JAKARTA – Dunia sastra Indonesia kembali menoleh ke salah satu tokoh besarnya, Yudhistira ANM Massardi, dalam sebuah momen yang sarat memori dan penghormatan. Melalui kegiatan bedah buku berjudul “Mengunci Ingatan”, publik diajak menelusuri perjalanan panjang sang sastrawan dalam berbagai peran: penulis karya sastra (novel, cerpen, puisi, lagu, juga naskah sinetron dan teater), jurnalis, pendidik, seniman panggung, hingga pelukis.
Acara yang digagas Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Perpustakaan Jakarta dan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin ini berlangsung pada Sabtu, 3 Mei 2025, di Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki. Tak sekadar seremoni, kegiatan ini menjadi peristiwa literasi yang menghidupkan kembali semangat, pemikiran, dan karya sang maestro sastra Indonesia.

Yudhistira Ardi Nugraha Moelyana Massardi atau lebih dikenal sebagai Yudhistira ANM Massardi bukan sekadar penulis produktif. Lahir di Karanganyar, Subang, pada 28 Februari 1954, ia menulis dalam berbagai bentuk—novel, cerpen, puisi, naskah drama, skenario sinetron, hingga lagu. Ia wafat pada 2 April 2024, meninggalkan warisan karya dan pemikiran yang tak lekang waktu.
Karya-karya Yudhistira memiliki kekhasan dalam membingkai persoalan sosial, budaya, dan spiritual dengan bahasa yang puitis, jenaka, dan reflektif. Salah satu karyanya yang melegenda adalah “Arjuna Mencari Cinta” (1977), dianggap sebagai terobosan berani pada masanya. Dengan gaya karikatural dan penuh ironi, novel ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menyentil norma dan mitos yang telah mapan. Tak heran, di masa Orde Baru, karya ini sempat menuai kontroversi karena dianggap menabrak batas-batas kultural lewat dekonstruksi kisah pewayangan.

Buku “Mengunci Ingatan” yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) bukanlah biografi biasa. Ditulis dengan pendekatan naratif dan dokumenter, buku ini menggabungkan kisah-kisah pribadi, testimoni sahabat, catatan perjalanan, hingga refleksi karya. Tak hanya menghadirkan sosok Yudhistira sebagai seniman, tetapi juga sebagai suami, ayah, saudara kembar, dan manusia yang penuh cinta serta humor.
Penulis buku ini, Yanto Mustofa, bersama sejumlah narasumber seperti Halim HD, Adri Damadji, Kouru Kochi (sahabat dari Jepang), serta Siska Yudhistira—istri Yudhistira, turut hadir dalam sesi bedah buku. Moderator Bambang Sulistiyo memandu diskusi yang hangat, sedangkan MC Carry Nadeak menghadirkan suasana yang intim dan reflektif.

Salah satu momen mengharukan hadir saat Noorca Massardi, saudara kembarnya, mengenang bagaimana Yudhistira mulai menulis puisi sejak muda dan menitipkan karyanya untuk dimuat di media Jakarta. “Ia sering ikut jejak saya. Bahkan pernah honor puisinya sempat tak terkirim karena saya pakai duluan,” ujar Noorca sambil tertawa, menghidupkan suasana nostalgia dalam ruang yang penuh apresiasi.
Ingatan personal juga datang dari sang istri, Siska. Ia mengenang suaminya sebagai sosok romantis yang selalu menghadiahkan puisi di hari ulang tahunnya, bukan benda mewah. “Bagi dia, kata-kata adalah hadiah yang paling abadi. Untaian puisi lebih bernilai dari perhiasan,” ungkap Siska yang terpaut usia 13 tahun dari sang suami.

Kesaksian ini semakin menguatkan bahwa kehidupan Yudhistira bukan hanya tentang pencapaian publik, melainkan juga tentang nilai-nilai keintiman, ketulusan, dan kedalaman emosional yang terekam dalam karya dan perilakunya sehari-hari.
“Mengunci Ingatan” bukan sekadar mengenang sosok Yudhistira ANM Massardi. Ia juga menjadi pengingat bahwa dalam setiap kata yang ditulis dengan jujur, selalu ada jiwa yang ditinggalkan untuk hidup lebih lama dari pemiliknya. Buku ini kini bisa didapatkan di toko buku Gramedia dan platform daring, menjadi bacaan wajib bagi siapa pun yang mencintai sastra Indonesia.
Bedah buku ini menjadi lebih hidup dengan penampilan musikalisasi puisi dan pembacaan karya Yudhistira oleh sejumlah seniman muda. Suasana auditorium Galeri PDS HB Jassin berubah menjadi ruang kontemplasi yang hangat dan menyentuh.

Selain diskusi buku, sebuah pameran sastra juga digelar untuk publik. Pameran ini menampilkan manuskrip, kliping, foto, dan dokumen pribadi yang merekam jejak perjalanan Yudhistira dalam dunia seni. Pameran dibuka sejak 17 April dan akan berlangsung hingga 8 Mei 2025 di lantai 4 Gedung Ali Sadikin, Taman Ismail Marzuki.
Tak hanya itu, seusai bedah buku, pada sesi 2 di gelar pembacaan puisi karya-karya dari Yudhistira ANM Massardi yang melibatkan, Renny Djadjoesman, Yuka Mandiri, Yuni Shara, Cak Lontong, Ratih Sanggarwati,Jose Rizal, Adhie Massardi dan Samuel Wattimena. Lalu ada Musikalitas Puisi yang menghadirkan Iga Massardi, Sal Priadi, Endah & Rhesa, Kunto Aji, Gema Isyak dan Eki Naufal.
Yudhistira mungkin telah berpulang, tetapi lewat buku ini, namanya tak akan pernah hilang dari ruang ingatan para pembaca dan penikmat karya sastra. Ia bukan hanya penulis—ia adalah jiwa yang merasuk dalam setiap puisi, cerita, dan drama yang pernah ia ciptakan./ JOURNEY OF INDONESIA | iBonk