Berkolaborasi dengan The Paviliun Sarinah Indonesia, Paguyuban Swara Maharddhika (SM) menggelar pertunjukkan budaya yang juga sekaligus memeriahkan peringatan Hari Sumpah Pemuda 2022 dengan tema “Bangkit Pemuda Indonesia” di Anjungan Sarinah Indonesia pada 29 Oktober kemarin.
Acara yang dimulai pada pukul 16.00 WIB tersebut yang dilakukan di stage terbuka ternyata mampu menyedot animo pengunjung untuk menyaksikan ragam pertunjukan budaya seperti tari, nyanyi dan fashion busana nusantara. Walau harus sedikit butuh effort untuk menantang terik sinar mentari sore, pagelaran singkat tersebut masih menandakan jika Swara Maharddhika masih memiliki daya tarik besar untuk disaksikan.
Acara dibuka dengan kehadiran Pasukan Pengibar Bendera Panorama dari SMKN 9 Banten,dan dilanjutkan dengan pembacaan Ikrar Sumpah Pemuda oleh Ai Syarif. Penampilan semakin menggigit tatkala sekelompok penari Saman dari SMA Lab School Cibubur unjuk kebolehan. Rampak tari dari penghujung barat bumi pertiwi ini memang menjadi sebuah pertunjukkan terbaik dan kolosal.
Sebelumnya sudah pula tampil tarian dari sanggar Kembalikan Baliku pimpinan Sandriya Kamerun yang merupakan cucu dari Guntur Sukarno, diselingi kehadiran tampilan penyanyi Alisha & Sasha dan fashion show Benny Ardianto, Aie Syarif 1965, yang dibawakan peragawan & peragawati Swara Maharddhika.
Selain untuk memperingati Sumpah Pemuda, acara ini digagas sebagai rangkaian peringatan ulang tahun SM ke 45 tahun. “Ini semacam puncak peringatan ultah paguyuban SM. Sebelum ini, kami sudah menggelar acara kegiatan sosial ke panti asuhan, panti jompo dan lain-lain. Kami sengaja mengundang para pelajar ikut ambil bagian hari ini, sebagai bentuk regenerasi dari SM,” ungkap Ati Ganda yang bertindak sebagai komandan lapangan dalam event ini.
Ati menambahkan bahwa Paguyuban SM terdiri dari para anggota SM dari angkatan pertama hingga XII, yang masih aktif melakukan serangkaian kegiatan sosial dan pelestarian budaya. “Kami ingin menunjukkan Paguyuban SM masih aktif dan selalu berupaya melakukan kerja kreatif yang maksimal. Kami tidak mencari uang dari kegiatan ini, kami mencari pertemanan dan menjalin persahabatan serta silaturahim sesama anggota,” tegasnya.
Ati Ganda juga menyebut paguyuban SM dibentuk untuk menunjukan tentang citra baik. “Sekecil apapun acara yang kita buat, harus digarap secara maksimal dan profesional,” katanya.
Kesan baik juga diungkapkan oleh Indro Warkop yang turut hadir menyaksikan pagelaran ini. Indro berkisah bahwa dahulu bersama dua rekannya yang sudah almarhum, Kasino dan Dono, secara sengaja atau tidak ikut tertarik masuk ke dalam SM. “Di tahun 77 an itu, Mas Guruh Soekarno bukan hanya sekadar mengajarkan tari di SM, tapi juga memupuk cinta dan bangga dengan budaya sendiri. Di era Soeharto itu, perlu perjuangan keras untuk menampilkan pertunjukan sekelas broadway, tapi dengan isi budaya dari negeri sendiri,” kata Indro.
“Lebih parah lagi, karena situasi politik zaman itu, gara-gara SM mau manggung, saya sempat dipanggil ke Polda dengan Mas Guntur, meski tidak sampai nginep di penjara,” kenang Indro.
Ia juga mengaku terharu melihat antusiasme para penari SM senior yang sudah berusia diantara 50 sampai dengan 60 tampil petang itu. Saya mengenal mereka sejak tahun 1977, gerak tari dan cara senyumnya tidak berubah. Itu kekuatan sekaligus trademark SM yang sulit ditiru. Jujur saya menitikan air mata ketika melihat tari Melati Suci dan Damai dimainkan lagi,” aku Indro.
Paguyuban SM, hingga hari ini bersyukur mendapat tempaan dari Guruh Sukarno untuk terus memupuk cinta pada budaya sendiri dan cinta Tanah Air. “Kami baik perempuan maupun laki-laki, bertahun-tahun di didik dan di tantang Mas Guruh untuk mau mengenakan kain dari rumah ke tempat latihan. Tidak perlu malu, karena kain adalah budaya Indonesia dari Sabang sampai Meurauke,” kenang Hendro Soesarso, salah satu orang di balik layar SM.
“Di sinilah kekompokan seluruh anggota paguyuban diuji, agar bisa berbagi, bergotong royong memberikan sumbangsih dan tali kasih untuk kegiatan terlaksana. Dan kita punya semboyan, bahwa persatuan dan kesatuan adalah kekuatan kita,” tutup Shanty Sandra Primanty./ JOURNEY OF INDONESIA