JAKARTA – Penulis Rayni N. Massardi kembali menyapa pembaca dengan karya terbarunya berjudul “Awas Kucing Hilang (Lalat Cintaku)“. Buku ini menghadirkan 14 cerita pendek, terdiri dari 13 cerpen lama yang ditulis ulang hingga sebagian besar berubah, serta satu cerita baru yang lahir dari pengalaman batin Rayni.
“Aku tulis ketik ulang semua, sambil oprek, rapihkan, dan rasakan kembali tiap cerpen sesuai momen rasa hari itu. Berat juga, tapi semua kucicil. Aku bahkan lebih banyak nulis lewat HP, karena laptop nggak punya,” ujar Rayni sembari tertawa.
Proses penulisan ulang itu membuat cerita lama terasa segar dengan detail berbeda, gaya bahasa baru, dan nuansa yang lebih kuat. Menariknya, tokoh-tokoh utama dalam cerpen Rayni adalah hewan. Namun, ia menegaskan karyanya bukan bacaan anak-anak. “Ini bukan dongeng pengantar tidur, melainkan fabel, metafora, satire. Suka duka hewan sebenarnya cermin kehidupan kita manusia,” katanya.
Salah satu inspirasi lahir dari peristiwa kehilangan kucing kesayangan keluarga. Kenangan itu begitu membekas hingga dituangkan dalam cerita. Sementara cerpen terbaru berjudul “Orangutan Bima” muncul dari empati Rayni terhadap kekerasan satwa langka. “Aku memaksa diri harus tambah satu cerpen. Christyan kasih ide orangutan. Awalnya blank berbulan-bulan. Sampai teringat anak orangutan yang dibunuh. Itu trigger-nya, dan aku sampai nangis nulisnya,” ungkap Rayni.
Buku ini diterbitkan secara independen bersama Firaz Publisher. Meski harus mengeluarkan biaya sendiri, Rayni merasa puas dengan kerja sama tersebut. “Aku dapat 10 persen royalti per buku, dijual lewat Shopee dan langsung ke penerbit. Peluncuran resmi belum kulakukan, sementara fokus promosinya di medsos dan teman-teman,” jelasnya.
Agar cerita lebih hidup, Rayni berkolaborasi dengan ilustrator Christyan AS. Beragam karya visual drawing, digital art, hingga sentuhan AI dihadirkan untuk menemani teks. “Biar nggak terasa aku ngoceh sendiri, ilustrasi itu penting,” tambahnya.
Bagi Rayni, menulis bukan ambisi besar, melainkan cara berekspresi sekaligus terapi diri. Sejak pulang ke Indonesia, ia kembali produktif menulis dan konsisten sejak 2021. “Dari dulu aku nulis nggak berharap mengubah dunia. Awalnya cuma ekspresi spontan, protes, atau terapi untuk diriku sendiri. Kaget juga ternyata ada yang baca, bahkan dimuat di beberapa media,” tuturnya.
Meski demikian, ada satu pembaca yang selalu ia nantikan: sang suami, penulis senior Noorca N. Massardi (NCM). “Kalau NCM sudah baca dan acc, aku lega. Itu paling penting untukku,” ujarnya.
Lewat “Awas Kucing Hilang”, Rayni berharap pembaca bisa menemukan kembali makna rasa syukur, respek pada sesama, dan pegangan pada cinta. “Pesannya ya jadi manusia jangan malu-maluin deh. Respek sama sesama, selalu berjuang, dan pegang hati terdalam, love,” tutupnya./ JOURNEY OF INDONESIA | iBonk