Kalau kita mengunjungi Jember, jangan heran jika menemukan logo pemerintah daerah dan Universitas Jember terpampang jelas bentuk daun tembakau disana. Tak heran, karena kota Jember adalah penghasil tembakau terbaik di kota ini.
Masih tentang tembakau, di kota ini juga terdapat produksi Cerutu yang memiliki kualitas terbaik nomor 2 di dunia. Selain itu, Jember juga telah mendeklarasikan diri sebagai kota Cerutu Indonesia. Sehingga muncullah destinasi unik yang siap memanjakan wisatawan, yakni wisata Cerutu. Apalagi setiap tahun di Jember diselenggarakan event nyigar atau menikmati cerutu bersama yang berskala internasional.
Dilatarbelakangi hal tersebut, di Jember telah hadir Museum Tembakau yang sangat lengkap menceritakan dunia pertembakauan, khususnya tembakau Cerutu yang berlokasi di Jalan Kalimantan. “Tembakau cerutu beda dengan tembakau pada umumnya. Kalau mau belajar tentang tembakau cerutu, museum ini bisa jadi pilihan,” kata Sunito dari Museum Tembakau saat menerima kunjungan wartawan dari Jakarta yang tergabung dalam Himpunan Anak Media (HAM), pada Rabu (23/11).
Sunito menjelaskan, tembakau untuk rokok kretek adalah jenis voor-oogst dan untuk cerutu adalah jenis na-oogst. Na-oogst dipakai untuk pengisi cerutu, pembungkus dalam cerutu (omblad) dan pembungkus luar cerutu (dekblad). Kualitas dekblad dituntut tinggi karena penentu cita rasa dan harga cerutu.
Saat ini di Tanah Air, Jember menjadi satu-satunya daerah yang memproduksi tembakau na-oogst yang dikenal dengan nama BNO (Besuki Na-Oogst). Dan kini di Jember ada 4 produsen cerutu utama dan salah satunya adalah Boss Image Nusantara (BIN) Cigar. “BIN Cigar sendiri adalah brand yang menyumplai cerutu dan tembakau dari tanaman sendiri. Semua bahan mentah, tembakau di sini gak ada yang jadi rokok. Semua untuk cerutu,” kata pemilik BIN Cigar, Ir H Febrian Ananta Kahar.
Dia menjelaskan, BIN Cigar memproduksi sekitar 24 merk cerutu dan diekspor ke 15 negara. Kisaran harganya antara Rp9 ribu hingga Rp400 ribu per batang. “Perjalanan dari menanam tembakau sampai menjadi cerutu membutuhkan waktu sekitar dua tahun sampai tiga tahun. Fermentasinya saja dua tahun, makanya harganya mahal,” kata Febrian.
“Kami menghasilkan 100 sampai 200 ton. Semua cerutunya diekspor, tidak ada untuk dalam negeri. Bukan karena tidak ada penikmat, tapi kami semua sistemnya made by order. Mereka bayar di depan, baru kami buatkan. Itu sudah kami lakukan sejak lama,” tambah Febri yang memiliki sekitar 3000 orang pekerja di BIN Cigar.
Ditambahkannya lagi di pasar dunia, cerutu BIN Cigar mampu bersaing dengan cerutu dari Kuba. “Hampir semua penggemar Cohiba Montecristro (merk cerutu Kuba yang paling terkenal) pasti milih BIN Cigar, karena rasanya sama,” jelas Febri. “Kami berhasil niru. Apapun cerutu Kuba kami tiru. Tapi ini legal. Ini tiru rasa ya, bukan bentuk dan merk. Perjanjiannya, boleh niru tapi hanya niru rasa.”
Lebih lanjut Febri mengatakan, cerutu Indonesia benar-benar growing di pasar dunia karena beberapa faktor. Di antaranya yaitu karena ada jalur yang dibuka oleh Kemenlu dan Kementerian Perdagangan, dan “hilangnya” cerutu Kuba.
“Sekitar 70 persen cerutu Kuba itu dikirim ke China, sehingga belahan dunia lain hanya menerima sedikit pasokan. Dan sialnya tahun ini Kuba terhantam badai yang menghancurkan cerutu,” jelas Febri.
Faktor-faktor ini membuat cerutu Indonesia semakin berjaya di pasar cerutu dunia. “Cerutu itu tidak kelihatan penggemarnya. Tetapi setelah kita masuk, ternyata banyak,” ujar Febri.
Sunyi tetapi menggemparkan. Itulah anekdot untuk cerutu Indonesia, khususnya cerutu Jember. Tak seperti rokok, cerutu tidak banyak diperbincangkan. Tetapi cerutu Jember nyaring bunyinya di market cerutu dunia, bersaing dengan cerutu Kuba, Sang Raja Cerutu Dunia./ JOURNEY OF INDONESIA