Sebagai negara dengan mayoritas umat Islam terbesar di dunia, Indonesia juga mengenal mazhab atau aliran. Di dunia Islam terdapat dua mahzab besar yaitu Sunni dan Syiah.
Sebagai muslim mayoritas, Sunni di Indonesia memiliki bermacam organisasi kemasyarakatan yang menjadi sarana mereka untuk berkumpul dan berserikat, seperti halnya Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Sementara, bagi yang bermazhabkan Syiah, terdapat dua organisasi kemasyarakatan yakni Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI) dan Ahlulbait Indonesia (ABI).
Dalam pandangannya di tengah acara Media Gathering pada Selasa (18/7/2023) di bilangan Mampang, Jakarta Selatan, Ketua Umum ABI, Habib Zahir bin Yahya menyebutkan jika ABI dibentuk bertujuan membangun umat Islam untuk cinta Tanah Air, memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan Islam.
Lebih lanjut Habib Zahir mengakui, kurangnya informasi tentang ABI dan mazhab Syiah itu memunculkan pemutarbalikkan fakta dan informasi, “Hal ini menyebabkan terjadinya sejumlah kesalahpahaman di tengah masyarakat Indonesia,” ungkapnya.
Karenanya, untuk menciptakan ketentraman dan harmoni dalam kehidupan bersama dan demi kemaslahatan bersama, maka ABI berinisiatif untuk menggelar silahturahmi dengan berbagai kalangan seperti yang telah dilakoni pada tahun lalu dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Ia juga bersyukur selama ini pemerintah cukup gencar dalam menangani permasalahan tersebut sehingga diharapkan semua pihak mengetahui akar masalah sebenarnya.
Dalam kesempatan ini, pihak media juga mempertanyakan tentang ritual melukai diri penganut Syiah dalam perayaan Asyura.
Secara gamblang Habib Zahir Yahya menuturkan bahwa ritual melukai diri tersebut banyak dilakukan oleh penganut Syiah di Iran dan beberapa negara yang memiliki banyak penganut Syiah.
Ia mengakui bahwa ritual semacam itu tidak pernah terjadi di Indonesia. “Kebiasaan melukai diri sebenarnya bukan ajaran dalam Syiah. Itu cuma kreativitas orang-orang yang terlalu bersedih atas kematian cucu nabi. Di Indonesia paling hanya menepuk-nepuk dada, sebagai ekspresi kesedihan yang cukup dalam atas kematian cucu nabi,” akunya.
Disaat yang sama Wakil Ketua Umum DPP ABI Ahmad Hidayat juga menyampaikan bahwa ABI sebagai salah satu ormas Islam yang diakui Kementerian Agama (Kemenang) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ingin berperan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia sebagai bangsa yang moderat.
“Pluralisme di Indonesia adalah potensi besar untuk mendorong peradaban. Kami ingin turut terlibat mengambil peran itu pada suku dan komunitas apapun yang jadi latar belakang, dan kami siap membangun komunikasi dengan pihak manapun,” sebut Ahmad.
Sementara itu Ketua Humas & Unit Penerangan DPP ABI, Dede Anwar mengakui, dalam 13 tahun pendiriannnya ABI masih terkesan kurang agresif dalam berkomunikasi dengan media maupun lembaga-lembaga lain.
ABI menurut Dede Anwar, akan sangat terbuka dengan pers untuk bersinergi dalam memberikan berbagai informasi, “Demi menghindari pemberitaan yang salah juga hoax!” tutupnya.
ABI juga berupaya meluruskan segala kesalahpahaman dengan menerbitkan buku Manifesto ABI yang menjadi pijakan utama sikap Ormas ABI terhadap berbagai persoalan. Mulai dari persoalan keagamaan hingga ke persoalan kebangsaan.
Tak hanya itu, sebelumnya Habib Zahir bin Yahya sempat menyampaikan agar penyelesaian terkait kasus Pondok Pesantren Al-Zaytun diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. Karena disana banyak yang akan terkorbankan seperti santri, pengajar dan lainnya.
“Apapun yang jadi kepentingan pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini, jangan sampai penanganan pemerintah mencederai rasa keadilan di masyarakat. Itu yang perlu menjadi perhatian.” tutupnya/ JOURNEY OF INDONESIA