. Bagi Patrick, dualitas makna inilah yang menjadi fondasi utama dalam meramu komposisi musiknya. Ia tidak sekadar meminjam judul, tetapi mencoba menerjemahkan urgensi dan spontanitas kata tersebut ke dalam struktur lagu yang dinamis.
“Yabai merepresentasikan sisi spontan, eksperimental dan energi tak terduga dalam musik yang saya tulis. Saya memilih konsep Jepang karena saya sangat terinspirasi oleh kultur dan estetika mereka dari anime, seni visual, sampai cara musisi fusion Jepang seperti Casiopea, T-Square, dan Dezolve membentuk sound yang khas tapi tetap “tightt” dan teknikal”, terang Patrick Lesmana menjelaskan visi di balik single keduanya tersebut.

Kedalaman musikalitas Patrick memang tidak tumbuh dari ruang hampa. Ia dibentuk oleh referensi musik yang cukup berat dan beragam untuk musisi seusianya. Tumbuh besar dengan asupan Progressive Rock dan Jazz-Rock medio 1960 hingga 1980-an, pengaruh nama-nama besar seperti King Crimson, Frank Zappa, Yes, hingga pengaruh gaya gitar Allan Holdsworth yang enigmatik, terasa kental dalam napas karyanya. Melalui “Yabai”, Patrick mencoba menarik benang merah antara kompleksitas musik Barat tersebut dengan elemen musik gim Jepang yang melodius namun teknikal.
Menariknya, meskipun Patrick menyandang status sebagai solois gitar, ia tidak terjebak dalam ego untuk menonjolkan diri secara berlebihan. Dalam EP yang juga bertajuk sama yang dirilis pada 2023, ‘Yabai’ diposisikan sebagai sebuah kesatuan kolektif di mana setiap instrumen memiliki ruang bernapas yang setara. Hal ini menjadi antitesis bagi banyak album solois gitar yang sering kali hanya fokus pada pamer teknik kecepatan.
“Yabai adalah judul EP saya yang sudah rilis di tahun 2023 lalu dan di dalam mini album saya tersebut juga ada lagu yang berjudul ‘Yabai’ yang diperkenalkan sebagai single ke 2 setelah ‘Paradise Of Inner Fire’. Kalau disimak secara keseluruhan, EP saya itu tidak berusaha menampilkan gitar sebagai instrumen utamanya melainkan semua instrumen bermain dengan porsi yang sama. Dalam hal ini, komposisi adalah yang saya coba tonjolkan dalam lagu-lagu di dalam EP tersebut termasuk ‘Yabai’, tandas Patrick Lesmana.
Secara teknis, lagu ini merupakan laboratorium eksperimen bagi Patrick. Pendengar akan disuguhi dengan permainan time signature yang tidak lazim namun tetap terjaga alurnya. Ia mengakui bahwa tantangan tersendiri adalah bagaimana menjaga agar musik yang kompleks tidak terdengar kaku atau kehilangan nyawa emosionalnya. Ia menegaskan, “Secara komposisi, ‘Yabai’ menggabungkan elemen progressive rock, jazz fusion, dan nuansa Japanese contemporary fusion. Ada banyak permainan time signature, harmoni kompleks, dan improvisasi yang tetap punya alur emosional”.

Di balik layar, proses kreatif ini berjalan cukup organik di studio pribadinya, Suara Wibu Production. Sebagai musisi yang juga sangat mengagumi gaya permainan Al Di Meola hingga Ritchie Blackmore, Patrick berupaya keras agar teknikalitas yang ia miliki tidak mengubur rasa dari lagu itu sendiri. “Tantangan terbesarnya justru menjaga keseimbangan antara teknikalitas dan feel, karena di genre seperti progressive fusion, mudah sekali terjebak dalam permainan rumit tapi kehilangan rasa”, ungkapnya.
Kehadiran single ini juga disambut baik oleh Fransiscus Eko dari Cadaazz Pustaka Musik yang bertindak sebagai co-producer. Baginya, merilis karya Patrick adalah sebuah tantangan logistik tersendiri mengingat kesibukan sang musisi di berbagai proyek musik lintas genre di Malang. Eko mengakui ada sedikit rasa penasaran yang belum tuntas, terutama mengenai visualisasi dari karya ini. “Patrick ini sibuk banget, proyek musiknya banyak dan dia juga ikut bergabung dengan beberapa band berbeda genre di Malang. Bisa merilis single kedua ini sudah membuat saya cukup lega. Yang masih nge-ganjel adalah video musik nya belum sempat di buat karena Patrick sendiri masih belum punya waktu luang ke Jakarta”, tutur Fransiscus Eko.
Bagi Patrick Lesmana, ‘Yabai’ hanyalah satu kepingan dari kolase besar musikalitas yang ingin ia bangun. Ia tidak ingin mengurung diri dalam satu kotak genre yang sempit. Ke depannya, ia berencana mengeksplorasi repetoar yang lebih luas, menjadikan setiap karya solonya sebagai refleksi dari apa yang ia dengarkan setiap hari. “Saya tidak ingin terpatok satu genre saja, saya ingin menjadikan karya – karya solo saya sebagai sebuah kolase untuk menunjukan banyaknya repetoar yang saya dengarkan sehari-hari dan tidak berhenti di satu genre saja”, tutupnya optimis.
Kini, ‘Yabai’ sudah bisa dinikmati di berbagai platform digital. Bagi penikmat musik yang merindukan jalinan harmoni yang rumit namun tetap nikmat untuk disimak, karya Patrick Lesmana ini menawarkan pengalaman audio yang segar dan berbeda di tengah arus musik populer saat ini./ JOURNEY OF INDONESIA | iBonk

















