JAKARTA — Dalam upaya memperkaya sisi inklusif dari pembangunan ekonomi nasional, DBS Foundation bekerja sama dengan Yayasan Mercy Corps Indonesia dan Plan Indonesia meluncurkan program pemberdayaan senilai Rp48 miliar yang menyasar kaum marjinal, terutama perempuan, penyandang disabilitas, dan kaum muda.
Inisiatif ini dirancang untuk memperkuat akses ke literasi dan layanan keuangan, manajemen bisnis, pemasaran digital, serta keterampilan kerja dan kesiapan menghadapi peluang ekonomi di industri berkembang.
Pengumuman kolaborasi ini meresmikan langkah konkret dari komitmen jangka panjang DBS Foundation yang sejak 2023 telah menyiapkan dana hingga SGD 1 miliar selama sepuluh tahun fokus pada dua pilar utama: fostering inclusion dan providing essential needs. Salah satu contoh sebelumnya ialah program pembangunan sosial bersama The Asia Foundation, Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial, dan Dicoding senilai SGD 9 juta (lebih dari Rp100 miliar) untuk tiga tahun ke depan.
Menurut Mona Monika, Head of Group Strategic Marketing & Communications PT Bank DBS Indonesia, hibah Rp48 miliar ini bukan sekadar dana. “Kami percaya dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas. Selain memberikan bantuan pendanaan, kami juga memastikan seluruh program kemitraan ini dapat menciptakan dampak jangka panjang dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi inklusif yang berkelanjutan.”
Data nasional menunjukkan bahwa UMKM unit usaha mikro, kecil, dan menengah termasuk tulang punggung ekonomi Indonesia. Pada 2024, jumlahnya mencapai lebih dari 66 juta unit dan menyumbang 61 persen terhadap PDB, atau sekitar Rp9.580 triliun. Dari total tersebut, 99 persen adalah usaha mikro dan sekitar 64 persen dimiliki atau dikelola oleh perempuan.
Meski demikian, literasi dan inklusi keuangan perempuan tertinggal dibanding laki-laki. Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 mencatat angka literasi dan inklusi keuangan perempuan sekitar 65,6–65,7 persen, sementara laki-laki mencapai sekitar 67,3 dan 67,5 persen.

Di perkotaan, data Mercy Corps Indonesia tahun 2022 memperlihatkan hanya sekitar 51 persen perempuan pengusaha mikro dan kecil yang memiliki rekening aktif dalam enam bulan terakhir. Hambatan seperti kurangnya aset, informasi, serta pemahaman risiko dianggap sebagai sebab sulitnya mereka mengakses layanan keuangan formal.
“Yayasan Mercy Corps Indonesia memiliki misi membantu masyarakat pulih dari krisis dan menjadikannya peluang untuk memperbaiki kualitas hidup. Itulah sebabnya kami sangat menyambut baik kolaborasi bersama DBS Foundation dan Bank DBS Indonesia, karena kami percaya kerja sama ini akan memperluas dampak positif sekaligus memberikan lebih banyak ruang bagi perempuan dan anak muda pemilik/pengelola usaha mikro dan kecil untuk berkembang,” ujar Ade Soekadis, Executive Director Yayasan Mercy Corps Indonesia.
Melalui program Financial Inclusion for Women Entrepreneurs, DBS Foundation dan Mercy Corps Indonesia akan membina 40.000 perempuan dan anak muda pemilik atau pengelola UMKM di Semarang, Surabaya, dan Medan. Intervensinya mencakup literasi digital, manajemen keuangan, akses layanan keuangan formal, dan pemasaran digital.
Sementara You Rise (Youth be Ready, Inclusive, Skilled, Empowered) program dirancang untuk kaum muda usia 18–29 tahun, termasuk 60 persen perempuan dan 3 persen penyandang disabilitas. Program dua tahun ini dilaksanakan di Jakarta, Medan, dan Surabaya. Fokusnya adalah pelatihan keterampilan, literasi keuangan, persiapan kerja, serta memperkuat kesehatan finansial.
Kaum muda di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala. Data BPS tahun 2024 menunjukkan sekitar 9 juta orang usia 15–24 tahun berstatus NEET (tidak sekolah, tidak bekerja, dan tidak dalam pelatihan). Partisipasi angkatan kerja perempuan (55 persen) masih jauh di bawah laki-laki (84 persen). Sementara penyandang disabilitas muda (usia 15–34 tahun) menghadapi tingkat pengangguran dan akses kerja yang jauh lebih rendah.
Lewat program-program ini, DBS berharap tercipta efek berganda bukan hanya peningkatan kemampuan individu, tapi juga perubahan di level komunitas dan struktur ekonomi lokal. Literasi keuangan dan akses digital yang lebih baik diharapkan mendorong pengelolaan usaha mikro yang lebih sehat, meningkatkan pendapatan, dan menumbuhkan daya tahan terhadap guncangan ekonomi.
Selain itu, keterlibatan kaum muda termasuk penyandang disabilitas bukan hanya soal menawarkan kesempatan, tetapi juga membentuk budaya inklusif di tempat kerja dan dalam masyarakat luas. Ketika makin banyak orang yang bisa mengakses peluang ekonomi secara adil, pertumbuhan ekonomi pun akan menjadi lebih merata dan berkelanjutan.
Inisiatif DBS Foundation bersama Mercy Corps dan Plan Indonesia adalah contoh bahwa institusi keuangan dan yayasan dapat menjadi jembatan perubahan sosial tidak hanya sebagai penyedia dana, melainkan sebagai katalisator kapasitas, akses, dan kesetaraan. Dari sini terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang inklusif bukan sekadar slogan, melainkan hasil kerja yang terukur bila diarahkan dengan tepat dan berkelanjutan./ JOURNEY OF INDONESIA | iBonk