JAKARTA — Ketika industri MICE Asia menatap ke depan, semua mata akan tertuju ke Jakarta. Pada 5–6 November 2025 mendatang, ibu kota akan menjadi jantung pertemuan raksasa yang menyatukan pelaku bisnis dari 19 negara di bawah bendera Asian Federation of Exhibition and Convention Associations (AFECA).
Di pusatnya berdiri Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (ASPERAPI), yang lewat Indonesia Business Events Forum (IBEF) 2025 bertekad menegaskan bahwa Indonesia bukan lagi sekadar tuan rumah, tetapi pemain utama dalam industri pameran dan konvensi Asia. “IBEF ini seperti marketplace-nya industri pameran Indonesia,” ujar Hosea Andreas Runkat, Ketua Umum ASPERAPI, saat meluncurkan forum di Hotel Aryaduta, Jakarta.
“Tempat pelaku usaha bertemu, berkolaborasi, dan menunjukkan potensi terbaiknya,” ujarnya.
Hosea, yang akrab disapa Andee ini tahu betul arti momentum ini. Bagi Indonesia, AFECA Convention ke-20 dan Asia 20 (A20) Forum bukan hanya soal pertemuan antarnegara, tapi tentang meneguhkan posisi di peta besar industri MICE dunia. “Sekarang ini eranya kolaborasi,” tegasnya. “Saya berharap pemerintah pusat dan daerah ikut terlibat. Karena event ini dari kita, untuk kita.”
Di JIEXPO Convention Centre, ribuan pelaku industri internasional akan menjejakkan kaki. Dari China, Jepang, Korea Selatan, hingga Singapura, semuanya datang untuk melihat seperti apa wajah baru Indonesia di sektor event global.
IBEF menjadi ruang pertemuan lintas sektor: event organizer, pengelola venue, pemda, hingga insan kreatif yang ingin menunjukkan bahwa bisnis dan pariwisata tak lagi berdiri di dua dunia yang berbeda. “Ini kesempatan kita untuk menunjukkan bahwa Indonesia siap menjadi tuan rumah yang profesional dan berkelas dunia,” ujar Hosea.
Lebih dari sekadar pertemuan bisnis, IBEF membawa misi diplomasi ekonomi yang halus mempertemukan ide, jejaring, dan kebanggaan nasional dalam satu ruang yang sama. Salah satu sisi paling menarik dari IBEF 2025 adalah MICE Youth Challenge — kompetisi mahasiswa dari 19 negara Asia yang untuk pertama kalinya digelar di Indonesia. Dalam waktu tiga menit, para peserta muda menantang diri mempresentasikan ide inovatif mereka dengan format internasional AFECA.

Indonesia sendiri telah menyiapkan tiga tim terbaik: Poltekpar Bandung, Universitas Prasetiya Mulya, dan satu perguruan tinggi lainnya, yang akan beradu dengan 17 tim luar negeri. “Ini langkah penting untuk menumbuhkan generasi baru pelaku MICE. Kita sudah mulai pupuk sejak di kampus,” kata Hosea.
Jika kiprah mereka gemilang, ASPERAPI berencana mengirimkan tim terbaik ke International Congress and Convention Association (ICCA) di Korea Selatan untuk membuka gerbang menuju ajang global.
Namun, di tengah euforia kesiapan besar itu, Andee tak menutup mata. Ia jujur mengakui masih ada hambatan mendasar di balik layar megah industri MICE Indonesia: aturan visa bisnis yang berlapis. “Di luar negeri, cukup dua saja: visa bisnis dan visa turis,” katanya. “Di kita, terlalu banyak jenisnya adalah C11, C12, dan seterusnya. Kadang peserta datang ke pameran, lalu mau lihat pabrik, harus ganti visa. Ini tidak efisien.”
ASPERAPI kini tengah menjalin koordinasi dengan Kementerian Pariwisata dan Imigrasi untuk mencari solusi praktis, termasuk kemungkinan membuka layanan imigrasi di lokasi event pada akhir pekan agar proses administrasi tak menjadi mimpi buruk bagi peserta asing. “Jangan sampai peserta internasional justru trauma datang ke Indonesia karena kendala administratif,” tegasnya.
Indonesia di Titik Balik Sejarah MICE Asia
Bagi ASPERAPI, penyelenggaraan IBEF 2025, AFECA Convention 2025, dan MICE Youth Challenge bukan sekadar tiga acara besar, melainkan deklarasi diam-diam bahwa Indonesia siap memimpin narasi baru industri MICE Asia.
Forum ini memperlihatkan bahwa kesiapan infrastruktur, profesionalitas SDM, dan kekuatan jejaring internasional Indonesia kini mencapai fase matang. “Tidak mudah,” akui Hosea. “Tapi kita harus mulai sekarang. Kita ingin menunjukkan bahwa Indonesia bisa menjadi pusat kegiatan bisnis dunia,” tutupnya./ JOURNEY OF INDONESIA | eR Bee