JAKARTA – Kajian terbaru Bank Dunia terkait angka kemiskinan di Indonesia kembali menjadi sorotan, khususnya karena menggunakan pendekatan daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) dan menempatkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah atas.
Ketua DPP PKS, Bidang Ekonomi dan Keuangan, Anis Byarwati, menilai laporan tersebut harus dijadikan bahan refleksi dan evaluasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Menurut Anis, keterbukaan terhadap masukan dari lembaga-lembaga riset global seperti Bank Dunia sangat penting, terlebih dalam menentukan arah kebijakan pembangunan nasional. Ia menekankan bahwa data yang kurang akurat dapat mengakibatkan program pemerintah tidak tepat sasaran dan berisiko memperburuk kondisi masyarakat miskin.
“Ini bisa jadi cermin untuk menakar daya saing Indonesia dengan negara-negara sekelasnya. Jangan sampai kita terjebak dengan narasi optimis yang menutup mata terhadap realitas di lapangan,” ujar Anis di Gedung DPR RI, Jakarta.
Legislator dari Komisi XI DPR RI ini juga menyoroti keragaman geografis Indonesia yang sangat luas, dengan lebih dari 17 ribu pulau dan karakteristik wilayah yang beragam. Ia mengingatkan bahwa garis kemiskinan di setiap daerah tidak bisa diseragamkan. “Standar kemiskinan di Jakarta tentu berbeda dengan wilayah lain yang infrastrukturnya belum memadai. Maka penting bagi BPS untuk menyesuaikan indikator agar lebih kontekstual,” tambahnya.
Anis menegaskan bahwa kemiskinan masih menjadi persoalan mendasar yang belum terselesaikan secara menyeluruh. Oleh karena itu, negara perlu memprioritaskan investasi fiskal yang berpihak pada kelompok rentan, serta menciptakan kebijakan yang mampu mengurangi kesenjangan sosial.
“Selama sumber daya tidak difokuskan untuk memberdayakan masyarakat miskin, maka angka kemiskinan tidak akan turun signifikan. Butuh political will dan arah kebijakan yang jelas dan konsisten,” tutup Anis./ JOURNEY OF INDONESIA | Morteza