JAKARTA – Dalam rangka merayakan HUT DKI Jakarta ke-496, Galeri Indonesia Kaya mengajak para penikmat seni menyaksikan sebuah pertunjukkan lenong Betawi bertajuk “Jakartaku Semangatku”.
Pertunjukan seni yang memang didedikasikan untuk masyarakat dan dunia seni pertunjukan Indonesia, Galeri Indonesia Kaya terus mewujudkan komitmennya untuk terus memperkenalkan dan melestarikan kebudayaan Indonesia khususnya generasi muda agar tidak kehilangan identitasnya sebagai bangsa Indonesia. Apalagi dengan adanya peristiwa budaya yang melingkupi kegiatan HUT DKI Jakarta ke-496.
Dalam pertunjukan yang berdurasi kurang lebih 60 menit ini, penikmat seni disuguhkan kisah tentang sebuah sanggar yang kebingungan karena tidak adanya proyek pementasan. Di tengah keputusasaan, datanglah seorang turis yang melihat sanggar dan mengajak para seniman di dalamnya untuk pentas di luar negeri.
Kisah sederhana namun sangat relate dengan keadaan di tanah air ini menjadi semakin meriah dengan iringan musik dari gambang kromong serta suara tawa bahagia dari penikmat seni yang memadati auditorium Galeri Indonesia Kaya tersebut.
Sinar Norray sendiri merupakan grup lenong yang didirikan oleh mendiang Mpok Nori, seniman Betawi yang telah menjadi salah satu legenda komedi Betawi. Mpok Nori memulai kariernya dalam pentas lenong Betawi bersama sesama seniman Betawi lainnya yakni H. Bokir.
Ia juga tampil di berbagai acara komedi, baik di atas panggung maupun di layar kaca. Sinar Norray mendidik seniman-seniman Betawi, dari penari, pemain lenong, hingga musisi, dan sering tampil di berbagai acara.
Sementara itu, Wandha Dwiutari yang berperan sebagai turis adalah seorang pembawa berita dan juga figur publik yang telah mendapatkan jutaan pengikut di media sosial.
“Melestarikan kebudayaan Betawi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menghadirkan pementasan lenong seperti ini. Kolaborasi bersama Sinar Norray di sore ini merupakan sebuah kesempatan yang amat menyenangkan, karena saya bisa kembali mengeksplorasi kebudayaan Betawi dengan grup lenong legendaris Ibu Kota yang secara konsisten melestarikan budaya Betawi,” ungkap Wandha yang juga None Jakarta Utara 2012.
Ia juga berharap agar kolaborasi yang telah dihadirkannya ini dapat menghibur, menginspirasi, dan menambah wawasan para penikmat seni tentang kebudayaan Betawi.
Senada dengan apa yang disampaiak oleh Renitasari Adrian selaku Program Director Galeri Indonesia Kaya bahwa kolaborasi antara Sinar Norray dan Wandha Dwiutari dalam pertunjukan lenong Betawi merupakan salah satu upaya pihaknya untuk melestarikan kebudayaan yang ada di Jakarta.
Selain menghibur, cerita menarik lewat sentuhan musik gambang kromong ini juga memberikan pesan dan nilai-nilai kebudayaan Betawi ke hadapan para penikmat seni. “Kami harap, pertunjukan lenong Betawi yang menjadi salah satu aset budaya warga Jakarta, dapat terus kita lestarikan. Semoga pertunjukan ini juga dapat menggerakkan generasi muda untuk bisa mengikuti konsistensi serta kecintaan Sinar Norray dalam mempertahankan seni budaya Betawi,” ujar .
Sementara Mpok Engkar selaku perwakilan dari Sinar Norray mengungkapkan kesempatan untuk kembali tampil ke hadapan para penikmat seni merupakan pengalaman yang amat menyenangkan.
“Pertunjukan kali ini merupakan penampilan kami ke 4 di Galeri Indonesia Kaya setelah sebelumnya kami hadir di sini pada tahun 2014, 2015, dan 2017. Senang rasanya melihat antusiasme para penikmat seni yang didominasi oleh generasi muda terhibur dengan kolaborasi kami bersama Wandha Dwiutari dalam rangka merayakan HUT Jakarta. Semoga upaya kami dalam melestarikan dan meregenerasi seniman-seniman Betawi dapat terus terlaksana melalui beragam pementasan yang kami tampilkan,” ungkapnya.
Di pekan depan, pada Sabtu (1/07/2023) mendatang, penikmat seni akan diajak untuk menyaksikan pertunjukan musik “Ada Swara” oleh Jodhokemil yang mengangkat sebuah konsep suara sebagai simbol keberadaan, kehadiran, dan keterlibatan manusia di dunia ini. Jodhokemil adalah kelompok musik kontemporer asal Magelang dimana para personilnya terdiri dari kalangan seniman dan pegiat seni.
Nama Jodhokemil diadaptasi dari kearifan lokal yang terkait perhitungan hari dalam masyarakat Jawa. Berangkat dari spirit yang sama, karya-karya Jodhokemil banyak terinspirasi dari pengalaman keseharian dalam lingkungan sosial mereka./ JOURNEY OF INDONESIA