JAKARTA – Terkait dengan pengembalian manuskrip kuno milik HB II yang pada saat ini ada di berbagai museum di London, Inggris, keturunan (Trah) Hamengkubuwono ke II cukup merasa kecewa. Betapa tidak? Pemerintah Inggris hanya mengembalikan 120 manuskrip kuno milik HB II hanya dalam bentuk digital ke keraton Yogyakarta.
“Aset manuskrip harus dikembalikan dalam bentuk aslinya bukan dalam bentuk digital. Dan, kami minta harta asli tersebut dikembalikan kepada kami selaku keturunan HB II untuk kebutuhan syarat pengajuan HB II sebagai pahlawan nasional. Itu adalah hak intelektual eyang kami, HB II,” tegas Fajar Bagoes Poetranto, perwakilan Trah Hamengkubuwono II dalam keterangan pers kepada media, Minggu (19/11).
Bagoes menjelaskan pihak Kerajaan Inggris harus bertanggung jawab untuk mengembalikan 7.500 Manuskrip yang ada di berbagai museum di London Inggris.
“Kami Trah Sultan HB II akan terus memperjuangkan untuk dikembalikannya harta dan Manuskrip asli milik HB II kepada kami sebagai ahli warisnya,” tegas Bagoes lagi.
Bagoes mengatakan harta dan manuskrip milik HB II tersebut dirampok oleh tentara Inggris saat peristiwa Geger Sepehi 1812. “Naskah manuskrip yang dibawa pihak Inggris diantaranya manuskrip Serat Keramat Kangjeng Kyai Suryorojo digubah Sultan Hamengkubuwana II yang memaparkan masalah Pedoman Kenegaraan untuk Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kemudian ada pula Babad Sepei, Babad Segaluh, Babad Sengkala, Babad Giyanti Brangtakusuman, Serat Arjunawijaya, Serat Ramabadra Jawi. Manuskrip-manuskrip tersebut juga dapat menjadi sarana untuk mempelajari sejarah masa lalu khususnya Keraton Yogyakarta dan masyarakat Jawa di Yogyakarta,” jelas Bagoes yang juga Ketua Yayasan Vasiatii Socaning Lokika.
Bagoes menambahkan jika ia berharap mendapat dukungan dari pemerintah Indonesia agar Pemerintah Inggris segera mengembalikan naskah manuskrip milik HB II dalam bentuk asli. “Kami sudah bekerjasama dengan Yayasan Kapuk Salamba Arga yang didirikan oleh Ahli Filologi KRT Manu J Widyaseputra untuk menyediakan fasilitas dan merawat Manuskrip asli milik eyang kami HB II. Selain itu pusat studi pembelajaran naskah kuno rencananya juga akan didirikan di Wonosobo dan Yogyakarta,” tegasnya.
Tuntutan keluarga besar Trah Sultan HB II yang meminta Pemerintah Inggris untuk mengembalikan manuskrip kuno milik Sultan HB II dalam bentuk asli bukan digital mendapat dukungan dari Suharno atau lebih dikenal dengan nama pena Sabda Pewaris Nusantara, Surya Kelana yang saat ini sedang menggarap film “The King of Nusa, Surya Raja 1812”.
Suharno menilai pengembalian naskah dalam bentuk asli merujuk pada UUD 1945 Amandemen, pada Pasal 32 yang berbunyi dalam ayat (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Kemudian dalam ayat (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
“Selain UUD 1945 Amandemen Pasal 32, ada UU RI No 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan. Sesuai undang-undang, terdapat 10 obyek pemajuan kebudayaan, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat-istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional,” katanya.
Pengembalian Manuskrip kuno yang diambil oleh negara lain juga bisa dituntut untuk dikembalikan, jika merujuk pula ke PP 87 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan. “Dalam Bab I Ketentuan Umum dalam Pasal 1 ayat 8 disebutkan pelindungan adalah upaya menjaga keberlanjutan kebudayaan yang dilakukan dengan cara inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi,” jelasnya.
Suharno juga menambahkan Peraturan Presiden No 78 tahun 2007 tentang Pengesahan Convention For The Safeguarding Of The Intangible Cultural Heritage (Konvensi Untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda) dapat dijadikan dasar untuk meminta manuskrip kuno asli milik Sultan HB II agar kembali ke Indonesia.
Suharno juga menyadari bahwa kondisi tidak selalu sesuai harapan, Suharno menekankan bahwa perjuangan ini harus tetap dilakukan. Langkah awal dapat berupa pengembalian 120 manuskrip dalam format digital, namun upaya selanjutnya harus menuju pengembalian dalam bentuk asli. Suharno mengingatkan bahwa ini melibatkan hak kekayaan intelektual yang sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2017 lalu./ JOURNEY OF INDONESIA