Udara sejuk pegunungan menyambut para pengunjung saat tiba di kawasan Desa Penglipuran. Berada pada ketinggian sekitar 700 mdpl, desa adat ini tak hanya terkenal akan nuansa tradisinya. Selain keramahan penduduknya, kita akan sangat terhanyut dengan keasrian, kebersihan lingkungan, dan rasa tenang di desa nan eksotik ini.
Berjarak sekitar 45 kilometer dari pusat Kota Denpasar, tepatnya terletak di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli dekat dengan Kintamani atau Gunung Batur. Desa wisata ini menawarkan istiadat yang masih dijunjung tinggi oleh masyarakat Bali. Seperti jika kita memasuki desa, pengunjung akan disambut dengan deretan rumah adat yang tertata rapi.
Menurut penduduk desa ini, desa Penglipuran ini telah berdiri lebih dari 700 tahun silam, pada masa Kerajaan Bangli. Desa Penglipuran ini merupakan tempat peristirahatan bagi para raja-raja Bali yang ingin mendapati suasana tenang dan damai. Cocok dengan nama “penglipuran” yang memiliki arti penghibur. Kalau ditilik lebih dalam lagi dilihat dari asal mula namanya adalah “Pengeling Pura” atau tempat suci untuk mengenang para leluhur.
Inilah yang menjadi cikal bakal desa ini menjadi satu dari sejumlah desa adat di Pulau Bali yang masih memegang teguh adat dan budaya Bali. Keadaan ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari para penduduknya yang hingga saat ini masih kuat menjaga tradisi, ritual adat, dan berbagai istiadat lainnya.
Konsep tata ruang pemukiman adat di Desa Penglipuran menganut prinsip trimandala. Konsep tersebut secara fungsi dan tingkat kesuciannya terbagi ke dalam tiga ruang yang berbeda yakni ruang utama, madya, dan nista. Letak ketiga ruang ini membujur dari sisi utara yang melambangkan elemen gunung hingga ke sisi selatan yang melambangkan elemen laut.
Di tengah-tengahnya terbentang jalan desa yang lurus berundak sebagai poros tengah yang membelah ruang madya. Tepat di ujung sisi utara berdiri sebuah bangunan suci berupa Pura Penataran sebagai tempat ibadah bagi para penduduk. Sedangkan ruang madya berisi puluhan rumah penduduk dengan gaya arsitektur khas Bali.
Jalan desa sebagai pemisah di tengahnya dibangun menggunakan batu sikat dan dipertahankan bebas dari kendaraan bermotor. Sedangkan di sisi selatan adalah ruang nista mandala atau tempat bagi para manusia yang telah meninggal alias areal pemakaman.
Karena kekhasan dan keunikan yang dimilikinya, Desa Penglipuran menjadi salah satu desa wisata primadona bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara. Desa adat seluas 112 hektar ini merupakan kawasan pedesaan yang memiliki tata ruang dan arsitektur yang ramah lingkungan. Gaya arsitektur rumah-rumah penduduk di Desa Penglipuran hampir tampak seragam.
Selain itu ada juga lumbung dan balai sebagai tempat untuk menjamu tamu atau wisatawan yang singgah. Beberapa diantaranya juga telah beralih fungsi menjadi kedai dan warung sebagai ruang bagi pengunjung untuk beristirahat sambil berselaras dengan suasana desa yang asri.
Desa ini dapat dikunjungi setiap harinya, namun waktu terbaik untuk datang adalah ketika menjelang Hari Raya Galungan atau setelah Hari Raya Galungan. Di hari itu Anda dapat melihat barisan penjor (pohon bambu panjang yang ujungnya dihias dan ditancapkan di depan rumah) yang menghiasi setiap rumah desa Penglipuran ini. Anda pun dapat menyaksikan gadis-gadis Bali berpakaian adat Bali dan membawa banten (persembahan) untuk menuju ke pura./ JOURNEY OF INDONESIA