PROBOLINGGO — Tanpa pengantar megah, tiga musisi asal Prancis yang digawangi Madeleine Cazenave (piano), Sylvain Didou (kontrabas), dan Boris Louvet (drum & elektronik) langsung saja membuka penampilan mereka di Jazz Gunung Series 2: Bromo. Lewat pendekatan musik yang meditatif dan penuh ruang jeda, Rouge menghadirkan suasana yang membuat penonton larut dalam keheningan.
Madeleine memulai dengan sentuhan lembut pada tuts piano. Sylvain memetik kontra bas dengan tempo nyaris tak terdengar, sementara Boris menambahkan ritme halus berlapis elektronik. Musik mereka tidak bernyanyi, melainkan berbicara perlahan dan hanya bagi mereka yang siap mendengar.

Penonton pun mendengarkan, khusyuk, nyaris seperti sedang berdoa. “Inilah penampilan kami, selamat menikmati,” ujar Madeleine dalam bahasa Indonesia singkat, yang disambut senyum hangat dari hadirin.
Rouge tampil membawakan karya-karya dari album Vermeilles yang berarti “Merah Keemasan” dalam bahasa Prancis, warna senja yang mengantar malam. Setiap nada, petikan, dan jeda menciptakan kehangatan yang tak berasal dari tempo cepat, melainkan dari empati.

Seperti kubah magis, Rouge lewat musik dan tata lampu seakan terus memaksa pengunjung untuk tak beranjak. “Ini baru musik, apa yang mereka hadirkan bikin kita tenang dan seperti dihadirkan untuk masing-masing individu yang hadir disini,” ungkap Alwi yang berasal dari Jakarta.
Penampilan ini menjadi bagian dari tur budaya perayaan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia – Prancis, dan didukung Institut Francais Indonesia (IFI) dalam agenda IF Incontournable 2025. Penampilan mereka terasa sebagai peristiwa kultural, bukan sekadar diplomasi. “Kami datang membawa musik kami, tapi malam ini Bromo memberi kami sesuatu yang lebih,” ungkap Madeleine.

Seperti setiap perjalanan spiritual, musik Rouge malam itu diakhiri dengan keheningan. Tidak ada tepuk tangan yang meledak-ledak, tidak ada teriakan. Hanya jeda panjang yang seakan memberi ruang bagi setiap orang untuk kembali dari perjalanan batin mereka.
Malam di lereng Gunung Bromo menjadi saksi pertemuan dua dunia, lanskap pegunungan Tengger yang hening dan musik jazz kontemporer dari Prancis yang magis./ JOURNEY OF INDONESIA | Ismed Nompo