Tanpa Yanni Krishnayanni, tim Jelajah Kebangsaan Wartawan – PWI pada hari Senin, 25/1 berkesempatan untuk menyambangi petani bawang merah yang berada di kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Seperti diketahui bahwa bawang merah saat ini sedang menjadi favorit bagi petani di wilayah kabupaten Enrekang, dan menjadi tanaman pilihan yang menguntungkan karena memiliki masa tanam yang singkat dan keuntungan yang besar.
Tim yang terdiri dari Indrawan Ibonk, Adji Tunang Pratama dan Sonny Wibisono mengisi waktu luangnya dengan mengeksplorasi berbagai potensi daerah lokal Enrekang di sela persiapan keberangkatan Yanni yang akan mendaki gunung Latimojong.
Sebelum mengunjungi kawasan perkebunan bawang merah, ketiga riders JKW-PWI tersebut sempat mengabadikan keindahan situs pra sejarah Tebing Mandu Tontonan. Tebing Mandu adalah warisan peninggalan pra sejarah dari para leluhur yang pada mulanya digunakan sebagai tempat menyimpan jenazah, namun saat ini dijadikan obyek wisata lokal.
Tampak dari kejauhan beberapa peti jenazah masih tersimpan rapi diantara celah tebing dengan ketinggian sekitar 50 meter dari atas permukaan sungai yang mengalir di bawahnya. Namun sangat disayangkan hingga saat ini, tidak diketahui asal usul sejarah tentang keberadaan peti jenazah yang tersimpan dicelah Tebing Mandu Tontonan.
Puas dengan eksplorasi di Tebing Mandu Tontonan, tim berlanjut menuju areal perkebunan bawang milik warga dusun setempat. Ketiganya sempat mengabadikan kegiatan petani bawang di ladang yang beberapa lainnya sedang mengumpulkan hasil panen.
Salah satunya adalah Mulyana, seorang wanita pemilik ladang dan petani bawang yang tengah menanam bibit bawang dilahannya. Menurut pengakuannya ia sudah bercocok tanam bawang ini lebih dari 10 tahun.
“Sebelumnya saya tanam jagung seperti petani lainnya tetapi hasilnya tidak besar, akhirnya saya coba ikut tanam bawang dan hasilnya bisa mencukupi kebutuhan keluarga bahkan sampai berlebih,” ucap wanita yang terlihat dibantu oleh 2 orang wanita dari desanya.
Walaupun menanam bawang membutuhkan modal yang besar namun para petani cukup terbantu dengan adanya pinjaman lunak dari perbankan yang memberikan bunga yang kecil. “Yaa, kami disini bebas dari tengkulak yang biasa suka menjerat petani. Kami dibantu bank Pemerintah yang memberikan pinjaman lunak dan mudah,” akunya.
Mulyana juga mengakui bahwa bertanam bawang ini seperti berjudi. “Bisa-bisa kami seperti mendapatkan uang kaget karena harga jual bawang yang melonjak tinggi, atau terkadang pula tidak mendapat untung sama sekali karena harga jual yang merosot jauh. Kami juga masih terkendala dengan harga pupuk dan racun hama yang tinggi. Seandainya pemerintah dapat mengontrol harga pupuk dan pestisida tersebut mungkin kami akan banyak terbantu,” ungkap wanita berusia 46 tahun tersebut.
Hiruk pikuknya suasana panen bawang pun sempat terekam oleh tim JKW PWI kala menyambangi desa Pandung Data. Terlihat sekitar 30 orang sedang bergotong royong membantu pemilik lahan untuk mengumpulkan hasil panen. Hal ini sering dilakukan, meskipun diantara warga yang ikut bergotong royong juga sama-sama memiliki lahan perkebunan bawang.
“Kami disini terbiasa saling membantu. Semua yang bekerja disini memiliki kebun bawang juga. Senang dengan rasa gotong royong disini, sehingga lahan seluas ini bisa selesai dipanen hanya dalam setengah hari,” ungkap Hamzah salah satu penduduk desa kepada tim JKW PWI./ JOURNEY OF INDONESIA