Apa yang dibayangkan sebelumnya akhirnya menjadi kenyataan, Erwin Gutawa berhasil menghibur dan membuat senang hati ratusan penonton dalam Pentas Chrisye Live Tour by Erwin Gutawa yang digelar Gedung Sasana Budaya Ganesha Bandung, Rabu (11/12/2019). Ini merupakan pentas langka, tidak mainstream dan mengusung konsep multimedia ini dikelola EG Production, bersama Trisatya Show & Entertainment dan KIMS.
Di atas panggung, Chrisye hanya muncul lewat video yang ditayangkan ke layar besar yang diletakan di tengah dan sisi kiri kanan panggung. Dari layar, terlihat Chrisye dalam video yang tengah menyanyi. Video ini diambil dari berbagai panggung antara tahun 1994 – 2002. Sementara suara musik dimainkan secara live oleh Erwin (piano) dan sejumlah musisi pengiring, antara lain Jeane Phialsa (drum), Adenanda Refano (bass), Yessi Kristianto (keyboard), Noni Dju (Keyboard & Synth), Erik Nur Firmansyah (Guitar 1) , Galih Galinggis (Guitar 2), Marcella Aprillia (Violin), Dwipa Hanggana Pratala (Cello ), Andika Candra (Saxophone/Flute), Dorry Windhu (Contra Bass/Mallet /Guitar Accoustic/Cuk/Timpani), dan Gelar Restusubada (Percussion)
Bersama para musisi itu pula, Erwin dengan mudah membujuk penonton bernyanyi bahkan bergoyang. Suasana terasa seolah Chrisye hadir secara nyata di depan penonton. Padahal, Chrisye telah 12 tahun wafat. Sejumlah lagu Chrisye yang dimainkan malam itu, hampir semuanya lagu hits sepanjang masa. Maka tak heran jika lagu-lagu seperti ‘Semusim’, ‘Aku Cinta Dia’, ‘Kisah Cintaku’, ‘Anak Sekolah’, ‘Kidung’, juga ‘Gita Cinta’ habis di lahap penonton yang hadir.
Apalagi ketiga intro ‘Kala Cinta Menggoda’, terdengar, seluruh penonton dalam gedung Sabuga mendadak tersugesti bergoyang. Lagu ini ditutup dengan penampilan bass solo dari Erwin yang mengundang tepuk tangan bersemangat. Bass memang alat musik pertama yang membuat Erwin terkenal di pentas musik Indonesia.
Sangat terasa memang jika Erwin tak ingin membuat panggung malam itu sekadar pentas nostalgia yang terlihat biasa saja. Karena itu, ia memunculkan Gita Gutawa dan Sandhy Sondoro untuk ambil bagian. Diawali oleh Gita yang secara solo menyanyikan lagu ‘Sendiri’ dan ‘Kala Sang Surya Tenggelam’ dengan mulus dan indah. Dan secara cemerlang, Erwin khusus merancang Gita menyanyi duet virtual dengan Chrisye, lewat lagu ‘Anggrek Bulan’.
Lagu yang diambil dari album Chrisye bertajuk Dekade, yang aslinya dinyanyikan Chrisye bersama Sophia Latjuba. Sophia sendiri pernah dimunculkan dalam duet virtual di atas panggung konser “Kidung Abadi” pada 2012. Sebuah konser yang didedikasikan untuk memperingati 5 tahun wafatnya Chrisye. Pola rekaman duet dan penampilan video “Anggrek Bulan” versi Gita-Chrisye, bagi anak milenial dianggap seperti mengadopsi gaya nyanyi karaoke pada aplikasi Smule.
Jauh sebelum Smule lahir, sesungguhnya ide virtual duet rekaman semacam ini, pernah dilakukan David Foster (1991), dengan mempertemukan suara Natalie Cole dan ayahnya Nat King Cole yang sudah wafat 26 tahun sebelum rekam dibuat. Khusus penggarapan duet Gita-Chrisye dalam ‘Anggrek Bulan’, Erwin meninggalkan jejak cerdas yang patut dicatat sekaligus dikenang baik sebagai karirnya pribadi, karir almarhum Chrisye dan Gita maupun catatan emas pentas musik rekaman Indonesia.
Selayaknya, lagu tersebut bisa disebarluaskan menjadi rekaman dan dijaja di toko digital maupun dalam bentuk fisik. Kalau memungkinkan, jangan ditunda terlalu lama waktu edarnya. Agar nasibnya tidak seperti lagu ‘Kidung Abadi’. Lagu unik pertama di dunia, karya Erwin dan Gita ini, seperti kita tahu, diciptakan Erwin Gutawa secara khusus, dengan lirik ditulis Gita dari menggabungan 264 suku kata, yang diambil dari lagu-lagu yang pernah direkam Chrisye.
“Ini mungkin pertama kali dalam sejarah dunia, sebuah lagu diciptakan dan direkam dari suara orang yang sudah wafat,” kata Erwin. Sayangnya, prose penciptaan lagu tersebut, terlambat diserbarluaskan dalam bentuk rekaman. Sehingga moment “kebaruan” dan “keistimewaan” penggarapannnya, seperti kurang mendapat atensi masyarakat.
Selanjutnya muncul Sandhy Sondoro yang menyuguhkan lagu ‘Anak Jalanan’ dan ‘Andai Aku Bisa’, sekaligus berduet dengan Gita dalam ‘Badai Pasti Berlalu’. Ini menjadi duet “maut” dan indah yang tak terbayangkan sebelumnya. Penyanyi pop dengan jenis suara soprano, dipertemukan dengan penyanyi soul dan blues. Sungguh paduan indah dan sempurna.
Bandung sebagai kota pembuka dari rangkaian tur Chrisye Live Tour by Erwin Gutawa, kelhatannnya kurang antusias menjadi saksi sejarah dari konser nostalgia untuk mengenang almarhum Chrisye (16 September 1957 – 30 Maret 2007). Terbukti, hanya separuh kapasitas Gedung Sasana Budaya Ganesha Bandung yang terisi penonton.
“Bisa jadi harga tiketnya kemahalan, terutama yang di posisi festival,” ungkap Ferry Mursyidan Baldan, Penggagas dan Pendiri Komunitas Kangen Chrisye (K2C), sesaat sebelum konser digelar. Ferry bersama Komunitas Kangen Chrisye (K2C) ikut ambil bagian menjadi penonton. Ferry juga mengajak lebih dari 60 orang sahabat dan kerabat untuk bernostalgia dengan Chrisye./ JOURNEY OF INDONESIA