JAKARTA – Pantai Pangandaran, Jawa Barat, kembali menjadi sorotan karena video viral yang menunjukkan gunungan sampah plastik, terutama gelas air mineral merek Aqua yang mengancam kebersihan laut Indonesia.
Ahmad Safrudin, peneliti dari Net Zero Waste Management Consortium, sebuah konsorsium riset manajemen sampah berbasis Jakarta mengecam kondisi ini sebagai bukti nyata ancaman besar terhadap lingkungan perairan.
Pada 20 Januari 2024, eks Menteri Kelautan, Susi Pudjiastuti, membagikan video melalui media sosial. Dirinya Merinci kondisi memprihatinkan pantai Pangandaran yang dipenuhi sampah plastik, terbawa badai sehari sebelumnya. “Laut tidak mau menerima sampah kita,” ucap Susi dengan nada sedih, sambil menyoroti gelas dan botol air mineral Aqua yang jumlahnya mencapai jutaan.
Ahmad Safrudin menyatakan bahwa sampah air mineral kemasan gelas menjadi salah satu ancaman serius terhadap pantai. Hasil audit investigatif Net Zero dan Litbang Kompas pada November 2023 menunjukkan bahwa sampah gelas air mineral, bersama dengan sampah plastik kresek dan bungkus Indomie, mendominasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di beberapa kota besar Indonesia.
Dari riset tersebut, tim peneliti Net Zero berhasil mengidentifikasi 1.930.495 buah sampah plastik yang terbagi dalam 635 varian sampah produk konsumen dari berbagai merek, kata Ahmad.
Dalam sebuah laporan bertajuk ‘Potret Sampah 6 Kota Besar’, Net Zero menyebut bahwa dari daftar 10 besar sampah plastik produk konsumen, total sampah gelas brand Aqua, Club dan VIT jumlahnya dua kali lebih banyak dari sampah kantong kresek (urutan kedua) dan tiga kali lebih banyak dari sampah bungkus Indomie (urutan tiga).
Total sampah gelas Aqua, Club dan VIT jumlahnya tercatat juga masih lebih banyak dari serpihan plastik berbagai produk yang sukar dikenali dan notabene bertengger di urutan teratas. “Video gunungan sampah plastik di pantai Pangandaran itu sebenarnya memperkuat hasil penelitian kami sekaligus urgensi pihak produsen beralih ke kemasan yang lebih besar (Up Sizing), sehingga sampahnya lebih mudah dikelola sesuai aturan Kementerian Lingkungan Hidup, ” kata Ahmad.
“Dari riset kami di enam kota pada 2022, terdapat 1.930.495 buah sampah plastik dari 635 varian produk konsumen yang berbeda,” ungkap Ahmad. Dalam laporan ‘Potret Sampah 6 Kota Besar’, Net Zero menyebut bahwa sampah gelas merek Aqua, Club, dan VIT jumlahnya dua kali lipat dari sampah kantong kresek dan tiga kali lipat dari sampah bungkus Indomie.
Ahmad menyoroti urgensi produsen untuk beralih ke kemasan yang lebih besar (Up Sizing), memudahkan pengelolaan sesuai aturan Kementerian Lingkungan Hidup. Dia menegaskan bahwa video sampah plastik di pantai Pangandaran memperkuat hasil penelitian mereka.
Namun, ada pandangan berbeda mengenai kemasan galon air minum sekali pakai. Meskipun beberapa pihak mengkritiknya sebagai kontraproduktif terhadap pengurangan sampah plastik, Ahmad menyatakan hati-hati dalam menilai tanpa data yang jelas. Berdasarkan riset bersama Litbang Kompas di enam kota, Ahmad menyatakan bahwa sampah galon sekali pakai tidak berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Galon air minum sekali pakai dianggap lebih aman, ramah lingkungan, dan inovatif dari segi ekonomi distribusi barang. Beberapa merek besar di Eropa, seperti Font Vella (Spanyol) dan Hayat (Turki), telah beralih ke kemasan galon sekali pakai bebas Bisfenol A (BPA).
Sebelumnya, riset Sustainable Waste Indonesia pada 2021 menyebutkan bahwa sampah produk konsumen dengan kemasan lebih besar lebih mudah dikelola dan lebih bernilai ekonomis untuk didaur ulang. Ancaman sampah plastik di laut Indonesia memerlukan langkah-langkah konkret, termasuk perubahan kebijakan produsen dan kesadaran konsumen akan dampak lingkungan./ JOURNEY OF INDONESIA