JAKARTA – Jazz Gunung tidak hanya menyajikan konser di ketinggian, namun juga menghadirkan pesan kuat soal inklusivitas dan kolaborasi budaya. Ini diperkuat dengan dukungan dari pemerintah, sponsor utama BRI, serta komunitas lokal dan internasional.
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan Kemenpar, Vinsensius Jemadu, menyampaikan komitmen dukungan konkret pemerintah untuk Jazz Gunung Series 2025. “Kita akan bantu amplifikasi promosi lewat media sosial dan saluran visual milik Kemenpar. Bahkan Videotron di Patung Kuda akan digunakan untuk menyebarluaskan informasi acara ini,” ujarnya dalam konferensi pers di IFI Jakarta pada 3/7/25 kemarin.
Tak hanya promosi, Vinsen menyebutkan kemungkinan dukungan fasilitas seperti panggung, lighting, hingga line-up artis, sesuai skema birokrasi yang memungkinkan. “Yang pasti, doa kita selalu menyertai agar acara di pegunungan ini berjalan lancar dan tidak ada yang kedinginan,” selorohnya.
Yang patut disayangkan bahwa selama ini kita menyelenggarakan event yang memiliki IP Luar, yang berefek rupiah ataupun dollar bisa mengalir keluar. “Padahal dalam negeri sendiri kita mempunyai talenta-talenta dan potensi-potensi yang luar biasa untuk kita kembangkan event-event yang betul-betul hasil karya kreativitas komunitas”.
“Ada anak-anak yang luar biasa talentanya, dan ini yang menteri pariwisata inginkan supaya kedepannya event-event yang IP lokal ini, bisa naik kelas menjadi event yang bertaraf internasional dan juga bisa mendatangkan kunjungan wisatawan mancanegara yang begitu banyak,” sebut Vinsen.
Bagi Andy F. Noya, Advisor Jazz Gunung Indonesia menyebutkan kekuatan utama festival ini adalah kemampuannya merobohkan batas eksklusivitas jazz. “Jazz Gunung membuka ruang kolaborasi lintas genre dan budaya. Dulu kita pernah undang Didi Kempot yang menggabungkan campursari dengan jazz. Itu luar biasa,” ucapnya.

Andy menyoroti bagaimana Jazz Gunung Ijen pernah menggabungkan tarian Gandrung Banyuwangi dengan sinden legendaris Bu Temu, menciptakan pertunjukan yang menyentuh sanubari. “Jazz Gunung bukan hanya soal musik, ini adalah selebrasi budaya.”
BRI sebagai sponsor utama pun tidak hanya menyokong secara finansial, tapi juga mendorong adopsi teknologi di kalangan penonton. Aplikasi BRImo diharapkan bisa menjadi solusi pembayaran utama selama event berlangsung. “Lewat BRImo, pengunjung bisa transaksi dengan mudah. Ini bagian dari upaya kami menjalin hubungan lebih erat dengan komunitas pecinta musik jazz,” ujar perwakilan dari BRI.
Sebelumnya di awal konferensi pers, founder Jazz Gunung Sigit Pramono sempat memberi contoh konkret manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat sekitar Bromo: dari hotel, homestay, penyewa jeep dan kuda, hingga warung-warung kecil. “Kalau ada 2000 penonton, maka butuh 1000 kamar. Kami hanya punya 80, sisanya tersebar di sekitar Bromo, Pasuruan, Probolinggo, hingga Malang,” terangnya.
Di tahun ini, mereka juga memperluas dampak sosial ekonomi lewat penyelenggaraan festival yang diperpanjang menjadi dua seri dengan jeda seminggu, dilengkapi dengan pameran UMKM, seni, dan budaya. Kegiatan ini didukung oleh ISI Yogyakarta dan diharapkan mampu meneteskan manfaat ekonomi lebih luas ke komunitas lokal.
Pada penyelenggaraan di tahun 2025 ini, Jazz Gunung Series hadir di tiga rangkaian events, yaitu BRI JAZZ GUNUNG Series 1: BROMO pada tanggal 19 Juli, BRI JAZZ GUNUNG Series 2: BROMO pada tanggal 26 Juli, dan BRI JAZZ GUNUNG Series 3: IJEN pada bulan Agustus./ JOURNEY OF INDONESIA | Ismed Nompo