Ahli Hukum Pertambangan, Ahmad Redi berpendapat bahwa Mardani H. Maming tidak melanggar Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara saat menandatangani Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (PT BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN).
Pendapat Ahmad Redi membantah pendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa penerbitan surat keputusan itu telah melanggar Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Minerba. Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Minerba menyatakan sebagai berikut. “Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.”
Menurutnya, dari konstruksi norma pasal tersebut, jelas terlihat bahwa larangan pemindahan IUP dan IUPK ditujukan kepada pemegang IUP dan IUPK. “Karenanya, ketentuan ini tidak dapat ditujukan kepada subjek norma lain, seperti Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Gubernur, Bupati, atau Walikota,” sebut Ahmad Redi yang menyampaikan pendapat ahlinya dalam Persidangan Permohonan Praperadilan yang diajukan Mardani Maming di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 25 Juli 2022 kemarin.
Sementara itu, kuasa hukum Mardani Maming, Abdul Qodir bin Aqil, mengatakan kliennya telah mempertimbangkan aturan hukum pertambangan dan administrasi pemerintahan saat meneken surat keputusan tersebut pada 16 Mei 2011. Surat keputusan Bupati itu, menurut Abdul Qodir, telah didasarkan atas adanya perjanjian antara PT BKPL dan PT PCN dan rekomendasi pelimpahan dari Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Bahkan, ketika IUP dalam surat keputusan tersebut berakhir, Gubernur Kalimatan Selatan memperpanjangnya dengan surat keputusan tentang persetujuan perpanjangan IUP pada 2017. IUP milik PT PCN itu pun kemudian mendapatkan sertifikat “clean and clear” dari Kementerian ESDM. “Semua itu membuktikan bahwa seluruh tahapan dan substansi perolehan IUP oleh PT PCN telah memenuhi syarat menurut kaidah hukum pertambangan,” kata Abdul Qodir di Jakarta, Selasa 26 Juli 2022.
Sementara itu, ahli Hukum Pidana, Aan Eko Widiarto, berpendapat bahwa frasa “tidak boleh” dalam Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Minerba tidak mengandung sanksi karena lebih merupakan anjuran daripada larangan. “Bandingkan dengan kata dilarang yang sudah dapat dipastikan terhadap perbuatan dimaksud ada sanksi yang menyertainya, baik sanksi pidana maupun sanksi administrasi,” katanya di persidangan praperadilan yang sama belum lama ini.
Sanksi pidana terkait pasal tersebut baru dicantumkan saat Undang-Undang Minerba direvisi pada 2020. Karenanya, sanksi pada Undang-Undang Minerba setelah revisi pada 2020 tidak dapat dikenakan kepada surat keputusan yang diteken Mardani Maming pada 2011.
“Oleh karena itu, pelimpahan IUP dimaksud harus dianggap sah dengan pertimbangan keputusan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan waktu itu dan belum ada keputusan tata usaha negara yang membatalkannya,” kata Abdul Qodir.
Pada 16 Juni 2022 lalu, Mardani Maming, Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, periode 2010-2018, ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap terkait pelimpahan Izin Usaha Pertambangan. Bendahara Umum PBNU itu kemudian mengajukan permohonan praperadilan atas status tersebut. Persidangan praperadilan itu dimulai sejak Selasa, 19 Juli 2022, dan akan berakhir dengan putusan pada Rabu, 27 Juli 2022 hari ini./ JOURNEY OF INDONESIA