JAKARTA – Di tengah kebutuhan pembiayaan nasional yang terus tumbuh, kolaborasi bank dan penyedia layanan teknologi keuangan mendapatkan sorotan baru. Rasio kredit terhadap PDB yang selama bertahun-tahun tak beranjak dari kisaran 30 persen menjadi alarm bahwa penguatan intermediasi tak lagi bisa ditunda, terutama ketika gap kredit UMKM masih berada pada level sekitar 234 miliar dolar AS. Dalam konteks inilah AFTECH dan PERBANAS menuturkan bahwa kerja sama lintas sektor menjadi keharusan, bukan pilihan.
Nada yang sama disampaikan Sekretaris Jenderal PERBANAS, Anika Faisal yang juga menjabat sebagai Komisaris Bank Jago. Ia menilai perluasan jangkauan kredit tidak mungkin tercapai tanpa menggabungkan kekuatan perbankan dan inovasi teknologi yang telah berkembang pesat di sektor fintech.
“Adanya simbiosis antara kedua sektor ini mampu meningkatkan jangkauan pelayanan sekaligus memperluas pilihan produk kredit bagi berbagai segmen masyarakat. Namun mengingat masih adanya sejumlah tantangan, kolaborasi ini harus diimbangi dengan regulasi perlindungan konsumen yang kuat serta penegakan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan inovasi yang bertanggung jawab,” ujar Anika.
Ia juga menambahkan, tata kelola yang konsisten harus menjadi fondasi untuk kerja sama jangka panjang yang sehat. Di sisi lain, survei AFTECH bersama Mandala Consulting memperlihatkan realitas bahwa inklusi kredit masih menghadapi hambatan besar. Meski adopsi layanan digital meningkat cepat, masih terdapat 4,5 persen populasi yang unbanked serta 36 persen yang underbanked.
Ketua Departemen Perbankan AFTECH, Dedy Sahat yang juga EVP, Head of Digital Economy CIMB Niaga menyebut kondisi tersebut sebagai peluang yang belum tergarap. “Tentunya ini adalah tantangan yang tidak bisa langsung dijawab dengan satu solusi saja. Bank tetap memegang peran penting, namun sektor digital juga muncul sebagai solusi dengan pertumbuhan tercepat saat ini, seperti pemberian akses kredit melalui perusahaan fintech seperti platform pinjaman daring (pindar),” tuturnya.

Forum diskusi yang digelar dalam rangkaian Bulan Fintech Nasional (BFN) itu juga menjadi tempat bertemunya regulator dan pelaku industri. Deputi Komisioner Pengawas Bank Swasta OJK, Indarto Budiwitono menyampaikan dukungan penuh terhadap upaya menyelaraskan pemahaman antara kedua sektor. “OJK mendukung penuh kegiatan hari ini dan berharap kegiatan ini dapat memberikan masukan yang konstruktif bagi perkembangan industri fintech ke depannya,” ujarnya.
Perubahan lanskap pembiayaan turut terlihat dari meningkatnya keterlibatan perbankan dalam pendanaan platform pindar. Ketua Departemen P2P Lending AFTECH, Nucky Poedjiardjo yang juga Direktur Utama Easycash mencatat peningkatan signifikan dalam penyaluran dana dari lembaga keuangan formal kepada platform teknologi. Berdasarkan data OJK per Juli 2025, outstanding pendanaan dari lender perbankan meningkat 40,09% secara tahunan, mencapai Rp54,10 triliun atau sekitar 63,9% dari total pendanaan industri.
“Perkembangan ini menunjukkan kepercayaan bank terhadap pindar terus meningkat, terutama terhadap platform dengan tata kelola dan riwayat kepatuhan yang baik,” ujar Nucky.
Meski begitu, Nucky mengingatkan bahwa kelanjutan kemitraan tidak bergantung pada angka pertumbuhan semata. Platform digital, menurutnya, harus mampu menunjukkan rekam jejak konsisten agar dapat menjadi mitra jangka panjang bagi pemberi dana institusional. Ia menegaskan bahwa “Easycash memiliki komitmen untuk senantiasa menjaga standar tata kelola yang tinggi, memastikan integritas operasional, dan transparansi untuk membangun kepercayaan perbankan serta menciptakan kolaborasi yang berkelanjutan.”
Melalui forum ini, AFTECH dan PERBANAS menempatkan kolaborasi sebagai strategi utama untuk membuka akses kredit bagi lebih banyak masyarakat. Dengan tantangan lama yang belum terpecahkan dan kebutuhan pembiayaan yang kian kompleks, sinergi antara disiplin perbankan dan inovasi teknologi dinilai sebagai jalan yang paling realistis menuju inklusi keuangan yang lebih luas./ JOURNEY OF INDONESIA | eR Bee


















