JAKARTA – Ada yang menarik dari apa yang dibahas di gelaran webinar bertajuk: Mencari Aktor Terbaik, Peran Sanggar, dan Fenomena Artis dari Media Sosial pada Kamis, 14 September 2023 lalu.
Webinar yang diselenggarakan panitia Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI) XIII 2023 merupakan pelaksanaan yang ketiga kalinya menjelang malam puncak yang akan digelar Oktober 2023 mendatang.
Ada asumsi bahwa wajah cantik dan ganteng, serta punya ratusan ribu hingga jutaaan followers jadi jaminan bisa bikin sebuah film menjadi laris. “Nanti dulu!” kata aktris Putri Ayudya dan aktor Verdi Solaiman dengan tegas.
Kedua sosok aktris dan aktoryang menjadi narasumber event ini menyebutkan bahwa untuk menjadi aktor atau aktris, setelah terpilih, adalah kembali kepada kapasitas akting, juga kepandaian bergaul dengan para senior. “Sementara keterkenalan lewat medsos, hanyalah salah satu modal awal”, kata Putri Ayudya.
“Aktor dan aktris tidak sekedar bisa akting untuk perannya sendiri, tetapi dia harus memahami fungsi dari karakter tokoh yang dia mainkan. Dia harus punya visi yang sama dengan pemain lainnya,” tambah Verdi Solaiman.
Di awal perjalanan karir Annisa Putri Ayudya, pada medio 2011, ia menjadi saksi bahwa di saat itu wajah bule dan keturunan indo yang laku untuk mendapat peran dan mendominasi layar lebar Indonesia. Seiring waktu berjalan, selerapun pelan-pelan berganti ke wajah eksotik dan berparas lokal, di mana ia bisa masuk di dalamnya.
“Kami sebagai aktor dan aktris memang front liner, garis terdepan dalam film dan harus punya daya tawar. Punya daya tawar itu bukan hanya fee. Artinya, kita bisa dibicarakan dan diperhitungkan karena memiliki kemampuan artistik,” ujar Putri yang pernah bermain dalam film “Mengejar Embun Ke Eropa”, “Tjokroaminoto; Guru Bangsa”, “Kafir: Bersekutu dengan Setan”, “Gita Cinta dari SMA”, dan yang terbaru yakni “Perjamuan Iblis”, dan “13 Bom di Jakarta”.
Bagi Putri Ayudya, popularitas bukan satu satunya jaminan bisa terpilih mendapat peran. Karena popularitas yang terbangun dari media sosial dengan jumlah followers ratusan ribu atau jutaan, dalam pengamatannya hanya berlaku ketika melakukan promo, atau kemungkinan tayang di hari pertama. Selanjutnya, ada pertanyaan penting : apakah benar followers itu ikutan datang ke bioskop dan menjadi penonton film?
“Semua produser akan mengatakan kami butuh aktor, dan kami juga butuh popularitas untuk sisi yang lain. Akting akan mengangkat kualitas film secara langsung,” tegas Putri Ayudya yang mempunyai slogan kesiapan, kesempatan, dan keberuntungan di webinar FFWI ini.
Sementara itu, Zulverdi Amos Solaiman, atau dikenal dengan nama Verdi Solaiman mengatakan seorang aktor yang profesional harus bisa menelaah dan memberikan penawaran. “Kalau peran seperti ini, saya punya gaya seperti ini. Tema besarnya, apa argumen apa yang akan diberikan,” tegas dia.
Putra aktor Hengky Solaiman ini memberi contoh, seandainya dia bermain dalam film Romeo and Juliet. Tema besarnya cinta bisa mengalahkan segalanya bahkan kematian. Ada satu cinta yang kuat banget. “Ketika misalnya, saya berperan sebagai ayahnya Juliet, karakter saya adalah penghalang cinta. Nah, karakter saya ada di situ. Jadi, aktor yang baik, harus tahu fungsi karakter dia seperti apa. Tidak hanya akting sendirian. Tetapi harus punya visi bersama dengan pemain lain,’ kata sosok yang selain sibuk akting, sutradara, dan produser, sejak tahun 2020 mengelola sanggar akting.
Bagi Verdi para pemain film yang muncul berdasarkan fans base atau popularity base, sebanyak apa pun followers-nya, bukanlah jaminan film itu akan laku apalagi box office. Karena user behavior penonton film kita totally berbeda dengan luar negeri.”Di luar negeri, fans rela mengeluarkan uang untuk membayar karya idolanya. Tetapi di sini tidak begitu. Di TV seorang artis bisa ditonton jutaan orang. Namun ketika dia main film, belum tentu penonton TV itu, mau membeli karcis di bioskop. Di TV kan gratis dan bioskop bayar,” kata Verdi yang sudah terjun ke bidang film sejak tahun 1982.
Presiden FFWI, Wina Armada Sukardi dalam sambutannya mengatakan, untuk webinar FFWI yang ketiga ini, sengaja dipilih tema mengenai kualitas keaktoran dan pengaruh medsos terhadap dunia keaktoran. “Tema ini kami pilih karena kami anggap penting. Bidang akting tidak terpisahkan dari film. Sampai sekarang memilih aktor terbaik selalu menjadi perdebatan dalam penjurian, termasuk dalam FFWI misalnya,” sebut Wina.
Sementara itu, Dra Ruliah Hasyim, Pamong Budaya Ahli Muda mewakili Ahmad Mahendra, Direktur Perfilman, Musik dan Media, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, dalam kata sambutan mengakui, di berbagai di platform media sosial seperti Instagram, Twitter, dan TikTok, sejumlah aktor biasanya menggunakan platform tersebut untuk mempromosikan diri tentang kiprah mereka.
“Kita semua dapat dengan mudah mencari calon aktor berdasarkan nama, lokasi, atau jenis pekerjaan yang mereka lakukan. Dan pada saat bersamaan, demi mengasah keaktoran, seorang aktor bisa bergabung dengan grup dan forum casting online. Ada banyak komunitas online tempat para aktor dan pembuat film dapat terhubung. Kelompok-kelompok ini bisa menjadi cara yang bagus untuk menemukan aktor yang sedang mencari pekerjaan.”
Ruliah Hasyim menyebut, menemukan aktor yang baik bisa menjadi sebuah tantangan, “Tetapi menemukan orang yang tepat untuk proyek film kita adalah hal yang bermanfaat. Akhirnya, dengan menggunakan media sosial dan sumber daya lainnya, kita dapat menemukan aktor berbakat yang akan membantu kita membuat film hebat!” tutup Ruliah./ JOURNEY OF INDONESIA