JAKARTA — Perjalanan panjang Sarirasa Group dalam mewarnai dunia kuliner Tanah Air kini memasuki babak baru. Di usia ke-51, perusahaan keluarga yang lahir dari kerinduan akan cita rasa kampung halaman ini bukan sekadar bertahan, melainkan berkembang menjadi pelopor yang memperjuangkan tempat terhormat bagi kuliner Nusantara di meja makan modern, baik di dalam maupun luar negeri.
Didirikan pada 1974, Sarirasa Group berakar dari sebuah misi sederhana yakni menghadirkan makanan tradisional Indonesia dengan rasa autentik dalam suasana bersantap yang bersih dan nyaman. “Waktu itu, sangat sulit menemukan tempat di Jakarta yang menyajikan masakan daerah dengan cita rasa autentik dalam suasana yang nyaman,” kenang Benny Hadisurjo, CEO Sarirasa Group dan generasi kedua penerus bisnis keluarga ini.
Kini, dengan brand-brand andalannya seperti Sate Khas Senayan, TeSaTe, Gopek House, TeKoTe, Pantura, serta yang terbaru Sate House Senayan untuk pasar global, Sarirasa telah menjadi representasi dari rasa, cerita, dan budaya Indonesia yang disajikan dalam piring.
Sate Khas Senayan, brand pertama yang dilahirkan Sarirasa, tetap menjadi ikon dengan sajian khas Jawa seperti Sate Ayam Ponorogo dan Ayam Goreng Kremes. Namun perjalanannya tak berhenti di sana. Menu khas Bali, misalnya, turut dihadirkan demi merayakan kekayaan rasa Indonesia. Tak heran jika kini Sate Khas Senayan telah memiliki 73 gerai di dalam negeri dan siap merambah pasar internasional lewat dua gerai baru di Belanda. Brand ini kembali mengusung nama Sate House Senayan dengan tagline “Food That Speaks a Thousand Stories.”
“Lewat makanan, kita bisa bercerita tentang nilai, sejarah, dan kebudayaan. Itulah yang terus kami jaga selama 51 tahun ini,” ujar Benny.
Langkah ekspansi ke luar negeri bukan sekadar strategi bisnis, tapi juga upaya membawa warisan Indonesia ke panggung dunia. Setelah membuka gerai perdana Sate House Senayan di Canggu, Bali pada akhir 2024, Sarirasa akan meresmikan gerai internasional pertamanya di Belanda pada Agustus 2025 ini. Gerai ini dirancang sebagai ruang kuliner sekaligus etalase budaya, di mana makanan bertemu seni, kriya, dan tradisi lokal.
Tak hanya mengembangkan lini kuliner, Sarirasa juga berkomitmen terhadap keberlanjutan dan pelestarian budaya melalui dua inisiatif utama yaitu Sarirasa Origin, yang berfokus pada pelestarian budaya kuliner, serta Sarirasa Tanamula, inisiatif keberlanjutan dalam rantai pasok dan produksi pangan. Langkah ini sekaligus menegaskan bahwa Sarirasa bukan semata-mata bisnis makanan, tetapi penjaga warisan rasa Indonesia.
Gopek House pun hadir dengan identitas kuat yang menyajikan kuliner Peranakan yang sarat kenangan, namun sering terlupakan dalam narasi besar kuliner Nusantara. Di sisi lain, Pantura menawarkan sajian khas pesisir utara Jawa dari Tegal hingga Cirebon dengan konsep warung modern yang hangat dan cepat, tanpa meninggalkan keaslian rasa.
Untuk pasar muda urban, TeKoTe dan TeSaTe menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini. Jika TeSaTe menyasar kalangan pencinta fine casual dining dengan sajian elegan khas Indonesia, TeKoTe hadir sebagai lini minuman dengan tampilan modern dan gaya kekinian, memperkenalkan kembali cita rasa lokal dalam kemasan yang sesuai selera zaman.
Seiring waktu, Sarirasa berkembang menjadi lebih dari sekadar jaringan restoran. Ia menjelma menjadi duta rasa Indonesia. Setiap hidangan yang disajikan tak hanya diracik dari resep warisan, tapi juga dikurasi sebagai cerita hidup yang membangkitkan ingatan, kebanggaan, dan identitas. “Kami percaya, makanan yang baik bukan hanya soal rasa, tapi juga cerita. Dan Indonesia punya banyak cerita yang menunggu untuk diceritakan,” tambah Benny./ JOURNEY OF INDONESIA | iBonk