JAKARTA – Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk memberhentikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dari jabatan Ketua MK mendulang berbagai tanggapan.
Anwar Usman dianggap telah melakukan pelanggaran berat terkait putusan syarat minimal usia Calon Presiden/Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres), sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.
Keadaan ini juga akhirnya menggelitik Darius Situmorang, SH, MH, yang merupakan salah seorang praktisi hukum dari Law Firm Togar Situmorang terhadap Putusan MKMK tersebut.
Ditemui di kantornya di Pejaten Raya Jakarta Selatan (8/11), Darius mengungkapkan bahwa ini sangat terkait dengan adanya suhu politik yang tengah memanas. “Terkait yang kemarin terjadi, kita mengamini adanya putusan Ketua MKMK Prof.Dr.Jimly Asshidiqy, yang memberi putusan pemberhentian Ketua MK, Anwar Usman karena melakukan pelanggaran berat. Hal ini patut disayangkan, karena Ketua MK Anwar Usman hanya bertugas sebagai Hakim Konstitusi bersama Hakim Konstitusi lainnya,” sebutnya.
Dalam kesempatan ini, Darius Situmorang membandingkan saat Presiden Jokowi berpasangan dengan Prof. Dr. Maruf Amin, dimana batas usia dari Wakil Presiden itu sangat jauh dan berbeda. “Apalagi ternyata batas usia di dalam pencalonan Wakil Presiden sudah diatur sebelumnya, namun sangat disayangkan kenapa batas usia calon Wakil Presiden baru sekarang digaungkan lagi, dibesarkan lagi.”
Selanjutnya Darius Situmorang mengungkapkan bahwa hasil putusan MK tersebut tidak bisa di anulir lagi walaupun Anwar Usman sudah diberhentikan. “Dan bahwa putusan tersebut sudah final dan mengikat, tidak bisa dianulir, tidak berlaku surut. Jadi tidak bisa lagi untuk diajukan upaya hukum lainnya karena sudah ada putusan. Lain halnya, kalau belum ada putusan. Dan mungkin bisa untuk diupayakan di masa yang akan datang mengenai batas usia Calon Wakil Presiden tersebut,” ungkap Darius Situmorang.
“Putusan MK tersebut, sudah merupakan kewenangan dari Hakim Ketua Makamah Konstitusi berserta para anggotanya yang telah memutuskan Putusan Nomor 90/PUU/XXI/2023”, tegasnya.
“Usaha untuk merevisi hasil putusan MK No.90 tersebut, kemungkinan pasti ada. Namun jangan sampai kejadian yang sekarang ini akan timbul lagi di masa yang akan datang. Terlebih ini juga kan produk yang sudah berbunyi suatu putusan. Apalagi produknya hanya terkait masalah Kode Etik bukan masalah putusan. Berarti sudah mengikat dan sudah final, sudah inkracht. Putusan tersebut sudah bisa untuk dijalankan, paparnya lagi.
“Jika ada masyarakat yang ingin mengupayakan hukum terkait masalah putusan tersebut. Yaa, silakan saja, tapi ingat, itu kan harus dikaji ulang lagi. Dan itu akan butuh suatu proses yang sangat lama,” ujar Darius Situmorang mengingatkan./ JOURNEY OF INDONESIA