Berlibur ke Pulau Peucang yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), dapat mengobati rasa jenuh anda yang bosan dengan suasana metropolitan. Di sana pengunjung akan dimanjakan dengan keanekaragaman hayati yang sangat kaya, dan tentunya tidak akan rugi meskipun harus rela menempuh perjalanan panjang ke destinasi yang berada di ujung barat pulau Jawa ini.
Untuk menikmati kecantikan lansekap Pulau Peucang, dari Jakarta, idealnya harus melintasi rute darat menuju Kabupaten Pandeglang, Banten. Baru setelah itu akan bertemu pertigaan di Labuan yang menjadi akses utama untuk selanjutnya menuju ke Desa Sumur. Sumur merupakan sebuah kawasan pantai yang terletak di Barat Jawa dan menjadi titik keberangkatan kapal motor menuju Pulau Panaitan, Pulau Badul, Pulau Oar, Pulau Umang, Pulau Handeleum dan Pulau Peucang yang menjadi habitat utama bagi fauna seperti Rusa, Merak Hijau, Kijang, Monyet, Babi Hutan, Biawak, ataupun Elang Jawa.
Semuanya bermula dari pukul 6 pagi. Sebuah perahu kecil yang dikemudikan oleh nelayan lokal sudah bersiap untuk mengantarkan para wisatawan dari bibir pantai di desa Sumur ke Kapal Motor (KM) yang menanti di spot tertentu. Laut dangkal, menyebabkan hal tersebut harus dilakukan dan setelah penumpang lengkap, perjalanan menuju Pulau Peucang pun dimulai.
Sepanjang perjalanan menuju kawasan yang telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO ini, sejauh mata memandang akan dibuai dengan birunya lautan yang berbatasan dengan Samudera Hindia. Terhampar juga perbukitan hutan hujan tropis yang membentang luas hingga ke Tanjung Alang-Alang, yang menjadi penanda bahwa tidak lama lagi KM segera tiba di area konservasi Pulau Peucang.
Setelah mengarungi lautan selama ±2,5 jam, dari kejauhan akan terlihat dermaga tunggal dengan beberapa KM yang tengah bersandar di dekat pantai berpasir putih. Gradasi air laut yang tadinya di dominasi biru tua pekat, berubah seketika menjadi sangat jernih. Dari atas KM, para turis dapat dengan jelas menyaksikan ikan warna-warni yang berenang bebas di bibir pantai. Sementara dari kejauhan, terdapat Gunung Sanghyang Sirah yang menjulang pongah di tengah hutan belantara TNUK.
Dengan luas ± 450 ha, di Pulau Peucang terdapat fasilitas umum seperti penginapan, tempat ibadah (mushola), kantor pusat informasi konservasi alam, serta warung makan. Hutan Pulau Peucang merupakan salah satu ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah. “Flora di Kawasan ini di antaranya adalah Merbau (Intsia Bijuga), Palahlar (Dipterocarpus Haseltii), Bungur (Lagerstroemia Speciosa), Cerlang (Pterospermum Diversifolium), dan Ki Hujan (Engelhardia Serrata),” jelas Mumu Muawalah, Kepala Konservasi Alam Pulau Peucang.
Ia juga menambahkan, bahwa dalam jalur trekking menuju Karang Copong, dapat ditemukan juga pohon Ficus atau Ara Pancekik. “Tumbuhan ini merupakan tumbuhan golongan parasit yang melilit pohon lain untuk hidup,” paparnya.
Perlu di ingat, saat melewati hari di Pulau Peucang, bersiaplah untuk benar-benar masuk ke dalam zona intim interaksi antar manusia dengan hewan liar yang bebas berseliweran di pulau tersebut. Lantaran terbiasa dengan kehadiran manusia, fauna seperti Rusa, Kijang dan Babi Hutan tak segan mendekat ke area penginapan, untuk mencari makan dan selalu setia menunggu di halaman hingga pagi datang. Dapat dipastikan juga, di pulau ini pengunjung tidak dapat mengakses data selular, karena memang belum ada satupun sinyal operator selular yang dapat menembus wilayah Peucang.
Jika bermalam di Pulau Peucang, alangkah baiknya untuk bangun sepagi mungkin. Mentari pagi atau sunrise akan menyumbul perlahan dari balik rimba hutan. Saat itu, posisi terbaik untuk menikmati keindahannya adalah duduk santai di atas dermaga, atau bisa juga sambil santai merebahkan tubuh di bibir pantai berpasir putih yang menjulang panjang di samping dermaga. Nikmati saja setiap inci sapuan hangat matahari yang naik ke permukaan, dan segera sinarnya memenuhi bumi. Membuka jendela kehidupan pagi, serta melenyapkan mistisnya kabut di kedalaman rimba raya Ujung Kulon.
Sudah jauh-jauh datang, tak lengkap rasanya bila tidak melihat keindahan sisi bawah laut di area TNUK. Dari dermaga Pulau Peucang, petugas KM siap mengantarkan wisatawan ke beberapa spot snorkeling yang worth it untuk disambangi. Perjalanan menuju spot menyelam relatif cukup singkat.
Hanya membutuhkan waktu 10 menit perjalanan laut dari pulau tersebut, para wisatawan sudah bisa menyaksikan panorama cantik terumbu karang yang tumbuh subur di kawasan konservasi alam TNUK, yang dihuni beragam jenis ikan warna-warni yang selalu setia mencari makanan di sana setiap harinya.
Selain itu, petugas KM tentunya sudah mengetahui letak-letak untuk foto underwater bersama ikan badut (clown fish) atau ikan nemo, yang selalu setia hidup dalam radius kurang dari 1 meter dari anemon, karena keduanya membentuk simbiosis mutualisme. Ikan nemo selalu membutuhkan makanan dan melindungi telurnya di dalam anemon, dan begitu juga anemon, yang tumbuh subur dari fases (kotoran) ikan nemo.
Lokasi wisata lain yang cukup dekat lainnya dari Pulau Peucang, adalah padang penggembalaan Cidaon. Cidaon merupakan padang sabana luas yang paling sering dikunjungi untuk merumput dan mencari makan berbagai satwa yang hidup disini seperti Banteng Jawa, Burung Rangkong, Merak Hijau, Kera Ekor Panjang dan beberapa satwa lainnya pada pagi maupun sore hari.
Tidak hanya itu, Cidaon juga menawarkan indahnya momen mentari terbenam atau sunset. Dari dermaga Cidaon, kita dapat menyaksikan refleksi air laut yang berubah warna setiap menitnya, dari gradasi hijau kebiruan, menjadi merah jingga, dan nun jauh di ufuk timur sinar mentari terbenam kian berkilau, membius romantisme sang penikmat senja.
Cukup disayangkan apabila anda melewatkan momen emas ini. Karena tak lama setelah menebar pesona senja secara singkat, ia kan meredup terbenam ke dasar lautan. Sebuah penanda hari akan berganti malam, dan seperti itulah paras cantik siklus alam di area Pulau Peucang dalam kesehariannya.
Bagi setiap wisatawan yang hendak berkunjung ke Pulau Peucang, diharapkan kesadarannya untuk selalu menyayangi bumi ini, dengan tidak membuang sampah sembarangan dimanapun Anda berada. Dimana alam yang sehat tanpa terancam oleh banyaknya sampah menumpuk, maka flora dan fauna yang hidup didalamnya akan sehat juga.
Sudah seharusnya kita bertanggungjawab untuk mewariskan keindahan negeri ini kepada generasi bangsa dimasa mendatang./ JOURNEY OF INDONESIA