DENPASAR — Forum internasional Culture, Heritage, Art, Narrative, Diplomacy, and Innovation (CHANDI) 2025 resmi dibuka di Denpasar, Rabu (3/9/2025), dengan penegasan bahwa budaya dan generasi muda memiliki peran strategis dalam membangun perdamaian dunia.
Dalam sesi Keynote Address di Ballroom The Meru, Bali, Menteri Dalam Negeri dan Warisan Budaya Republik Zimbabwe H. E. Mr. Kazembe, bersama perwakilan pemuda Palestina, Jana Abusalha, menyampaikan pandangan yang menekankan pentingnya menjadikan budaya sebagai fondasi persatuan global.
Dalam pidatonya berjudul “Culture for the Future: A Bridge to Building Peace and Prosperity”, Kazembe menegaskan bahwa budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan kekuatan hidup yang mampu menciptakan masa depan yang damai. “Budaya adalah sumber kekuatan dan kemakmuran. Warisan budaya juga menjadi aset ekonomi strategis yang inklusif dan berkelanjutan. Karena itulah warisan budaya bukan sekadar peninggalan, melainkan inspirasi untuk membangun masa depan,” ujarnya.
Kazembe juga menekankan filosofi Ubuntu yang menjadi pegangan masyarakat Afrika: “Saya ada karena Anda ada, tanpa Anda tidak ada saya.” Filosofi ini, menurutnya, relevan di tengah dunia yang dilanda konflik, krisis iklim, dan ketidaksetaraan.
Ia menambahkan, budaya seharusnya berada di pusat pembangunan. “Kita harus memindahkan budaya dari pinggiran pemerintahan ke pusat perencanaan strategis. Kita harus berinvestasi dalam pendidikan budaya dan menjadikannya identitas yang memberi kepercayaan diri generasi muda untuk tampil di panggung dunia,” katanya.
Sejalan dengan itu, Jana Abusalha dalam pidatonya “The Role of Youth in Fostering Peace Through Culture” menegaskan bahwa kaum muda tidak bisa lagi hanya disebut sebagai pemimpin masa depan. “Terlalu sering kita mendengar bahwa kaum muda adalah pemimpin masa depan. Tetapi sebenarnya, kaum muda adalah pemimpin hari ini. Mereka adalah arsitek masa depan,” tegasnya.

Jana menyebut budaya sebagai bahasa universal yang melampaui batas generasi maupun negara. “Melalui budaya, anak muda dapat menjembatani perbedaan. Budaya adalah penawar paling kuat terhadap perpecahan. Setiap lagu, setiap tarian, setiap festival di tengah krisis adalah cara damai kami untuk mengatakan kepada dunia: kami ada di sini, dan kami akan terus ada,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemahaman terhadap budaya lain mampu mengikis prasangka. “Ada hukum sederhana: ketika kita kurang memahami sesuatu, kita cenderung membencinya. Karena itu, kita perlu mengajarkan kaum muda tentang perbedaan dan pertukaran budaya agar mereka bisa merangkul keberagaman,” kata Jana.
Kementerian Kebudayaan RI menegaskan bahwa sesi Keynote Address ini merupakan penanda penting bahwa budaya adalah alat strategis untuk perdamaian, martabat, dan kemakmuran dunia.
CHANDI 2025 berlangsung pada 3–5 September 2025 di Denpasar, Bali, bertepatan dengan peringatan 80 tahun Kemerdekaan RI. Forum ini dirancang sebagai wadah global untuk memperkuat diplomasi budaya, mendorong strategi inovatif pelestarian budaya, serta kolaborasi lintas negara demi menciptakan ekosistem budaya yang inklusif dan berkelanjutan.
Sejumlah menteri kebudayaan, pejabat tinggi dari lebih 30 negara, serta perwakilan organisasi internasional turut hadir dalam pembukaan. Kehadiran mereka menegaskan bahwa diplomasi budaya semakin menjadi instrumen penting dalam menjawab tantangan global./ JOURNEY OF INDONESIA | iBonk