Bagi anda warga Jakarta atau sekitarnya, yang sangat menyukai jalan-jalan namun tidak memiliki waktu yang cukup, ini dapat menjadi pilihan. Anda bisa melakukan ODT (One Day Trip) mengunjungi 3 pulau dalam sehari. Cukup layak dan efesien dalam waktu.
Tak usah pusing memikirkan bagaimana caranya, cukup anda browsing di internet dan akan banyak mendapatkan penawaran dari berbagai operator jasa perjalanan. Perjalanan sehari tersebut anda bisa mengunjungi 3 pulau, yaitu Pulau Kelor, Onrust dan Cipir. Harga yang ditawarkan juga biasanya cukup bersahabat yakni antara Rp. 75.000,- sampai Rp90.000,-/orang untuk berangkat ke 3 pulau itu. Ini diluar konsumsi tentunya.
Masih ditambah dengan Pulau Bidadari, pulau-pulau tersebut masuk ke dalam Taman Arkeologi Onrust yang ditetapkan tahun 1972 oleh pemerintahan Ali Sadikin, Gubernur Jakarta pada masa itu. Pulau-pulau ini berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Biasanya oleh para jasa perjalanan ini, titik kumpul rombongan adalah di Muara Kamal, Penjaringan, Jakarta Utara. Lokasi titik temu ini bagi anda yang menggunakan angkutan umum dapat naik Trans Jakarta menuju Kali Deres, lalu turun di halte Rawa Buaya. Dari Rawa Buaya berganti moda angkutan dengan ojek ataupun mobil plat hitam yang melayani rute ke tempat pelelangan ikan Muara Kamal.
Perjalanan biasanya bertolak sekitar pukul 8.30 sampai pukul 9 tepat. Pilihan untuk datang ke pulau yang dituju biasanya tergantung dari operator perjalanan tersebut, dan biasanya sudah mereka sertakan di dalam jadwal perjalanan. Perjalanan yang memakan waktu tak lebih dari 30 menit serasa begitu indah.
Menikmati hempasan angin laut disela aktivitas alat-alat berat pulau reklamasi di Teluk Jakarta yang tak memihak kepada rakyat, serta menyaksikan panorama gedung-gedung tinggi Jakarta sedikit melupakan bau amis dan air laut kehitaman serta lokasi padat di Muara Kamal. Melewati banyak bagan-bagan ikan, akhirnya membawa kita ke pulau pertama yaitu Pulau Kelor.
Hanya berjarak sekitar 1,8 kilometer ke Pantai Ancol, di pulau ini terdapat peninggalan Belanda berupa galangan kapal dan benteng yang dibangun VOC untuk menghadapi serangan Portugis pada abad ke 17. Pulau yang tak akan memakan waktu lebih dari 5 menit jika kita berlari mengelilinginya ini memang kecil sekali.
Benteng yang dimaksud adalah sisa-sisa Benteng Martello. Objek inilah yang menjadi daya tarik utama pulau ini. Benteng Martelo dibangun melingkar 360 derajat dengan bahan bata merah. Dibangun pada tahun 1850, sebagai sistem pertahanan laut Kota Batavia saat itu, dan terdapat 4 jendela dan lubang meriam di bawah masing-masing jendela.
Meski pernah porak poranda akibat tsunami karena letusan gunung Krakatau pada tahun 1883, namun sisa-sisa benteng ini masih sangat eksotis dan sangat mengagumkan. Tadinya, selain di Pulau Kelor, benteng Martello ini juga ada di Pulau Bidadari dan Pulau Onrust. Tapi sekarang sudah hancur dan tinggal sisa-sisanya.
Sehingga jejak benteng Martello yang masih tersisa lumayan utuh hanya ada di Pulau Kelor ini. Meskipun dari keterangan, benteng dengan lebar 14 meter ini adalah yang terkecil dibanding dengan benteng di dua pulau lainnya.
Di bagian dalam benteng masih ada sisa anak tangga dan ruang kecil yang sepertinya tempat persembunyian. Benteng ini fotogenik sekali, sehingga tak heran banyak pengunjung ber-swa foto, namun acap kali kita melihat mereka seolah tidak peduli dengan banyaknya petunjuk agar menjaga peninggalan sejarah ini.
Selanjutnya kunjungan dilanjutkan ke Pulau Onrust, hanya memakan waktu 10 menit berperahu dari Pulau Kelor. Pulau ini menyuguhkan begitu banyaknya tapak bangunan dan reruntuhan karantina haji, lalu ada museum arkeologi, komplek pemakaman Belanda dan berakhir di makam yang berada di ujung pulau. Yang paling terkenal di komplek makam Belanda ini adalah makam Maria van de Velde (1693-1721). Ada beberapa versi cerita tentang Maria ini, tetapi rata-rata adalah versi kisah cinta yang tragis.
Menurut catatan sejarah Pulau Onrust dimulai ketika Pangeran Jayakarta memberi ijin VOC (tahun 1610) untuk menjadi tempat perbaikan kapal dan penyimpanan rempah-rempah. Dari catatan, benteng mulai dibangun pada tahun 1656 selama 20 tahun dengan Johan Listingh sebagai arsiteknya.
Pulau ini juga pernah dijadikan pangkalan armada laut Belanda (1823-1883). Inggris tercatat juga pernah menyerang pulau ini pada tahun 1800-an untuk mengambil alih perdagangan rempah-rempah. Tahun 1883 pulau ini dan pulau-pulau di sekelilingnya pernah hancur karena imbas tsunami dari meletusnya Gunung Krakatau.
Dalam perkembangan selanjutnya, Pulau Onrust pun pernah menjadi pusat karantina haji (1911-1933) serta tawanan politik dan kriminal (1933-1949). Di ujung pulau terdapat makam bertuliskan “Makam Keramat”. Ada indikasi ini adalah makam Kartisuwiryo, namun mendapat penyangkalan dari petugas di pulau ini.
Memang kalau mau menangkap detail tentang pulau tersibuk pada eranya ini kita harus melongok ke museum arkeologi. Disana kita akan mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang sejarah Pulau Onrust. Termasuk melihat benda-benda dari hasil penggalian arkeologi yang dilakukan selama 10 tahun (1979-1989). Atau juga cerita-cerita lainnya seperti awak kapal De Zeven Provincien yang memberontak tahun 1933, ataupun serdadu Jerman.
Kunjungan terakhir adalah Pulau Cipir. Secara luas pulau ini masih lebih kecil dari Pulau Onrust. Yang menarik dari pulau ini adalah sisa rumah sakit (1911-1933). Kita masih bisa melihat bekas kamar mandi, WC dan Barak. Selain reruntuhan rumah sakit, Cipir menyimpan jejak masa lalu berupa meriam besar di dekat dermaga pulau, dan sisa bangunan stasiun cuaca (tahun 1905).
Pulau Cipir dan Onrust dahulunya memiliki jembatan penghubung. Onrust merupakan tempat pemondokan jemaah Haji sedangkan bagi yang memiliki penyakit akan dikarantina di Cipir. Namun, karena bencana alam, jembatan tersebut terputus, dan kita bisa melihat sisa – sisa pondasinya pada saat laut surut. Dekat dengan pantai, disediakan beberapa gazebo atau saung untuk menikmati ombak di pantai atau sekedar bercengkrama bersama keluarga dan menikmati makan siang bersama.
Air laut yang jernih dan pasir putih menjadi daya tarik selanjutnya untuk berlama-lama di Cipir. Selain menikmati pantai, terdapat spot terbaik bagi yang memiliki hobi memancing, atau ikut bergembira bermain banana boat dan wahana sejenis.
Begitulah, perjalanan menapaki masa lalu selalu mempunyai kesannya tersendiri. Walau agak membosankan, namun menyimak dan mengetahui penggalan narasi besar sejarah Indonesia di gugusan kepulauan Seribu ini mampu membukakan mata. Bahwa peradaban besar pernah terjadi digugusan pulau ini, namun tinggal menjadi cerita saja. Karena bangsa ini tidak pernah menjadi lakon dari cerita sesungguhnya, hanya sebagai pelengkap saja./ JOURNEY OF INDONESIA