Aktris senior Widyawati baru saja mendapat penghargaan Asia-Pacific Film Festival (APFF) ke-59 di Macau dengan kategori Best Supporting Actress lewat perannya di film “Ambu” sebagai Ambu Misnah. Piala dan penghargaan ini diserahkan oleh ketua PPFI, H. Deddy Mizwar di Preview Room, Sinematek Indonesia yang disaksikan oleh seluruh pengurus PPFI, penulis skenario Titien Wattimena dan para undangan lainnya.
Selain Widyawati, penghargaan juga diberikan untuk film “Kucumbu Tubuh Indahku” dengan kategori Best Original Story yang disutradarai dan ditulis oleh Garin Nugroho. Sementara penghargaan diterima oleh Teuku Rifnu Wikana yang mewakilinya.
Istri almarhum aktor Sophan Sophiaan ini merasa bersyukur dengan penghargaan yang diterima untuk kedua kalinya ini. Sebelumnya ditahun 2010, aktris kelahiran 12 Juli 1950 ini mendapat penghargaan yang sama lewat film “Perempuan Berkalung Sorban”. Namun, kali ini sebagai pemain di film “Ambu” ia merasa sangat sedih dan menyesali karena filmnya tidak beredar di seluruh bioskop tanah air.
“Siapapun tentunya sangat bersyukur, Alhamdulillah sampai saat ini saya masih bisa eksis di dunia film dengan berdiri di sini. Dan penghargaan ini harus saya syukuri, namun yang sangat saya sesalkan sekaligus membuat saya sedih. Film ini hanya beredar di Jawa Barat saja,” ujar Widyawati, pada Kamis (16/1/2020).
Salah satu alasan yang tidak masuk akal adalah karena film Ambu adalah film yang berbahasa Sunda. Sangat menyedihkan, sementara menurutnya film yang berbahasa asing justru mendapat porsi lebih banyak di bioskop. “Ini sangat menyedihkan buat saya. Karena buat saya film barat kok bisa tampil diseluruh layar bioskop, sementara yang kita tahu bahasa Sunda adalah bahasa daerah kita di Indonesia. Salah satunya yang digunakan Suku Baduy. Apa alasannya? Ini yang bikin saya tidak mengerti. Kebetulan saya dapat penghargaan ini, jadi saya bisa bicara soal ini,” imbuh Widyawati.
Artis yang masih tetap cantik diusianya yang sudah menginjak 69 tahun ini berharap pemerintah daerah bisa memproduksi film dengan berbahasa daerahnya masing-masing. Agar film Indonesia bisa dibawa ke luar negeri dan semua orang bisa lebih mengenal Indonesia. “Setelah film Ambu saya dengan senang hati menerima tawaran untuk main di film yang berbahasa daerah. Itu sesuatu budaya yang harusnya kita hargai. Tidak hanta tentang Baduy, karena masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang perlu diangkat, karena negeri ini sangat luar biasa cantik dan kaya,” bebernya.
Dengan adanya ajang festival Asia Pacific ini, Widyawati juga berharap film Indonesia bukan hanya dikenal di Asia saja tapi lebih dari itu. Yang terpenting menurutnya adalah memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia luar.
“Kita harus bisa menghormati kebudayaan kita sendiri. Seperti film Ambu yang meraih penghargaan di film festival di Asia Pacific saja, mungkin bisa lebih dari itu untuk memperkenalkan budaya kita. Tentunya itu menjadi harapan kita semua,” tutup Widyawati.
Film “Ambu” mengambil latar belakang masyarakat Baduy, di Banten, Jawa Barat yang sampai saat ini masih mempertahankan culture dari adat leluhurnya. Dalam film itu, Widyawati bermain bersama aktris Laudya Cynthia Bella. Tapi karena masalah peredaran, film ini hanya meraih jumlah penonton sebanyak 47.000 saja.
Menurut ketua PPFI, H. Deddy Mizwar yang hadir pada kesempatan yang sama, masalah tata edar ini adalah hal penting yang harus segera dibenahi oleh pemerintah./ JOURNEY OF INDONESIA