JAKARTA — Dugaan praktik penambangan bauksit ilegal berskala besar kembali mencuat ke permukaan. Jaringan operasi yang membentang dari hulu di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar), hingga hilir di Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), dituding merugikan keuangan negara hingga mencapai angka triliunan rupiah.
Lembaga Investigasi Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara (LI-BAPAN) Badan Pengurus Daerah (BPD) Kepulauan Riau secara serius mendesak penegakan hukum dan telah melayangkan laporan resmi kepada berbagai instansi, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Ketua LI-BAPAN BPD Kepulauan Riau, Ahmad Iskandar Tanjung, mengungkapkan bahwa temuan timnya di Kalbar menunjukkan adanya kolaborasi terintegrasi dalam aktivitas ilegal ini. Modusnya, dua perusahaan penambang, PT MKU dan PT KBM, yang beroperasi di Sanggau, diduga kuat menjual hasil galiannya ke satu perusahaan pembeli, PT BAI, yang berlokasi di Bintan, Kepri.
“Ketiga perusahaan yakni PT MKU, PT KBM, dan PT BAI diduga berada di bawah pemilik yang sama yaitu Bapak Santoni,” ungkap Ahmad Iskandar di Jakarta. “Santoni tercatat memegang 99% komposisi saham di perusahaan tersebut,” tambahnya lagi.
Kecurigaan utama LI-BAPAN berpusat pada ketiadaan izin operasional yang sah. Menurut data resmi Kementerian ESDM, perusahaan-perusahaan tersebut diduga kuat tidak memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk tahun 2023, 2024, hingga 2025. “Jika RKAB tidak ada, maka dana pascatambang dan jaminan reklamasi pun otomatis tidak ada. Ini berpotensi merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah,” jelas Ahmad Iskandar merujuk pada kerugian negara yang timbul dari royalti, pajak, hingga kewajiban lingkungan yang diabaikan.
Data investasi perusahaan juga menguatkan dugaan ini, meskipun tercatat investasi sebesar USD 7.450.000 pada tahun 2022 namun tidak ditemukan catatan investasi untuk periode 2023 hingga 2025. Kenyataan ini memperkuat indikasi bahwa kegiatan pertambangan yang berlangsung tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Ahmad Iskandar juga menyoroti kejanggalan dalam proses penanganan kasus oleh aparat. Ia mengungkapkan bahwa laporan dugaan praktik ilegal ini telah diajukan kepada Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), namun terkesan vakum.
“Dahulu, Gakkum melalui Pak Teo sudah pernah turun ke lokasi. Namun hingga kini kasusnya terkesan vakum,” katanya. Ahmad bahkan mempertanyakan langsung alasan kasus ini didiamkan setelah penyidik dikabarkan menerima telepon dan lantas pulang dari lokasi di Sanggau.
Lebih lanjut, LI-BAPAN mendapati bahwa meskipun telah dilaporkan, kegiatan penambangan bauksit di Kabupaten Sanggau, Kalbar, hingga kini masih berjalan. Ahmad Iskandar yang turun langsung ke lokasi mengonfirmasi, “Saya turun langsung ke Sanggau hari Selasa. Tambang itu masih beroperasi.”
Kondisi ini memicu pertanyaan kritis dari LI-BAPAN terhadap peran serta instansi daerah di Kalimantan Barat. Ahmad Iskandar mempertanyakan pengawasan ketat yang seharusnya dilakukan. “Yang membuat kami heran adalah peran pemerintah Kalimantan Barat. Syahbandar ke mana? ESDM di mana? Siapa yang memberi izin olah gerak? Apakah Syahbandar tidak tahu jika RKAB tidak ada? Jety tidak ada, IUP tidak ada. Apa dasar hukumnya?” tegas Ahmad, mendesak transparansi dan akuntabilitas dari Gubernur, Kapolda, hingga Syahbandar di pelabuhan Kalbar.
LI-BAPAN mendesak pemerintah pusat untuk menindaklanjuti kasus ini, sejalan dengan komitmen Presiden. “Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan kepada publik bahwa siapapun, bahkan mantan ‘bintang’ sekalipun, apabila membeking tambang ilegal terutama bauksit, akan disikat habis,” ujar Ahmad. Ia juga meminta Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, turun tangan mengingat kuatnya posisi pemilik perusahaan yang diduga terlibat.
Sementara itu, Aktivis Lingkungan Hidup, Babeh Aldo, menekankan bahwa advokasi lingkungan harus berorientasi pada solusi jangka panjang. “Jika yang dicari hanya closing, hasilnya hanya sesaat,” ujar Aldo, menyoroti pentingnya menciptakan kesinambungan dan loyalitas dalam setiap gerakan lingkungan.
Ahmad Iskandar menutup dengan menegaskan komitmennya. “Kami datang ke sini untuk mencari hukum dan keadilan,” tutupnya. Pelaporan yang diajukan ke Kementerian ESDM hanyalah langkah awal. Pihak LI-BAPAN Kepri berencana melanjutkan pelaporan ini ke Satgas di Kejaksaan Agung dan Istana Presiden bagian hukum./ JOURNEY OF INDONESIA | Hasnul Arifin


















