Berpikir secara berlebihan (overthinking) akan berdampak pada kesehatan mental seperti; stress, cemas, takut hingga berakibat kepada kesehatan fisik. Beberapa penelitian mengatakan manusia berpikir kurang lebih 70.000 kali setiap harinya. Bahkan pada saat memiliki masalah, otak akan terus ‘loncat-loncat’ like jumping monkey.
Iis Anthea, seorang life transformation coach mengatakan hal ini pada sharing session gerakan #akuberdaya yang digagas desainer Nina Nugroho bekerjasama dengan Asosiasi Trainers Guild (TTG) pada Minggu, 19 Desember 2021 lalu.
Dijelaskan oleh Iis, Overthinking sendiri adalah sebuah gejala, jadi bukan penyakit yang sesungguhnya. “Overthinking berpikir terlalu berlebihan. Memikirkan masa lalu yang sudah berlalu, masa depan yang belum terjadi. Hal tersebut berulang-ulang terjadi. Sehingga waktu kita habis hanya untuk memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak dipikirkan. Capek nggak sih? Pastilah,” ungkap Iis.
Menurut Iis, bisa dibayangkan orang yang setiap saat terus berpikir, dimana dalam kehidupan luar saja sudah berisik, ditambah lagi di dalam otaknya juga tak kalah berisik. Akibatnya otaknya terdistraksi oleh berbagai macam masalah.
Distraksi ini kini didominasi oleh keterikatan kita dengan social media, seperti WhatsApp, Instagram, FB bercampur dengan deadline kerja, ekspektasi, masalah hidup dan belum bisa move on dari mantan. “Jika tidak mampu memilah-milah masalah yang harus dipikirkan, akibatnya hidup terasa penuh tekanan. Dengan kondisi ini, tidak menutup kemungkinan berdampak pada kesehatan mental dan kestabilan jiwa,” urai Iis.
Hal ini dapat dialami oleh siapapun, namun yang paling sering terjebak pada kondisi ini adalah para kaum wanita. Hal ini dipicu oleh tingginya tingkat kekhawatiran wanita dibanding pria.
Dari sebuah penelitian, diketahui orang-orang overthinking melihat kebiasaan ini tidak lebih sebuah sikap kehati-hatian. Namun jika kelewat berlebihan, seseorang justru membawa beberapa dampak negative, diantaranya:
1.Performa Kerja Menurun
Orang overthinking menjadi sulit untuk berkonsentrasi, tidak fokus dalam memecahkan masalah, bahkan kesulitan berkomunikasi dengan orang lain.
Pada seorang atlet kebiasaan overthinking ini seringkali menjadi boomerang. Pada sebuah penelitian diketahui adanya penurunan performa terhadap atlet yang overthinking.
2. Aktivitas sehari-hari menjadi terhambat
Salah satu dampak overthinking adalah menurunnya kemampuan memenej waktu. Sehingga banyak waktu terbuang percuma karena kerap memikirkan sesuatu terus menerus. Akibatnya energi jadi turut terkuras, tubuh terasa lelah dan mengidap insomnia. Bahkan orang-orang overthinking juga mengalami anxiety dreams atau sering terbangun di malam hari yang dipicu oleh kekhawatiran berlebihan yang dirasakan.
3. Emosi tidak terkontrol
Overthinking juga mendorong seseorang tidak mampu mengendalikan emosi, emosinya meledak-ledak, panikan, dan insecure.
Hasil sebuah penelitian disebutkan overthinking menyebabkan tekanan emosi yang berlebihan hingga mendorong seseorang untuk melampiaskan emosi dengan cara yang tidak sehat. Seperti konsumsi makanan tidak sehat dan minuman beralkohol.
4. Gangguan kesehatan
Overthinking ternyata tidak hanya menyerang secara mental, tapi juga fisik. Sakit kepala, demam, nyeri dada, jantung berdebar, sesak napas, hingga tekanan darah tinggi, biasa menyerang orang yang overthinking.
Pada beberapa kasus berat, overthinking berisiko seseorang terserang stroke, jantung, diabetes dan depresi. “Berilah batasan waktu kapan harus berhenti memikirkan sesuatu dan segeralah mengambil keputusan. Menulis menjadi salah satu solusi, supaya beban yang ada dipikiran bisa terasa lebih ringan. Lakukan aktivitas yang menyenangkan, seperti nonton film, dengerin musik, olahraga atau membaca, juga bisa menjadi pilihan.
Apabila masih mengalami kesulitan untuk menghilangkan kebiasaan overthinking, jangan ragu berkonsultasi dengan pakar . Bersama coaching, seseorang akan dibantu mencari solusi yang sesuai dengan kondisinya,” pungkas Iis/ JOURNEY OF INDONESIA