JAKARTA – Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, mengingatkan pemerintah mengenai penyusunan UU APBN 2025. Menurutnya, mencapai target Indonesia Emas 2045 dan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap) tidaklah mudah. “Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi tahunan antara 6-7%, sementara tren pertumbuhan ekonomi selama dua periode kepemimpinan saat ini hanya mencapai rata-rata 5%,” katanya di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta (30/5/24).
Sebagai Anggota DPR RI Komisi XI, Anis menyoroti rendahnya pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh tingkat produktivitas yang juga rendah. Total Factor Productivity (TFP) Indonesia selama 2005-2019 tumbuh negatif sebesar -0,66, jauh tertinggal dibandingkan Korea Selatan yang mencapai 1,61 pada periode 1971-1995, atau Tiongkok yang mencapai 1,60 selama 2005-2019. “Produktivitas rendah ini disebabkan oleh kualitas SDM yang tertinggal, baik dari sisi produktivitas sektor ekonomi, kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi, inovasi yang tertinggal, hingga rumitnya regulasi dan kepastian hukum,” jelasnya.
Menurut Wakil Ketua BAKN DPR RI ini, kapasitas ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi sangat penting untuk meningkatkan daya saing bangsa melalui efisiensi, desain produk berkualitas, dan teknologi tinggi. Namun, komitmen pemerintah masih lemah, terutama dalam hal belanja anggaran riset dan teknologi yang hanya mencapai 0,28 persen dari PDB. Ini sangat jauh tertinggal dibandingkan Korea Selatan (4,81 persen) dan Malaysia (1,04 persen) menurut data tahun 2020.
Anis Byarwati juga mengutip Indeks Inovasi Global yang dirilis World Intellectual Property Organization, badan PBB yang menunjukkan inovasi Indonesia dalam 10 tahun terakhir berada di peringkat 87, jauh di bawah Singapura (8), Malaysia (36), Thailand (43), Vietnam (44), dan Filipina (51). “Belanja anggaran riset perlu diperkuat. Pada akhirnya, riset, inovasi, dan teknologi yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat. Jika tidak ada keberpihakan negara, sulit rasanya mencapai Indonesia Emas 2045,” tambahnya.
Dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang diusulkan oleh Komisi XI DPR RI, Anis menekankan pentingnya inovasi teknologi sektor keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara simultan. Namun, tantangannya adalah SDM, khususnya rendahnya literasi keuangan.
Legislator perempuan ini juga menyoroti bahwa untuk mencapai SDM berkualitas menuju negara maju, jumlah dan kualitas peneliti Indonesia masih belum memadai. Jumlah peneliti riset dan inovasi per satu juta penduduk Indonesia hanya mencapai 388, jauh lebih rendah dibandingkan Singapura (7.287), Thailand (1.790), dan Korea Selatan (8.408). “Ekosistem riset kita masih lemah, hasil riset kurang aplikatif karena kurangnya kerjasama riset domestik dan internasional. Ini tergambar dari jumlah paten yang diajukan Indonesia hanya 1.445, masih tertinggal dari Malaysia (1.863), Singapura (9.766), apalagi Korea Selatan (267.527),” tutupnya./ JOURNEY OF INDONESIA