PROBOLINGGO — i tengah alunan musik jazz yang menyihir dari panggung terbuka di lereng Gunung Bromo, sebuah dimensi baru dari perayaan seni hadir. Tak hanya telinga yang dimanjakan, Jazz Gunung Bromo 2025 mengajak pengunjung larut dalam harmoni visual lewat Visual Art Exhibition yang berlangsung sepanjang 19 Juli hingga 19 Agustus 2025 di Jiwa Jawa Resort Bromo.
Pameran seni rupa ini bukan sekadar pelengkap dari BRI Jazz Gunung Series 1 & 2. Ia menjadi bagian utuh dari festival, membingkai suasana musikal dengan lanskap estetika yang bisa disentuh oleh mata dan rasa. Seperti alunan saxophone yang meresap ke dalam jiwa, karya-karya seni rupa dalam pameran ini mengundang pengunjung menafsirkan jazz bukan hanya sebagai suara, tetapi sebagai ruang yang hidup dan bisa dirasakan.
Mikke Susanto, kurator sekaligus pengamat seni rupa yang sudah lama malang melintang di dunia seni visual Indonesia, dipercaya menangani perhelatan ini. Di tangannya, pameran menjadi wadah naratif yang kuat. “Pameran ini bukan sekadar pelengkap festival. Ia adalah bagian dari narasi,” ujar Mikke. Menurutnya, seni rupa hari ini tak bisa lagi dilihat sebagai bentuk yang kaku. Ia menjadi cair, responsif, dan improvisasional, sejalan dengan semangat musik jazz.

Berbagai medium dipamerkan, dari lukisan, patung, fotografi, hingga seni instalasi. Bahkan karya-karya desain grafis, interior, animasi, dan poster film turut dihadirkan, memberi spektrum yang luas terhadap apa yang dimaksud dengan seni visual kontemporer. Sejumlah seniman juga menyuguhkan karya yang secara langsung merespons lanskap dan atmosfer Gunung Bromo, menjadikan seni sebagai dialog aktif dengan alam.
Lebih dari sekadar pameran, Visual Art Exhibition menjadi simbol kolaborasi lintas institusi dan disiplin. Diselenggarakan oleh PT Jazz Gunung Indonesia bersama Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, kegiatan ini menandai langkah nyata dalam mendukung pertumbuhan ekosistem kreatif tanah air. Di ruang pertemuan antara musik dan rupa, publik diajak menyelami pengalaman artistik yang utuh.
Lebih jauh, perhelatan ini menguatkan posisi Jazz Gunung sebagai platform budaya lintas disiplin. Ia membuka ruang bagi seni rupa, musik, dan publik untuk bertemu dan berdialog dalam kerangka yang lebih luas: spiritualitas, alam, dan ekspresi kebebasan.

Sejumlah 90-an karya para partisipan (dosen dan mahasiswa) mengikuti agenda yang disupport oleh BRI ini. Para peserta ini berasal dari tiga fakultas yang ada di ISI Yogyakarta. Pertama, ada nama perupa Lutse Lambert, Dwita Anja Asmara, Otok H., M. Sholahuddin, Dony Arsetyasnmoro, I Gede Arya Sucitra, Yoga Budi Wantoro dan lainnya hingga karya berupa buku dari prodi Tata Kelola Seni. Semua berasal dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD).
Nama lainnya seperti Edial Rusli, Pamungkas, Ika Yulianti, Irwandi, M. Fajar Apriyanto, dan nama dosen lainnya bersama mahasiswa yang memproduksi karya fotografi, poster produk televisi, animasi, videografi beserta lainnya karya dosen dan mahasiswa Fakultas Seni Media Rekam (FSMR). Adapun 20-an poster acara seni pertunjukan adalah bagian dari dokumen atau arsip publikasi dan promosi atas kerja para dosen dan mahasiswa dari Fakultas Seni Pertunjukan (FSP)
Dengan pendekatan artistik yang eksperimental, sensitif, dan terbuka terhadap berbagai kemungkinan, Visual Art Exhibition di Jazz Gunung Bromo 2025 menjadi jawaban atas pertanyaan masa kini: bagaimana cara baru menikmati seni? Di sini, jawabannya begitu nyata—melalui suara dan warna, bentuk dan ritme, ruang dan imajinasi./ JOURNEY OF INDONESIA | iBonk