Rencana pemerintah menghadirkan teknologi Multi Lane Free Flow (MLFF) di Indonesia dan menjadi teknologi pertama yang menerapkan sistem pembayaran tol tanpa henti berbasis aplikasi untuk semua golongan jenis kendaraan harus segera dipenuhi.
Sistem MLFF ini sendiri nantinya menggunakan teknologi digital Global Navigation Satellite System (GNSS) yang memungkinkan perjalanan pengguna jalan tol dapat diketahui melalui GPS di smartphone.
Keinginan ini dilatarbelakangi dari kajian bahwa pemakaian palang pintu tol dapat menciptakan tundaaan perjalanan 3-7 detik dan secara akumulatif dapat menimbulkan kerugian mencapai empat triliun rupiah dalam setahun akibat dari pemborosan BBM dan waktu yang terbuang saat terjadi tundakan masuk ke tol.
Menindaklanjuti keadaan ini, Institut Studi Transportasi (INSTRAN) mengadakan kegiatan Diskusi Publik bertajuk ‘Kesiapan Regulasi dan Penegakkan Hukum dalam Sistem Bayar Tol Tanpa Henti’ yang digelar di Hotel Atlet Century Park Senayan, Selasa (21/3/2023). Tujuannya adalah mencari titik terang kesiapan dari semua pihak jika sistem MLFF ini digulirkan.
Diskusi ini melibatkan beberapa narasumber diantaranya Prof. Danang Parikesit selaku Kepala BPJT, Dirjen Bina Marga Kemen PUPR, Dr. Hedy Rahadian M.Sc, lalu hadir Dr. Triono Junoasmono selaku Sekretaris BPJT, Helson Siagian sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian KSP, Brigjen Pol. Aan Suhanan selaku Dir. Penegakan Hukum Korlantas Polri, Tulus Abadi, dan Ketua YLKI dan Ketua INSTRAN (Institut Studi Transportasi) Ki Darmaningtyas sebagai moderator beserta narasumber lainnya.
Agar MLFF ini dapat terimplementasi dengan baik, dibutuhkan regulasi yang mengikat kepada semua pemilik kendaraan dan juga memerlukan dukungan regristrasi dan identifikasi kendaraan secara tertib. Ada dua masalah yang perlu dicermati, yakni:
- Pertama, adalah sampai sekarang masih ditemukan adanya kendaraan yang menggunakan nomor polisi palsu alias bodong sehingga sulit melacaknya bila melakukan pelanggaran tidak membayar tol.
- Kedua, masih banyak kepemilikan kendaraan tidak sesuai dengan pemakainya. Contoh: Kendaraan atas nama A tapi pemakainya B karena oleh A telah dijual namun belum balik nama.
Proses registrasi kendaraan yang belum tertib ini akan menyulitkan dalam proses penegakan hukum karena misal kendaraan atas nama A tadi melakukan pelanggĺaran tidak bayar tol, maka ketika denda ditujukan ke si A, dia akan mengelak. Jadi butuh waktu lebih lama untuk sampai ke si B.
Seperti yang diungkapkan oleh Brigjen Pol. Aan Suhanan saat menghadirkan pemaparannya dalam diskusi ini bahwa pihaknya masih melakukan penyempurnaan dan penyelidikan terhadap pelanggar lalu lintas dalam penerapan tilang melalui sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).
“Masih banyak ditemukan pelanggaran terhadap tilang ETLE yang diberlakukan saat ini seperti mengganti plat nomor kendaraan hingga data kepemilikan kendaraan yang belum dibaliknamakan ke pemilik selanjutnya. Namun pihak kami terus mengupayakan pemutakhiran data kepemilikan kendaraan,” jelas Aan.
Sementara data dari Pembina Samsat menunjukkan bahwa alasan keengganan masyarakat melakukan balik nama kendaraan karena biaya balik nama kendaraan dinilai mahal. Oleh karena itu Pembina Samsat telah merekomendasikan agar BBNKB (Biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor) dan Pajak Progresif dihapuskan agar tidak menjadi kendala orang melakukan balik nama atas nama pribadi. Data yang dihimpun oleh PT Jasa Raharja juga menunjukkan bahwa pendapatan dari BBNKB dan pajak progresif jauh bila dibandingkan dengan bayar pajak reguler.
Bila semua daerah telah melaksanakan penghapusan BBNKB dan pajak progresif, diharapkan akan tercipta proses registrasi dan identifikasi yang lebih tertib sehingga dapat meminimalisir pelanggaran di MLFF, karena nama pemilik kendaraan sesuai dengan tertera dalam STNK.
Registrasi dan identifikasi kendaraan secara akurat selain akan meminimalisir tingkat pelanggaran dalam MLFF, juga akan mensukseskan penegakan hukum secara elektronik (ETLE). Oleh karena itulah kita perlu mendorong terwujudnya registrasi dan identifikasi kendaraan secara tertib.
Mengapa perlu registrasi dan identifikasi kendaraan secara akurat?
- Kendaraan bermotor (roda 2 maupun 4) menggunakan BBM. Keakuratan data Regiden amat diperlukan untuk penyediaan BBM maupun pengalokasian subsidi BBM
- Kendaraan bermotor juga berjalan di jalan yang dibangun dengan uang pajak, sangat tidak adil mrk berkontribusi merusak jalan tapi tdk bayar pajak
- Selama ini semua pengendara kalau mengalami laka lantas disantuni oleh JR. Sangat tidak adil bila mereka menerima santunan tapi tidak bayar premi
- Kendaraan yang bodong itu juga mengeluarkan polusi udara dan suara, maka wajib bayar pajak
- Kendaraan bermotor juga sering dipakai sebagai sarana tindak kejahatan, kalau bodong akan menyulitkan polisi mengusut pelaku kejahatan
Sebagai upaya untuk melakukan percepatan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, maka:
- Perlu dibentuk BADAN REGISTRASI KENDARAAN (BRK)
- Perlu ada regulasi yang memaksa, misalkan Pertamina dan SPBU lain hanya melayani pengisian BBM hanya untuk kendaraan bermotor yang bayar pajak
- Pemberian santunan kecelakaan dari Jasa Raharja hanya diberikan kepada mereka yang bayar pajak.
Sementara untuk menentukan pilihan teknologi yang akan dipakai di MLFF dirasakan masih jauh lebih mudah karena banyak ahli IT di Indonesia saat ini. Penggunaan Intelligent Transportation System (ITS) untuk pembayaran tol merupakan suatu keniscayaan yang tidak terhindarkan lagi.
“Persoalan akan memakai OBU (On Board Unit) sepenuhnya atau kombinasi antara OBU dan aplikasi di HP, itu adalah soal pilihan jenis teknologi saja disesuaikan dengan kondisi masyarakat. Yang paling penting adalah transformasi teknologi pembayaran tol tidak mungkin ditarik mundur ke belakang,” ujar Ki Darmaningtyas./ JOURNEY OF INDONESIA