JAKARTA – Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, geliat ekonomi nasional dalam negeri diprediksi tumbuh positif. Bahkan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 dsaat memasuki tahun politik ini diproyeksikan pertumbuhan ekonomi dalam negeri berada pada kisaran 5,3 persen sampai dengan 5,7 persen. Apa benar demikian?
Dalam membincangkan fenomena tahun politik tersebut, Tumbuh Makna, sebagai platform diskusi dan literasi investasi keuangan kembali mengangkat isu yang menarik. Para ahli ekonomi dan politik ini mengulas dampak yang akan terjadi pada hari-hari menjelang Pemilu dalam rangkaian seminar yang bertema “Siap-Siap Tahun Politik 2024: Dampak Terhadap Ekonomi Indonesia”, yang diselenggarakan di Fairmont Hotel, Jakarta.
Seminar ini diisi oleh para pembicara yang ahli dalam bidangnya masing-masing, di antaranya ialah Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya, Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) Eri Kusnadi, Head of Research & Investment Connoisseur PT. Moduit Digital Indonesia Manuel Adhy Purwanto, serta Co-Founder Tumbuh Makna Fenny Tjahyadi.
Memasuki tahun politik, menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya, kondisi ekonomi politik nasional dalam kondisi stabil. Ini tidak lain karena berdasarkan beberapa survei belakangan, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan di bawah Jokowi sangat tinggi sehingga terjadi stabilitas di berbagai bidang terutama bidang sosial, ekonomi dan politik.
“Saya kira saat ini stabilitas nasional kita terjaga dengan baik. Selepas pandemi, tren pertumbuhan ekonomi kita terjaga, karena itu publik juga merasa bahwa saat ini kondisinya bagus. Maka itu tidak heran kita lihat bahwa kepuasan terhadap pemerintahan saat ini mencapai level yang tinggi. Khususnya pada bidang ekonomi, inflasi kita menurun, dan itu membuat publik setelah pandemi menjadi bergairah dalam melakukan kegiatan bisnis,” tambahnya.
Sementara itu, berdasarkan pandangan Co-Founder Tumbuh Makna Fenny Tjahyadi, terlepas dari adanya peningkatan aktivitas ekonomi terutama di sektor konsumer, secara historis memang tidak terlihat adanya korelasi spesifik antara tahun politik dengan kinerja produk keuangan di pasar modal secara umum. Investor justru harus memperhatikan sentimen yang lebih besar yang bermain di pasar di level global seperti kekhawatiran terjadinya resesi ringan di AS dan negara Eropa pasca kenaikan agresif bunga acuan untuk memerangi inflasi.
Selain itu, di Tiongkok, sebagai negara ekonomi terbesar kedua di dunia, hingga saat ini masih belum memperlihatkan adanya traksi pertumbuhan yang optimal. “Saya melihat beberapa sentimen global tersebut yang selama ini menahan IHSG untuk dapat bergerak lebih tinggi, padahal valuasi pasar saham kita saat ini berada di level yang atraktif,” tutur Fenny.
Ditambahkannya PER IHSG saat ini di 13,7 dibandingkan dengan kondisi di awal pandemi COVID-19 ketika IHSG terkoreksi hingga 3900 waktu itu, di sekitar level 13,2. Tapi ini justru yang menjadikan kondisi saat ini sebagai kesempatan untuk mengakumulasi posisi.
Lebih jauh lagi, dalam analisa Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) Eri Kusnadi menilai tahun politik ini dapat dipandang dari berbagai hal. Dari sisi pasar obligasi, ia menilai, kinerja seluruhnya akan baik pada tahun 2023.
“Bahkan seiring dengan suku bunga yang diperkirakan sudah mencapai puncaknya. Dengan inflasi yang stabil cenderung menurun, dan kami perkirakan suku bunga global juga akan segera atau sudah mencapai puncaknya karena kekhawatiran tekanan resesi. Namun untuk pasar saham pun sebenarnya juga tidak kalah menarik secara fundamental,” ujarnya.
Menurutnya, data Produk Domestik Bruto (PDB) dan laba perusahaan yang baik di triwulan 1 tahun 2023 ini menjadi bukti baiknya kondisi perekonomian domestik. “Hanya saja berbagai pemberitaan dari luar negeri serta minimnya sentimen domestik membuat kinerja IHSG di semester 1 ini terlihat berada dalam tekanan. Untuk reksa dana pendapatan tetap yang berbasis obligasi, Batavia masih menitikberatkan portofolio pada obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah RI. Selain itu tambahan penempatan pada obligasi korporasi pun dimungkinkan sebagai bagian dari upaya mendapatkan potensi tambahan imbal hasil,” tuturnya.
Dalam pandangan Head of Research & Investment Connoisseur Moduit, Manuel Adhy Purwanto, Pemilu bukanlah faktor utama yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar. “Kami selalu melihat masa depan secara optimistis karena secara historis politik domestik tidak terlalu berpengaruh besar terhadap iklim investasi. Bahwa pada tahun depan akan ada Pemilu, tentu akan ada tantangan dan juga peluang. Namun, hal tersebut bisa disikapi dengan melakukan diversifikasi & lebih melihat kondisi ekonomi global dan domestik. Dengan suku bunga yang sudah mendekati puncak, pilihan investasi di obligasi juga masih sangat menarik. Sedangkan untuk kelas aset saham akan tergantung dari pergerakan masing-masing saham,” tambah Manuel kembali.
Menurut Manuel, Moduit selalu hadir dalam memberikan nasihat investasi & menyediakan produk wealth management terkurasi kepada investor sesuai dengan tujuan keuangannya. “Moduit hadir dan siap membantu masyarakat yang berminat berinvestasi di produk reksa dana, obligasi, ataupun produk yang bisa di personalisasi sesuai kebutuhan. Hal ini sekaligus membuka kesempatan bagi masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan kesejahteraannya. Karena kami percaya, pada tahun politik ini dapat memberikan peluang yang baik,” ujar Manuel menutup/ JOURNEY OF INDONESIA