Sejumlah penggiat perfilman tanah air tampak menghadiri soft launching Museum Perfilman Sinematek Indonesia (MPSI) di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) Jakarta pada Kamis (21/12/2023) pekan lalu.
Tak hanya deretan artis, tampak juga produser, sutradara dan pegiat perfilman lawas masih tampak pesona dan kharismanya, seperti Deddy Mizwar (Ketum PPFI), Sonny Pudjisasono, SH (Ketua YPPHUI), Djonny Syafruddin (Ketum GPBSI), Gunawan Pagaru (Ketum BPI), Akhlis Suryapati (Ketua Sinematek), Rudy Sanyoto, Toto Soegriwo dan insan film yang lain.
Seperti yang disebutkan Wandi Tutoroong selaku Deputi 4 Kepala Staf Kepresidenan (KSP), bahwa pendirian Museum Sinematek ini adalah untuk pengarsipan film dan pendataan serta pendokumentasian perfilman Indonesia. Selain itu bermanfaat demi pengembangan seni budaya bagi generasi muda Indonesia.
Beberapa artis Pafindo seperti Rency Milano, Alda Augustine dan Yenni Ermella yang berkesempatan hadir dalam acara soft launching tersebut juga mengemukakan pendapat mereka terhadap MPSI.
Alda Augustine memaparkan bahwa nantinya MPSI harus memberikan detail rentang panjang sejarah perfilman nasional secara lengkap dan menyeluruh. “Juga menyampaikan bagaimana muasal hadirnya film Indonesia yakni generasi Z perlu tahu itu,” paparnya.
”Tidak banyak di generasi masa kini yang paham betul seperti apa sejarah film Indonesia. Kebanyakan dari mereka hanya menjadi pelanggan bioskop dan internet saja. Mereka tidak banyak yang tahu bahwa betapa perfilman nasional juga punya sejarah jatuh bangun,” lanjut Alda Augustine.
Hal senada juga disampaikan oleh Rency Milano bahwa selain sejarah film, pengunjung juga akan tahu banyak tentang penggunaan alat teknologi dari masa masa di perfilman nasional tersebut.
”Semisal lampu, kamera, editing, dan sebagainya, mulai dari merek sampai cara kerjanya. Dan tak kalah penting informasi prosedur memproduksi film,” unggahnya.
Rency juga menyebutkan bahwa perbedaan equipment perfilman di tahun 80 hingga awal tahun 2000an masih menggunakan pita seluloid, sekarang sudah berganti dengan teknologi digital.
Keberadaan MPSI, dan daya tariknya agar diminati oleh generasi muda khususnya Gen Z tidak cuma hanya memajang berupa foto, catatan sejarah dan pajangan poster yang menarik saja. Namun lebih dari itu, dan untuk melengkapi MPSI tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit. Di sini diperlukan dukungan dana atau anggaran dari pemerintah.
“Jadi, pemerintah harus mendukung sepenuhnya baik moril dan materil. Lalu dibutuhkan juga kerja sama kita semua untuk melibatkan secara menyeluruh generasi Z. Mereka adalah potensi untuk bisa menyampaikan kepada generasinya. Dan keperkasaan mereka di sosial media juga sebagai wadah untuk menduniakan museum ini,” jelas Yenni Ermella.
Pada kesempatan terpisah Ketua Umum Pafindo, Muhammad Bagiono juga menyampaikan dukungannya terhadap keberadaan MPSI dan juga keterlibatan pemerintah di dalamnya, agar kaum muda dapat tertarik untuk berkunjung dan semakin mencintai keberadaan film nasional./ JOURNEY OF INDONESIA