BANYUMAS – Tak banyak yang mengetahui jajanan khas Banyumas yang memiliki nama Nopia. Jajanan tradisional ini memiliki dua ukuran, yang berukuran kecil disebut masyarakat setempat dengan Mino sedangkan untuk yang berukuran normal disebut Nopia.
Jajanan ini merupakan makanan yang terbuat dari adonan tepung terigu yang diisi dengan gula merah serta dipanggang dengan tungku khusus yang terbuat dari tanah liat yang disebut genthong dengan menggunakan kayu bakar dari pelepah pohon kelapa. Memiliki tekstur kulit yang keras dan renyah berisi adonan gula merah dengan rasa bawang merah goreng.
Kuliner ini bentuknya memang menyerupai bakpia khas Yogyakarta, namun yang membedakan adalah pada proses akhirnya. Kalau Nopia masih dibuat secara tradisional yakni dibakar di dalam genthong, sedangkan bakpia di oven.
Menurut salah seorang juru masak Nopia, Yanto, dalam satu gentong bisa membakar antara 800 hingga 900 buah. Untuk sekali bakar memerlukan waktu kurang lebih 30 menit. Sehingga jika dikalkulasi dalam sehari bisa menghasilkan 30kg Nopia.
Satu kotak biasanya berisikan 10 buah yang dapat dibeli dengan harga Rp15.000. Sementara untuk Mino biasanya dijual per kg dan satu kilogramnya sebesar Rp30.000. “Dan Mino atau Nopia ini bisa kuat disimpan sampai dua bulan lebih, lho.
Secara proses, adonan harus sangat terjaga proses kebersihannya, sehingga di pembuat harus menggunankan sarung tangan. Dimulai dengan mengaduk adonan yang akan dijadikan kulitan mino yang terbuat dari tepung terigu, gula pasir, minyak sayur, dan vanili. Sementara untuk isiannya dari campuran gula jawa dan air.
Lalu, adonan kulitan dibentuk bulat dan diberi isian di dalamnya sehingga membentuk seperti telur.
Seiring dengan minat yang tinggi, produk kuliner Nopia tidak hanya memiliki rasa gula merah saja, tetapi lebih bervariatif seperti cokelat, pandan, dan lainnya. Sehingga pembeli bisa memilih sesuai seleranya masing-masing.
Usai adonan di uleni, langsung di bawa menuju tempat pembakaran Nopia. Adonan yang yang sudah dibulatkan itu ditempelkan di dinding genthong, kemudian dibakar dengan kayu bakar sampai matang. Setelah itu baru bisa di packing atau di konsumsi./ JOURNEY OF INDONESIA