PROBOLINGGO — Malam di Jiwa Jawa Resort Amphitheater, Bromo, pada Jumat, 25 Juli 2025, dipenuhi kehangatan emosional saat Monita Tahalea membuka Special Show BRI Jazz Gunung Bromo Series 2. Dalam suhu yang menusuk hingga 16 derajat Celsius, suara lembut Monita membelah dingin dan menyulut keintiman di antara barisan penonton yang memenuhi amfiteater alam pegunungan Tengger.
Monita tampil sebagai satu-satunya musisi dalam sesi pembuka ini, menandai peluncuran album keempatnya bertajuk Merona, yang baru dirilis digital pada 30 Juni lalu. Album ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan dua dekade Monita di industri musik Indonesia, menghadirkan sembilan lagu yang menggambarkan pergulatan batin, kerentanan, serta keberanian yang ia lalui selama lima tahun terakhir. “Album ini menjadi ruang jujurku. Tentang fase-fase hidup yang penuh warna, rasa, dan keberanian,” ujarnya selepas konser.
Setlist malam itu mengalir dengan alur puitis, dimulai dari ‘Solenna’ dan ‘Labuan Hati’, kemudian berlanjut ke sejumlah lagu dari Merona, seperti ‘Kawan’, ‘Seketika’, dan ‘Perahu’.

Meski beberapa lagu masih asing di telinga penonton, Monita berhasil menciptakan suasana hangat melalui penuturan cerita di balik proses penciptaan tiap lagu, membuat konser terasa personal dan dekat. Salah satunya adalah lagu ‘Matcha With The Sun’, yang ia tulis karena kecintaannya pada minuman matcha hingga mengalami asam lambung. Kisah jenaka ini justru memancing gelak tawa audiens.
Malam itu juga menjadi saksi kolaborasi indah Monita dengan pianis dan komposer Sri Hanuraga. Keduanya menyuguhkan dua lagu yakni ‘Merona’ dan ‘Kehidupan’. Lagu terakhir memiliki kedekatan emosional yang kuat karena terinspirasi dari pengalaman kehilangan, pertama kali direkam oleh Hanuraga dalam albumnya tahun 2020. Namun kali ini dibawakan Monita dalam aransemen kontemplatif dengan sentuhan elektronik, selaras dengan eksplorasi bunyi yang mendominasi Merona.
Salah satu momen paling menyentuh hadir lewat lagu ‘Michibata No Hana (Bunga di Tepi Jalan)’, sebuah karya kolaboratif bersama Rachel Victoria. Lagu ini terinspirasi dari bunga kecil di tepi jalan di Jepang yang sering luput dari perhatian. “Kadang keindahan tidak perlu berteriak. Kalau memang indah, ya berbunga saja,” ujar Monita di atas panggung, menuai tepuk tangan hangat dari para penonton.
Secara total, Monita membawakan 13 lagu dalam konser berdurasi lebih dari satu jam. Di antara lagu-lagu barunya, ia menyelipkan nomor-nomor nostalgia seperti “Bisu”, “Hai”, dan “Memulai Kembali”, yang dilanjutkan dengan “Laila” sebagai encore dari album Dari Balik Jendela (2020). Aransemen khusus dengan elemen elektronik memberikan nuansa segar yang tetap sejalan dengan tema album terbarunya.

Monita juga tak luput mengapresiasi kehadiran para peserta Jazz Camp Bromo 2025, sebuah program pendampingan musisi muda yang turut digelar di kawasan tersebut. “Anak-anak ini luar biasa. Mereka menulis dengan jujur, penuh warna. Aku ikut belajar dari mereka,” ucapnya dengan mata berbinar.
Tampil di Jazz Gunung bukanlah kali pertama bagi Monita, namun ia mengaku tetap terkesan setiap kali kembali. “Pengalaman main di sini selalu menyenangkan. Ketika musiknya langsung menyatu dengan alam, frekuensinya kayak langsung nemu aja,” ungkapnya. Bagi Monita, panggung Jazz Gunung adalah tempat yang tepat untuk memperdengarkan karya yang lahir dari keheningan, refleksi, dan cinta terhadap alam.
Konser ini menjadi pembuka yang sempurna menjelang hari kedua Jazz Gunung Bromo 2025 yang menghadirkan deretan musisi seperti Lorjhu’, Natasya Elvira, Rouge (Prancis), Sal Priadi, Tohpati Ethnomission, dan Bintang Indrianto Trio.
Dengan perpaduan antara suara merdu, kepekaan lirik, serta suasana magis alam Bromo, penampilan Monita Tahalea lebih dari sekadar konser. Ia menciptakan ruang batin kolektif di mana musik menjadi bahasa jiwa, dan setiap nada menjelma menjadi pelukan hangat dalam dinginnya malam pegunungan./ JOYURNEY OF INDONESIA | iBonk