YOGYAKARTA – Ekosistem industri kreatif di Yogyakarta menemukan titik temu baru dalam diskusi lintas komunitas bertajuk Roof Talk #1: “Monetisasi Karya & Aktivasi Ruang”. Acara yang digagas oleh Jogjalink.co.id dan Studio 103 ini digelar di Rooftop Pasar Prawirotaman pada 23 November 2025, menyatukan pegiat seni, pengelola ruang publik, praktisi platform digital, hingga pembuat kebijakan untuk merumuskan formula keberlanjutan ekonomi kreatif.
Diskusi ini menghadirkan lima narasumber kunci: Ibnu Prabowo (Founder Jogja Link), Agung Dini Wahyudi Soelistyo (Kepala UPT Bisnis/Pengelola Studio 103), Sigit Nurcahyo (Komisi B DPRD Kota Yogyakarta), Anton Sugiarto (platform Semuabisa.org), dan Adit “Doodleman” (Yogyakarta Art Crime/YORC).
Inti dari diskusi ini adalah penekanan bahwa karya kreatif harus memiliki nilai ekonomi yang berkelanjutan. Ibnu Prabowo, Founder Jogja Link, menegaskan peran platformnya sebagai penghubung dan fasilitator. “Acara ini memperluas jejaring dan menjadi ruang bersama untuk mempromosikan karya kreatif secara lebih luas,” ujar Ibnu.
Ibnu juga menekankan bahwa kunci awal adalah mempertemukan gagasan antar-pelaku kreatif. Jogjalink.co.id hadir untuk memperluas visibilitas karya sekaligus menjadi kanal aspirasi.
Pesan ini diperkuat lewat kisah sukses nyata dari komunitas seni jalanan. Adit “Doodleman” dari YORC menceritakan transformasi komunitasnya dari sekadar ekspresi menjadi entitas yang mampu menciptakan peluang ekonomi.
“Setelah kami memperkuat literasi, kami sadar mural bukan sekadar ekspresi, tetapi ruang ekonomi kreatif yang bisa membuka peluang,” kata Adit. YORC kini menjadi contoh bagaimana seni jalanan berhasil bermitra dengan brand, menginisiasi event, dan menghasilkan karya mural komisioning yang menjadikannya success story di ekosistem seni Yogyakarta.
Lantas, bagaimana karya-karya ini menembus pasar yang lebih luas? Anton Sugiarto dari platform Semuabisa.org menawarkan perspektif pasar digital. Ia menghilangkan mitos kesulitan dalam ekspor, menegaskan bahwa keterampilan digital dasar sudah cukup untuk membuka jalur perdagangan internasional. “Kalau bisa jualan di marketplace atau media sosial, artinya kita bisa ekspor. Peluangnya besar bagi siapa pun,” jelas Anton.
Hal ini menggarisbawahi bahwa monetisasi karya membutuhkan akses pasar yang tepat, yang kini semakin dimudahkan oleh platform digital. Pondasi utama yang mengikat seluruh gagasan ini adalah ketersediaan dan aktivasi ruang kreatif. Agung Dini Wahyudi Soelistyo, pengelola Studio 103, menyoroti peran strategis Rooftop Pasar Prawirotaman sebagai ruang kolaborasi yang dibangun untuk terus dihidupkan.
“Studio 103 sejak awal bertumbuh dari kolaborasi. Aktivasi ruang harus memberi manfaat yang saling menguntungkan bagi semua pihak,” kata Agung. Ruang tidak lagi dilihat sekadar sebagai aset, melainkan sebagai ekosistem yang menumbuhkan ide.
Lebih lanjut, dukungan pemerintah Kota Yogyakarta untuk memperkuat ruang kerja kreatif dan fasilitas pendukung seperti studio podcast, foto, dan musik juga menjadi bagian penting dari komitmen. “Aset kreatif harus diaktivasi setiap hari. Ide-ide komunitas justru menjadi sumber inovasi paling kuat,” tambah Sigit Nurcahyo dari Komisi B DPRD Kota Yogyakarta.
Dalam konteks kebijakan, Sigit Nurcahyo mengakui bahwa potensi pasar dan kreativitas sering kali terhambat oleh birokrasi yang kurang fleksibel. Oleh karena itu, masukan dari forum lintas komunitas seperti Roof Talk menjadi sangat vital bagi pemerintah kota. “Industri kreatif sering tidak linear dengan birokrasi. Karena itu, masukan komunitas menjadi bahan penting bagi kami untuk dibahas di komisi,” ujar Sigit. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan regulasi yang lebih adaptif terhadap dinamika industri kreatif.
Diskusi Roof Talk #1 ditutup dengan optimisme tinggi. Sinergi antara komunitas seni, pelaku kreatif, platform digital, ruang kolaboratif, dan dukungan regulasi dinilai sebagai formula paling efektif untuk memperkuat keberlanjutan dan ketahanan ekosistem kreatif di Yogyakarta, mengubah tembok jalanan menjadi peluang ekonomi dan ruang publik menjadi pusat inovasi./ JOURNEY OF INDONESIA | iBonk
















